Ziarah Arba’in dalam Teks-teks Hadis
Arba’in tidak hanya berkonten historis, akan tetapi bermuatan epistemologis. Kita tidak ingin membahas topik Arba’in hanya secara historis, namun kita akan mengkajinya dari perspektif epistemologis dengan merujuk kepada “Ziarah Arba’in”. Alasannya, Ziarah Arba’in banyak ditekankan para imam maksum dan memiliki isi yang tinggi, seperti yang dinukil dari Imam Shadiq as. Dengan demikian, maka Syiah juga harus mencari identitasnya dalam Arba’in.
Pembahasan Arba’in memiliki berbagai dimensi, semisal ziarah Imam Husain pada hari Arba’in, konten ziarah Arba’in baik yang dinukil dari Imam Shadiq as atau dari Jabir atau khususnya ziarah dari lidah imam as yang menyatakan berbagai dimensi yang mendalam.
Ahlul Bait as selalu menekankan untuk mengingat musibah yang menimpa Imam Husain as dalam berbagai momen. Sebagian orasi Sayyidah Zainab dan Imam Ali Zainal Abidin as di Kufah dan Syam menjelaskan kemazluman Imam Husain as atau ratapan kedukaan. Saat Ahlul Bait kembali ke Madinah, mereka melanjutkan majlis duka untuk Penghulu Syuhada’. Imam Ali Zainal Abidin melakukan hal tersebut dan bahkan memberikan makan kepada orang-orang yang mengikuti majlis itu.[1] Tradisi ini dikenang oleh kaum Syiah dari beliau as.
Majlis ta’ziyah (duka) ini berlanjut secara kontinyu selama bertahun-tahun. Bahkan pernah dalam salah satu tahun dilaksanakan sehari semalam. Berdasarkan sebuah riwayat, majlis ini diselenggarakan di Madinah selama 3 tahun pasca tragedi Asyura’.[2]
Setelah Imam Ali Zainal Abidin, Imam Baqir as berwasiat supaya kisah-kisah duka dibacakan di Mina hingga 10 tahun.[3]
Ruang gerak pada masa Imam Shadiq as lebih terbuka dan bahkan pembacaan syair dan ratapan duka mendapatkan dorongan. Syair berperan penting dalam mengabadikan tragedi Karbala’ dan membangkitkan perasaan. Oleh karena itu, Imam Shadiq as mendorong orang-orang seperti Abu ‘Ammarah Munsyid,[4] Ja’far bin ‘Affan,[5] dan Abu Harun Makfuf[6] supaya menggubah puisi untuk Imam Husain as.
Kita lihat pada masa Imam Ridha, beberapa penyair seperti Di’bil Khuza’i[7] mendapatkan perhatian beliau karena menggubah syair-syair Asyura’. Kekhususan periode Imam Ridha terkait hal ini dapat disebutkan sebagai berikut:
- Penyelenggaraan majlis-majlis duka di rumah-rumah,
- Penjelasan keutamaan bersyair dalam duka Imam Husain,
- Pemaparan keutamaan berziarah dalam segala kondisi dan berbagai momentum,
- Dorongan untuk berziarah Arba’in.
Titel “Ziarah Arba’in” kembali pada masa Imam Shadiq as. Yang mengherankan, meskipun saat itu dicekam ketakutan terhadap pemerintahan zalim, namun masyarakat masih bertanya kepada Imam as, Apakah kita tetap harus pergi berziarah kepada Imam Husain as meskipun terdapat rasa takut kepada mata-mata dan antek-antek pemerintahan? Imam Shadiq as menjawab bahwa kalian harus pergi.[8] Sementara dalam pembahasan haji, fuqaha’ Syiah menyebut adanya keamanan sebagai syarat haji dan bila keamanan tidak terjamin maka istitha’ah belum terpenuhi; namun terkait ziarah Imam Husain as, mereka tetap meyakinkan untuk berangkat beziarah, walaupun tidak ada keamanan. Terlepas dari hal itu, ziarah Imam Husain dengan berbagai macam momentum juga dianjurkan.
Dalam kitab Wasail Asy-Syiah, jilid 41 di akhir kitab haji disebutkan berbagai momentum berziarah kepada Imam Husain as,[9] diantaranya sebagai berikut:
- Sunnah menziarahi Imam Husian as berulang kali;
- Makruh meninggalkan ziarah Imam Husain as;
- Sunnah menziarahi Imam Husian as dengan berjalan kaki;
- Bab disunnahkan untuk mewakilkan dalam ziarah Imam Husain as;
- Sunnah menziarahi Imam Husain as meskipun harus mengarungi samudera;[10]
- Sunnah menziarahi Imam Husain as pada malam Arafah, awal Rajab, Nishfu Sya’ban, malam Nishfu Sya’ban di Karbala’, malam Lailatul Qadar, malam Idul Fitri, malam Asyura’, hari Arba’in, setiap malam Jumat.[11]
Adapun khusus hari Arba’in, kita menemukan sebuah bab dalam kitab Wasail Asy-Syiah, jilid 41:[12] Sunnah Muakkad menziarahi Imam Husain as pada hari Arba’in. Riwayat pertama dari Imam Hasan Askari:
5 tanda orang mukmin:
- Shalat 50 rakaat (sehari semalam);
- Ziarah Arba’in;
- Mengenakan cincin di tangan kanan;
- Meletakkan dahi di atas tanah;
- Mengeraskan bacaan Bismillahirrahmanirrahim (dalam shalat).[13]
Keutamaan ziarah Arba’in ini telah ada dalam kitab-kitab hadis sejak dahulu. Terkait signifikansi dan keutamaan ziarah Arba’in Imam Husain as, semua ulama bersandar kepada riwayat Imam Hasan Askari di atas.
