Belajar dari Asyuro; Membangun Keluarga yang Tangguh dan Memiliki Satu Visi
Asyura ialah madrasah yang mengajarkan berbagai ilmu tentang kehidupan. Banyak pelajaran yang bisa kita dapati dari madrasah Asyura, salah satunya ialah berkaitan dengan keluarga. Dalam madrasah Asyura digambarkan tentang sebuah keluarga yang memiliki satu visi dalam membela kebenaran. Dan, bagaimana sebuah keluarga sangat tangguh dalam menghadapi ujian berat demi menjalankan perintah Allah Swt.
Ayah dan ibu, suami dan istri, anak-anak, paman dan bibi, juga keponakan-keponakan, semuanya saling bahu membahu dalam perjuangan Asyura. Ini sungguh pemandangan yang sangat luar biasa, sebuah keluarga memiliki visi yang dalam membela kebenaran dan melawan kebatilan. Bahkan, tak terkecuali Ali Ashgar sang bayi mungil, juga Ruqayyah sang gadis kecil, turut terlibat di dalamnya. Karena Asyura merupakan sebuah madrasah, maka apa pun yang terjadi di Asyura adalah pelajaran yang harus kita teladani. Pada setiap era, akan muncul keluarga-keluarga seperti keluarga al-Husein as.
Di zaman sekarang, dengan bom informasi yang tak terkendali, sebuah keluarga akan kesulitan untuk membentuk keluarga yang memiliki satu visi. Berbagai informasi tentang budaya, gaya hidup, dan pemikiran akan menyerang keluarga dari berbagai arah. Tentu, kita mengetahui bahwa menelaah tragedy Asyura bukan sekedar nostalgia sejarah. Lebih dari itu, ialah untuk mengambil pelajaran dan meneladani kehidupan sosok-sosok yang terlibat di dalamnya.
Membangun Pola Pikir Siap Berkorban demi Kebenaran
Imam Husein as telah mengajarkan kepada para orang tua agar membangu pola pikir rela korbankan apa pun demi kebenaran. Dalam mendidik putra-putrinya, orang tua hendaknya sejak dini sudah mengajarkan makna pengorbanan yang benar. Al-Quran pun telah mengisyaratkan hal ini, “Katakanlah, “Jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perdagangan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah serta tempat-tempat tinggal yang kalian sukai, lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” [QS at-Taubah: 24]
Begitu pula, seorang suami pun hendaknya membangun visi yang sama dalam hal ini bersama istrinya, sebelum nantinya mendidik anak-anaknya. Imam Husein as juga mengajarkan bahwa sebelum mengajarkan sikap rela berkorban demi menjalankan perintah Allah, sebagai orang tua terlebih dahulu harus memiliki pola pikir tersebut. Ucapan terakhir beliau di tempat terbunuhnya, “Ya Tuhan, aku ridho dengan keridhoan-Mu, dan aku menerima perintah-Mu,” menunjukkan hal tersebut.
Begitu juga, saat saudaranya, Muhamad bin Hanafiyah menagih janjinya bahwa beliau akan mempertimbangkan sarannya untuk tidak berangat ke Karbala, beliau menjawab, “Aku tadi malam bermimpi bertemu kakekku, Rasulullah saw, di mana beliau bersabda, “Wahai Husein, keluarlah, karena sesungguhnya Allah menginginkanmu terbunuh.”
