Karbala kita saat ini
Umat Muslim di seluruh dunia sedang memperingati syahidnya Imam Hussain yang agung, serta anggota keluarga Nabi Muhammad dan para sahabatnya pada tahun 61 Hijriah (680 Masehi). Kenangan ini tetap kuat meskipun telah berlalu sekitar 1400 tahun. Setiap tahun rasanya seperti baru saja terjadi.
Bagaimana kita menjaga ingatan tentang Karbala tetap hidup? Bagaimana kita memberikan penghormatan terbaik kepada beliau dan keluarganya, serta kelompok kecil penolongnya? Cara terbaik adalah dengan mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh beliau – untuk tetap teguh dalam kesulitan, berdiri untuk kebenaran dan keadilan, mencintai dan mengikuti Allah Yang Maha Kuasa serta Nabi Muhammad. Mencintai dan mengingat Imam Hussain adalah mencintai Nabi Muhammad. Namun, cinta ini harus diterjemahkan ke dalam tindakan.
Tahun ini, Asyura (hari ke-10 bulan Muharram) jatuh pada pertengahan pekan. Sementara banyak orang di sekitar kita mungkin sedang menikmati ‘akhir pekan yang menyenangkan’, tapi hari ini tetap menjadi hari yang penuh kesedihan – sebenarnya hari yang paling menyedihkan dalam kalender Islam.Kita beruntung memiliki keluarga di sekitar, Imam Hussain, cucu Nabi Muhammad, kehilangan hampir seluruh anggota keluarga dewasanya. Saat kita bermain dengan anak-anak kita, mari kita ingat bahwa beliau mengorbankan dua putranya – termasuk Ali Asghar yang berusia 6 bulan, yang dibunuh oleh musuh di pelukannya, saat beliau meminta air untuk bayi beliau, dan putranya yang berusia 18 tahun, Ali Akbar.
Beliau juga kehilangan saudaranya Abbas, keponakannya Qasim, Awn, dan Muhammad demi melindungi prinsip-prinsip Islam dan moral.
Setelah beliau sendiri dibunuh dengan brutal, tenda-tenda keluarga beliau yang tersisa dibakar. Tubuh mereka dipenggal dan diletakkan di tombak. Wanita dan anak-anak dari keluarganya dan para sahabatnya dipaksa meninggalkan tenda-tenda yang terbakar dan dijadikan tawanan, lalu diparadekan melalui pasar-pasar di berbagai kota dari Karbala menuju Damaskus, di mana saudari beliau yang pemberani dan cucu perempuan Nabi Muhammad, Zainab, berdiri melawan pemimpin tiran, Yazid. Di antara para tawanan adalah satu-satunya anggota keluarga dewasa yang selamat, Ali (Zainul Abidin – Imam ke-4). Dibiarkan hidup hanya karena beliau terlalu sakit untuk ikut serta dalam pertempuran melawan para tiran. Para tawanan ditempatkan di penjara bawah tanah di Damaskus. Langit-langitnya begitu rendah sehingga mereka harus berdiri dan berjalan membungkuk.
Hari Asyura adalah kesempatan, bukan penghalang, untuk memperkuat dialog lintas agama dan intra-agama. Namun, banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk menyatukan berbagai pihak.
Umat Muslim Syiah sebaiknya tidak membatasi program Muharram hanya untuk komunitas Syiah – yang merupakan praktik yang umum dilakukan oleh mayoritas. Harus ada dialog di tingkat ulama, serta di tingkat komunitas. Dialog ini harus mencakup kunjungan para ulama Syiah ke masjid-masjid Sunni selama Muharram untuk memberikan ceramah tentang pengorbanan besar Imam Hussain. Sebaliknya, umat Sunni harus diundang ke masjid-masjid Syiah untuk mengamati dan berpartisipasi dalam peringatan tersebut. Umat Muslim Syiah perlu menyesuaikan program mereka untuk memastikan saudara-saudara Sunni mereka turut menjadi bagian dari peringatan tersebut. Banyak cara melakukan hal tersebut, salah satunya melalui pendekatan budaya Nusantara seperti tradisi tabut dsb.
Imam Hussain sendiri beberapa kali menyatakan di Karbala bahwa pengorbanannya adalah untuk ‘melindungi agama kakeknya’, Nabi Muhammad. Namun pelajaran yang diambil dari Karbala tidak terbatas pada umat Muslim. Pelajaran tersebut berlaku juga untuk semua manusia.
Kita melihat penguasa tiran di sekeliling kita hari ini. Kita melihat ketidakadilan dan penindasan di sekeliling kita hari ini. Saya tidak menyarankan kita untuk terbunuh dalam memerangi penindasan atau penguasa tiran, tetapi kita perlu keluar dari zona nyaman kita dan bertanya apakah kita sudah melakukan bagian kita. Tetap diam di hadapan penindasan dan ketidakadilan sama artinya dengan mendukung para tiran dan penindas.
Saya melihat ada yang terlalu sibuk dengan pesan dari Karbala tetapi cenderung mengabaikan pembawanya. Ada pula yang terlalu sibuk dengan pembawa pesan tetapi mengabaikan pesannya.
Bagi saya, ini bukanlah situasi pilihan antara satu atau yang lain. Kita seharusnya belajar dari pelajaran dan pesan yang ada, namun tetap menghormati ingatan akan pembawanya.
Sebagai pengikut dan pecinta dari kakeknya, Nabi Muhammad, mari kita bersama-sama menghormati pengorbanan besar cucunya dan berjanji untuk menjaga pesan tersebut tetap hidup.
Hari ini, Karbala kita ada di Gaza. Penderitaan rakyat Gaza mencerminkan apa yang dialami Imam Hussain, keluarganya, dan sahabat-sahabatnya. Mereka menghadapi serangan dan pengeboman yang tak kenal lelah, rumah mereka dihancurkan, anak-anak mereka menjadi yatim piatu, dan hak-hak dasar mereka diinjak-injak. Seperti Imam Hussain dan rombongannya, mereka memilih mati daripada hidup dalam kehinaan, menunjukkan ketabahan dan keberanian yang luar biasa.
Ketika kita memperingati pengorbanan Imam Hussain, mari kita juga ingat rakyat Gaza dan semua yang menderita di bawah penindasan saat ini. Marilah kita bersuara menentang ketidakadilan dan mendukung mereka yang dengan berani melawan penindasan, seperti yang dilakukan Imam Hussain.
Peristiwa yang terjadi di Gaza serupa dengan apa yang terjadi di Karbala, mengajarkan kepada kita bahwa kita tidak bisa bersikap abu-abu. Berada di sisi orang-orang Gaza adalah berdiri menentang penindasan, sementara tidak melawan Zionisme artinya bersekutu dengan penindas. Tidak ada pilihan tengah-tengah dalam hal ini. Ingatlah, jangan biarkan Gaza ditinggalkan seperti Imam Hussain dulu,sendirian dan tanpa pembela. Semoga semangat keadilan dan belas kasihan yang ditunjukkan Imam Hussain mengilhami kita untuk bertindak dengan keberanian dan integritas di zaman kita sendiri.