Syeikh Mufid,[14] Syeikh Thusi,[15] Sayed Ibnu Thawus,[16] Allamah Hilli,[17] Syahid Awal,[18] Kaf’ami,[19] Allamah Muhammad Taqi Majlisi,[20] Muhammad Baqir Majlisi[21] di antara ulama yang berpegang kepada riwayat Imam Hasan Askari as.
Yang dimaksud dengan ziarah Arba’in adalah ziarah Imam Husain as khusus pada hari Arba’in.(Doa Ziarah Arbain) Dapat dikatakan bahwa sebelum syahidnya Imam Husain as, Arba’in sama sekali tidak dikenal. Arba’in artinya proteksi hari ke-40 epos Karbala’ dan syahadah Imam Husaian as dan sahabat-sahabat setia beliau. Para musuh tidak dapat melenyapkan hal itu, karena ziarah Arba’in pada mulanya hanya terbatas dan diikuti oleh puluhan orang, kini jumlah penziarah pada hari Arba’in mencapai puluhan juta.
Catatan ini juga harus diperhatikan bahwa sekalipun Jabir Al-Anshari tidak datang ke Karbala’, ziarah Arba‘in Imam Husain as tetap disunnahkan. Konten (doa) ziarah Jabir sangat indah, mengandung pengetahuan yang tinggi dan isinya identik dengan kedalaman akidah Syiah. Hal itu dapat menunjukkan kesempurnaan makrifat Jabir bin Abdullah Al-Anshari. Tidak mustahil Jabir memperoleh ziarah dan juga anjuran berziarah pada hari Arba’in dari para Imam. Oleh karena itu, ia berusaha datang ke Karbala’ pada hari Arba’in.
Dengan demikian, ziarah Arba’in dan disunnahkannya berziarah ke Imam Husaian as pada hari Arba’in dapat dibuktikan. Menurut Syeikh Hur ‘Amili sunnah muakkad ziarah Imam Husain as pada hari Arba’in telah terbukti.
Maka hari Arba’in memiliki dua aspek:
- Sunnah berziarah ke Imam Husain as pada hari itu yang juga perintah dari para imam;
- Pada hari itu Jabir bin Abdullah bersama Athiyyah berhasil datang ke Karbala’ dan melakukan ziarah kepada Imam Husain as.
Kesimpulannya, Ziarah Imam Husain as selalu disunnahkan dan lebih ditekankan di tempat-tempat atau waktu-waktu khusus. Ahlul Bait as ingin nama dan sebutan Imam Husain as selalu dihidupkan dengan berbagai alasan. Ahlul Bait berusaha supaya umat mengingat dan akrab dengan Imam Husain as sepanjang tahun.
Hadir di tempat suci membawa dampak dan berkah khusus. Imam Hadi as, meskipun beliau sendiri seorang imam dan hujjat Allah swt, saat menderita sakit mengutus beberapa orang ke Karbala’ supaya mendoakan untuk beliau.
Sebagai penutup dapat dikatakan bahwa kondisi waktu dan tempat pasti memiliki pengaruh. Kesunnahan hal itu akan berlipat ganda pada hari Arba’in; karena dengan bimbingan Ahlul Bait, perbuatan itu berubah menjadi syiar Syiah. (Amin Syirazi)
[1] Barqi, Al-Mahasin, Halaman 420.
[2] Qadli Nu’man Mishri, Da’aim Al-Islam, Jilid 1, Halaman 227.
[3] Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini, Al-Kafi, Jilid 5, Halaman 117; Syeikh Hur ‘Amili, Wasail Asy-Syiah, Jilid 17, Halaman 125, Hadis ke-1.
[4] Ibnu Qauluwaih Qommi, Kamil Az-Ziyarat, Halaman 209, Hadis ke-298.
[5] Muhammad Baqir Majlisi, Bihar Al-Anwar, Jilid 44, Halaman 282, Hadis ke-16.
[6] Kamil Az-Ziyarat, Halaman 208, Hadis ke-297 dan Halaman 210, Hadis ke-301.
[7] Arbeli, Kasyf Al-Ghummah, Jilid 3, Halaman 112; Bihar Al-Anwar, Jilid 45, Halaman 257.
[8] Kamil Az-Ziyarat, Halaman 126 – 127.
[9] Wasail Asy-Syiah, Jilid 14, Halaman 428 – 442.
[10] Ibid, Jilid 14, Halaman 458.
[11] Ibid, Halaman 459 – 479.
[12] Ibid, Halaman 478, Bab 56, Kitab Haji.
[13] Ibid, Halaman 478, Hadis ke-19.643.
[14] Dalam kitab Al-Mazar.
[15] Dalam kitab Tahdzib Al-Ahkam dan Mishbah Al-Mutahajjid.
[16] Dalam kitab Iqbal Al’A’mal.
[17] Dalam kitab Muntahal Mathlab.
[18] Dalam kitab Al-Mazar.
[19] Dalam kitab Al-Balad Al-Amin dan Al-Mishbah.
[20] Dalam kitab Raudlah Al-Muttaqin.
[21] Dalam kitab Bihar Al-Anwar dan Miladz Al-Akhyar.