Kemudian Muhamad bin Hanafiyah pun bertanya kembali, kenapa membawa anak-anak dan perempuan? Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah menghendaki melihat mereka dalam keadaan ditawan.”[Al-Luhuf, hal 38]
Bahkan, saat menyaksikan bayi mungilnya, Ali Ashgar syahid terpanah saat berada di kedua tanggannya, beliau mengatakan, “Musibah ini terasa ringan bagiku karena disaksikan Allah”[Nafsul Mahmum, hal 244]
Menanamkan Ketangguhan dalam Menghadapi Ujian
Ketangguhan dalam menghadapi ujian hidup tidaklah didapati dengan instan. Karakter tersebut muncul karena dipupuk dan ditanamkan sejak dini. Hidup serba modern seperti sekarang, jika tidak dibarengi dengan pendidikan yang tepat, akan melahirkan generasi yang rapuh. Banyak hal dilakukan serba instan menyebabkan para manusia pun tidak tangguh dalam menghadapi kesulitan. Inginnya serba cepat dan mentalnya rapuh saat hadapi kesulitan. Madrasah Asyuro telah mengajarkan ketangguhan dan kesabaran dalam hadapi kesulitan. Bersedih, atau menangis itu dibolehkan saat menghadapi ujian dan musibah, namun jangan sampai berlebihan. Ucapan Imam Husein as, “Wahai para saudariku, wahai Ummu Kultsum, engkau wahai Zainab, engkau wahai Fathimah, Engkau wahai Rubab, ingatlah kalian, jika aku terbunuh maka jangan sampai mencakar wajah kalian, dan jangan sampai mengucapkan kata-kata yang tidak pantas dengan kedudukan kalian,” mengajarkan agar tetap tangguh dan dapat mengendalikan diri saat menghadapi ujian. [Irsyad, jil 2, hal 97]
Tentunya, pesan tersebut tidak dikhususkan untuk para perempuan Asyura saja. Namun, di balik itu juga terdapat pesan yang umum bagi kita semua. Nah, kita juga sebagai orang tua hendaknya menanamkan ketangguhan kepada anak-anak sejak dini. Dalam pesan tersebut Imam Husein as juga telah berpesan kepada Rubab, istrinya. Itu artinya, seorang kepala keluarga memiliki kewajiban untuk mendidik anak dan istrinya untuk menjadi pribadi-pribadi yang tangguh.
Dalam sebuah riwayat Imam Sajjad as yang telah berkata kepad Nu’man Munzir Mada’ini bahwa beliau berkata, “Kepala para syuhada dihadapkan kepada para wanita, kepala Imam Husein as, dan Abbas di depan mata Zainab al-Kubro, dan Ummu Kultsum. Kepala Ali Akbar dan Qosim di depan mata Sukainah dan Fathimah… Kami di tempatkan di tempat yang beratap, di tengah panasnya siang hari dan panasnya malam hari.” Itu semua gambaran akan ketangguhan keluarga yang terlibat dalam tragedi Asyura, yang patut kita teladani.
Menanamkan Jiwa Pengabdian
Mungkin hal ini tidak langsung dari tragedi Asyura. Namun, berkat didikan seorang ibu, muncullah generasi pengabdi kepada sang imam zamanya. Pengabdiannya sangat luar biasa, yang pada saat sakit pun tidak ingin memikirkan dirinya demi sang imamnya. Dialah Abu Fadhl Abbas, sang pahlawan Karbala, pengabdi sejati al-Husein as. Jika bukan karena didikan ibundanya, Ummul Banin, mungkin belum tentu Abu Fadhl Abbas menjadi sosok agung seperti itu. Itulah yang harus diteladani oleh para ibu, dalam mendidik putra-putrinya. Dengan pola didiknya, Ummul Banin telah mencetak Abbas menjadi sosok luar biasa.
Sejak mata Abbas melihat dunia, ibundanya, Ummul Banin telah menanamkan dan memperkenalkan kepadanya bahwa al-Husein as merupakan pemimpimnya. Pola didik seperti itulah yang menyebabkan Abbas selalu mengetahui posisinya di hadapan al-Husein as. Benar-benar pengabdi sejati. Lihatlah, bagaimana Abbas tidak meminum air meski kehausan karena ingat akan rasa haus imam Zamannya, Imam Husein as.
Lihatlah, saat dalam posisi kesakitan karena terluka pun, Abbas tetap memikirkan Imamnya. Pada saat mendekati ajalnya, dengan keadaan tangan terputus dan menahan rasa sakit, Imam Husein as berusaha meletakkan kepala Abbas di pangkuannya. Namun, berkali-kali Abbas menarik kepalanya dan tidak membiarkan Imam Husein as melakukan hal tersebut. Saat Imam Husein as, bertanya tentang sebab sikapnya tersebut, Abbas menjawab, “Wahai pemimpinku, saat ajalmu tidak ada yang memangku kepalamu. Biarkan kepalaku di atas pasir. Di samping itu, aku adalah hambamu, dan engkau adalah pemimpimku.”
Subhanallah… sungguh luar biasa pribadi Abbas. Itulah di antara pelajaran yang dapat kita ambil dari peristiwa Asyura dalam membangun keluarga yang tangguh dan memiliki satu visi. Membangun pola pikir yang sama dapat membentuk keluarga yang memiliki satu visi. [Euis Daryati MA]