Menjawab Soal-soal Seputar Syahadah Fatimah Zahra as
Misteri Ketidakpastian Tanggal Syahadah Fatimah Zahra
Di masa lalu tidak biasa meletakkan titik pada tulisan Arab sehingga antara tulisan Arab سبعین (70) dan تسعین (90) memiliki kemiripan. Oleh karena itu, tidak dapat diketahui pasti syahadah Fatimah Zahra 75 atau 95 hari sepeninggal Nabi saw.
‘Tak dikenal’ adalah kebiasaan yang dibangun oleh Fatimah Zahra as. Sosok perempuan yang tidak hanya memiliki biografi yang belum diungkap sisi-sisinya oleh ahli ilmu dan ulama Islam, bahkan sejarah syahadah dan kuburnya pun tetap tersembunyi.
Salah seorang guru besar dan peneliti sejarah Islam senior Iran, Mohammad Hossein Rajabi Davvani mengkaji syahadah dan persoalan terkait kehidupan Fatimah Zahra as untuk menjelaskan beberapa tanda tanya tentang biografi dan bagaimana syahadah beliau.
Menurutnya, Fadak bukan harta warisan untuk Fatimah Zahra, namun hak milik beliau. Artinya, Nabi saw semasa hidup telah menghadiahkannya kepada putri beliau sehingga menjadi hak milik Fatimah. Maka, Fadak bukan sebagai warisan yang juga dapat diinginkan oleh istri-istri Nabi untuk menerima pembagian darinya.
Persoalan Fadak, bukan karena alasan materinya, namun terdapat alasan lain yang lebih dari itu. Ucapan-ucapan Fatimah Zahra tentang Fadak menuntut persoalan lain yang lebih penting dari hanya sekedar hasil materi darinya. Persoalan yang lebih pening adalah masalah khilafah. Oleh karena itu, ketika tujuannya tidak terwujud pada masa itu, maka Ahlul Bait tidak lagi perlu menginginkannya saat khilafah sudah berada di tangan mereka (Imam Ali).
Persoalan pemakaman Fatimah Zahra pada pertengahan malam juga pembahasan penting. Hal itu berdasarkan wasiat Fatimah sendiri kepada Imam Ali as. Maka bagi umat Islam yang masih memiliki hati nurani dan mereka yang masih sedikit saja meyakini ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya, pertanyaan ini selalu terlontar, kenapa darah daging, kecintaan dan kesayangan Nabi saw yang selalu disebut sebagai penghulu wanita seluruh alam harus dimakamkan di malam hari dan jauh dari pengetahuan umat?
Yang lebih penting juga, Fatimah menekankan bahwa orang-orang yang memegang kekuasaan pasca Nabi saw tidak diperkenankan mengikuti pemakamannya. Karena beliau ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa beliau tidak setuju (memprotes) terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi pasca Nabi saw dan sikap umat. Fatimah tidak ingin memaafkan mereka supaya setiap orang muslim yang mengkaji hal ini mengetahui hakikat yang terjadi saat itu.
Saudara-saudara Fatimah Zahra as
Salah satu pertanyaan yang tidak jarang dilontarkan adalah kenapa informasi tentang keluarga Fatimah di rumah ayahnya sedikit? Apakah beliau tidak memiliki saudara (adik atau kakak lelaki atau perempuan) dan bagaimana sejarah mereka?
Berdasarkan riwayat yang masyhur, Nabi saw memiliki 6 anak dari Khadijah dan 1 anak dari istri beliau Maria Qibtiah. Anak-anak beliau saw dari Khadijah terdiri dari 2 anak laki-laki bernama Qasim dan Abdullah yang oleh kerenanya beliau disebut Abul Qasim. Namun keduanya meninggal dunia saat masih kecil.
Disebutkan juga bahwa beliau saw memiliki 4 orang putri yang menurut sebagian sumber mengatakan selain Fatimah as, mereka adalah anak-anak Khadijah dari suami sebelumnya. Akan tetapi beberapa bukti menunjukkan bahwa mereka semua adalah putri-putri Khadijah dari Nabi saw. Keempatnya bernama Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah Zahra.
Bagaimana kehidupan saudara-saudara Fatimah Zahra?
Zainab dengan keinginan Khadijah menjadi istri anak pamannya sendiri dan memiliki anak bernama Umamah yang saat Fatimah Zahra menjelang syahadah berwasiat kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib supaya menikah dengan keponakannya Umamah karena ia masih dari keluarga sendiri dan dapat menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya yang ditinggalkan.
