Adab Berintegritas Bagian I
Santun Buah Kedamaian Hati
Hati manusia yang damai, diorientasikan kepada seseorang jika berhadapan dengan orang lain bersikap murah hati, wajah yang senantiasa ceria, tersenyum dengan bahasa lemah lembut apabila bertemu lawan bicaranya dimana dan dengan siapa pun. Kalimat yang diucapkan penuh dengan kasih sayang dan kebaikan. Imam Jakfar Shodiq sa menjabarkan mengenai bagaimana suasana hati seseorang yang damai ketika salah satu dari muridnya menanyakan hal itu. Beliau menjelaskan suasana hati manusia yang damai ketika memperlakukan saudaranya dengan penuh toleransi dan kasih sayang, retorikanya halus dan lembut serta tidak kotor, dan menyambut dengan keceriaan ketika bertemu.
Dalam ayat Al-Qur’an (baca: 3;159) sebelumnya sudah kita pelajari bersama-sama, bahwa Allah SWT telah memberikan rahmat kepada kita agar berperilaku baik dan menggunakan bahasa yang halus dan lembut terhadap sesama. Dalam ayat tersebut dijelaskan apabila kita berbuat kasar dalam perilaku maupun ucapan maka masyarakat akan menjauh dari kita. Almarhum Syaikh Thabarsi dalam buku tafsirnya yang berjudul Majma’ Al-Bayan menafsirkan ayat itu bahwa terdapat dua perilaku faddhan dan ghalidhal qalb yaitu kasar tutur katanya dan kasar dalam perilaku yang disebabkan kerasnya hati.
Kronologi turunnya ayat diatas mempunyai korelasi dengan perang Uhud yang merupakan tekanan tersulit dari pihak lawan dan kawan bagi Rasulallah. Peperangan melawan musyrikin Quraisy dipimpin langsung oleh Rasulallah dan Abu Sufyan sebagai pemimpin kaum musyrik Quraisy. Perang tersebut merupakan konflik internal dalam negeri Arab kala itu. Perang tersebut terjadi setelah perang Badr kurang lebih satu tahun lamanya. Umat Islam banyak mengalami kerugian, korban jiwa dan syahidnya Sayyidina Hamzah paman Nabi.
Menariknya, dari kelanjutan ayat diatas Allah SWT memberikan solusi terhadap dampak dari konflik internal tersebut. Nabi diperintahkan untuk memaafkan perbuatan orang-orang tersebut dengan sepenuh hati dan mengampuninya, serta bermusyarawah apabila terdapat perkara yang sedang dipermasalahkan.
Wilayah Najd Arab Saudi sekarang dan sekitarnya diduduki oleh kaum Quraisy turun temurun yang juga merupakan leluhur Nabi Muhammad, Nabi Ibrahim as. Kerasnya hati mereka membangun sebuah peradaban dan kebudayaan jahiliyah disana. Menurut para ahli sejarah Nabi dikirim ke negeri tersebut karena disanalah tempat adab manusia mengalami degradasi yang sangat drastis dibanding tempat lain. Namun, positifnya dari negeri itu pula adab kenabian tersebar keseluruh dunia. Kesyahidan Sayyidina Hamzah membuat kepanikan umat Islam dan Nabi memerintahkan Imam Ali sa untuk segera turun ke medan perang demi tegaknya syariat Islam. Nabi Muhammad SAW yang mempunyai integritas adab yang tinggi memaafkan musuh-musuhnya, merangkul dan bermusyawarah serta mengajak musyrikin Quraisy memeluk agama Islam.
Retorika Berkeadaban
Retorika Rasulallah dalam mengajak kaum musyrik Quraisy ke jalan yang benar dapat direfleksikan kepada penguasa yang zalim, tamak, bengis dan ambisi dengan kekuasaannya. Kejadian yang sudah terjadi dalam masyarakat kita tak jauh berbeda dengan perilaku masyarakat jahiliyah Quraisy. Para penguasa negeri atau kelompok masyarakat yang mempunyai sifat jahiliyah pun tak sedikit. Retorika adab yang telah Nabi praktekkan dapat kita ikuti. Hanya adablah yang dapat memperbaiki peradaban dan budaya moralitas kita yang sudah hampir punah ini. Pastinya perlu perjuangan, waktu dan usaha keras untuk mendidikasikan suri tauladan Nabi Muhammad SAW.
Allah SWT dalam firman-Nya melarang kita memalingkan wajah dengan sikap yang sombong dan angkuh (baca: 31:18-19). Retorika kita kepada orang lain dapat mempengaruhi sikapnya kepada kita. Ketika Fir’aun yang zalim diajak bicara oleh Nabi Musa as bersama Harun saudaranya atas perintah Allah SWT. Mereka mengingatkan Fir’aun akan akibat dari perbuatannya dengan santun dan penuh keikhlasan agar segera bertobat. Namun, kerasnya hati Fir’aun enggan menerima kebenaran dan Allah SWT menenggelamkannya di tengah lautan sebagai balasan.
Musyawarah dan retorika Nabi Muhammad SAW, Musa dan Isa as banyak diteladani oleh beberapa orang bijak maupun suatu kelompok dalam bernegosiasi dengan rivalnya. Iran suatu negara mayoritas muslim Syiah menjunjung tinggi nilai demokrasi ikut meneladani retorika dan musyawarah cara para nabi sebelumnya. Iran bernegosiasi dengan Amerika untuk mendapatkan jalan tengah terhadap pengayakan nuklir yang sedang dikembangkan. Selain untuk meredam hubungan bilateral rivalnya, Iran ingin memberikan contoh kepada masyarakat dunia bahwa negaranya mampu mendedikasikan uswatun hasanah Nabi Muhammad SAW.
Retorika berkeadaban ini juga dilakukan oleh para petinggi negera kita. Sebagai contoh Presiden Ir. Soekarno mendedikasikan uswatun hasanah Nabi dengan bermusyawarah bersama negara rivalnya Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Hasil dari dedikasi tersebut negara Indonesia diproklamirkan sebagai negara yang merdeka. Kedudukan para penguasa atau suatu kelompok di Indonesia juga perlu disikapi dengan hal yang sama. Kita semua masyarakat, para ulama’ dan cendikiawan Indonesia harus mempunyai suri tauladan para Nabi agar dapat mendedikasikannya dalam menghadapi para penguasa yang zalim, bengis, otoriter dan haus akan kekayaan.
Bersambung.. .
Oleh: H. A. Shahab