Ruqayah dan Ummu Kultsum, berdasarkan nukilan dari sumber-sumber Ahlu Sunnah yang kita miliki, masing-masing dengan jarak yang singkat menjadi istri Usman. Ruqayah meninggal saat perang Badar dan setelahnya, Ummu Kultsum menjadi istri Usman. Ummu Kultsum tidak memiliki keturunan.
Apa yang terjadi?
Setelah itu, Imam Ali menikahi Umamah, namun tidak ada catatan dalam sejarah kapan beliau menikah.
Dari Maria Qibtiah, Nabi saw juga memiliki putra bernama Ibrahim yang sangat dicintai. Namun anak tersebut meninggal dunia saat berusia 18 bulan. Allah swt menghendaki keturunan Nabi saw berlanjut melalui jalur Fatimah Zahra dan Imam Ali as.
Fadak hak milik Fatimah Zahra, bukan harta warisan
Apa yang melatarbelakangi kegigihan Fatimah untuk mengambil Fadak? Pada dasarnya kita ingin mengetahui apakah Fadak itu harta warisan Fatimah Zahra?
Harus diperhatikan bahwa Fadak bukan harta warisan, namun Fadak adalah hak milik beliau. Artinya, Nabi saw sendiri semasa hidup memberikan kepada putri beliau. Fadak saat beliau saw hidup telah keluar dari kepemilikan beliau dan menjadi hak milik Fatimah as.
Dengan demikian, tidak ada hal yang disebut warisan sehingga istri-istri Nabi saw juga dapat menuntut atau memperoleh bagian darinya.
Memang benar, khalifah sepeninggal Nabi saw mengendalikan atau tepatnya mengambil seluruh apa yang menjadi milik Fatimah Zahra semasa hidup beliau saw. Fatimah Zahra tetap menuntut dan meminta Fadak kembali, meski Fatimah tidak memiliki ketertarikan terhadap dunia. Karena saat masih memiliki Fadak pun, beliau, suami dan anak-anaknya selama 3 hari berturut-turut hanya berbuka puasa dengan air. Menjelang berbuka, mereka hanya memiliki sepotong roti yang itu pun diberikan kepada orang miskin, anak yatim dan tawanan (lihat QS. Al-Insan [76]: 8).
Antara tidak memiliki ketertarikan terhadap persoalan materi yang juga sangat bernilai dan menyerah pasrah di hadapan kezaliman yang merupakan hal tercela, adalah sebuah pembahasan terpisah. Oleh karena itu, Fatimah Zahra bangkit melawan ketidakadilan yang telah merebut harta yang menjadi hak miliknya.
Khutbah Fadak dinukil oleh Syiah dan Ahlu Sunnah
Di mana saja referensi Khutbah Fadak? Apakah kitab-kitab Ahlu Sunnah juga menyebutkannya?
Khutbah Fadak disebutkan dalam kitab “Kasyful Ghummah Fi Ma’rifatil Aimmah” karya Ali bin Isa Arbali. Tentu saja, masih terdapat sumber-sumber lain yang menyebutkan khutbah ini. Terkait khutbah ini, Arbali menyatakan bahwa ia mengambilnya dari kitab “Saqifah” ulama Ahlu Sunnah terkemuka Abu Bakar Jauhari. Sangat disayangkan, kitab Saqifah ini telah lenyap, namun Ali bin Isa Arbali dan juga Ibnu Abil Hadid dalam kitab Syarah Nahujul Balaghah telah memanfaatkannya. Abu Bakar Jauhari juga menyebutkan khutbah ini dengan menukil dari Umar bin Syubbah. Artinya, khutbah Fadak ini terdapat dalam referensi-referensi Ahlu Sunnah yang dinukil oleh Syiah dan oleh Sunni.
Kenapa Imam Ali as tidak mengambil kembali Fadak saat kekhalifahan beliau?
Berdasarkan sebuah surat yang ditulis untuk Ibnu Abbas, Imam Ali as dan juga Ahlul Bait tidak menunjukkan ketertarikan terhadap Fadak sama sekali dan menuntut pengembaliannya, namun apa yang dilakukan ingin menunjukkan bahwa bila beliau mempermasalahkan pengambilan tersebut, bukan karena persoalan materinya, namun terdapat beberapa alasan yang lebih penting dari itu.
Menurut ucapan Fatimah Zahra tentang Fadak, persoalan yang lebih penting dari pembahasan materinya adalah khilafah yang ingin beliau tuntut. Maka ketika tujuan tersebut tidak terwujud di masa itu, saat memegang khilafah, Ahlul Bait (Imam Ali) merasa tidak perlu lagi ingin mengambil kembali Fadak.
Fatimah Zahra memerangi bid’ah, penyimpangan dan pengkhianatan
Salah satu sisi kepribadian Fatimah Zahra as adalah aktifitas sosial politik beliau. Bagaimana aktifitas politik beliau dilakukan sepeninggal Nabi saw?
Pada jarak waktu singkat yang menurut Syiah maksimal hanya 3 bulan, langkah terpenting yang dilakukan Zahra adalah pembelaan terhadap wilayah atau imamah. Tentunya, langkah tersebut tidak dapat disebut sebagai sebuah gerakan politik murni, namun sebuah gerakan menghadapi bid’ah, penyimpangan dan pengkhianatan yang terjadi sepeninggal Nabi saw, yaitu penyingkiran dan perampasan wilayah atau imamah dari Ahlul Bait.
Maka beliau bangkit melawan pelaku-pelakunya sebagai taklif syar’i yang besar. Apa yang akan terjadi bila beliau tidak melakukan hal itu?
Sekiranya Fatimah Zahra tidak melakukan pembelaan terhadap wilayah dan imamah, tentunya Amirul Mukminin akan menemui syahadah dan imamah akan lenyap sebelum ingin dimulai. Fatimah Zahra menjadikan hakikat imamah dan wilayah Ahlul Bait tampak terang bagi semua orang dan membuatnya eksis serta berkelanjutan. Namun harga yang harus beliau tebus kemazluman yang dialami dan syahadah.
Kenapa Fatimah Zahra dimakamkan pada malam hari?
Hal ini dikarenakan wasiat beliau yang ditujukan kepada Amirul Mukminin Ali supaya umat Islam yang masih memiliki hati nurani dan mereka yang masih sedikit saja meyakini ajaran-ajaran Ilahi dan Rasul-Nya, selalu bertanya-tanya kenapa darah daging, kecintaan dan kesayangan Nabi saw yang sering disebut sebagai penghulu wanita seluruh alam harus dimakamkan di malam hari dan jauh dari pengetahuan umat?
Yang lebih penting lagi, Fatimah menekankan bahwa orang-orang yang mengambil kekuasaan pasca Nabi saw tidak diperkenankan hadir dan mengikuti pemakaman. Kenapa?
Pada dasarnya, beliau ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa beliau tidak setuju (memprotes) terhadap peristiwa-peristiwa dan sikap atau prilaku umat yang terjadi pasca Nabi saw. Fatimah tidak ingin memaafkan mereka supaya setiap orang muslim yang mengkaji hal ini mengetahui dan menyadari hakikat yang terjadi saat itu.
Rahasia ketidakjelasan atau ketidakpastian tanggal syahadah
Salah hal yang menjadi tanda tanya berkenaan dengan kehidupan Fatimah Zahra adalah tanggal syahadah beliau. Kenapa dalam syahadah beliau disebutkan dua tanggal?
Sebagaimana disebutkan dalam sebagian nukilan, karena di masa lalu tidak biasa meletakkan titik pada tulisan Arab dan gigi-gigi hurufnya tidak jelas sehingga antara tulisan Arab سبعین (70) dan تسعین (90) memiliki kemiripan. Oleh karena itu, tidak dapat diketahui pasti syahadah Fatimah Zahra 75 atau 95 hari pasca wafatnya Nabi saw. Dengan demikian, syahadah beliau memiliki dua tanggal yang berbeda (jarak antara perbedaan tanggal syahadah beliau biasa disebut hari-hari Fatimiyah ).
Menurut sebagian ulama dan peneliti, mungkin ini semua sudah menjadi kehendak Allah swt bahwa segala hal yang berkenaan dengan Fatimah Zahra memiliki rahasia. Namun sebagian juga berpandangan bahwa hal tersebut disebabkan karena keteledoran kaum muslimin dan ketidakpedulian mereka terhadap satu-satunya sosok peninggalan Nabi saw. Umat harus mengingat sejarah dan tanggal syahadah beliau sepenuh hati dan jiwa, bukan hanya merujuk kepada sebuah dokumen sehingga kita tidak dapat memastikan apakah 75 atau 95 hari sepeninggal Nabi saw.[Tasnim]IG