Peran Perempuan dalam Kebangkitan al-Husain (Bagian Terakhir)
Dalam artikel ini masih melanjutkan tentang peran perempuan dalam kebangkitan al-Husain pasca tragedi Asyuro, kita menelaah kembali bagaimana peran perempuan di kota Kufah berusaha untuk menyadarkan masyarakat yang telah berkhianat kepada Imam Husein as. Juga, peran cantik Sayidah Zainab as dalam menghadapi penguasa congkak, Yazid bin Muawiyah melalui kata-kata dan argumentasi-argumentasinya yang sangat menohok mampu merubah oponi masyarakat, berbalik membelanya.
Risalah dan Aktifitas Perempuan di Syam
Tugas selanjutnya yang mereka emban adalah menyampaikan misi Asyuro dan mengubah opini umum tentang Ahlulbait Nabi saww di kota Syam. Saat itu, Syam merupakan ibu kota pemerintahan Bani Umayyah. Islam yang dipeluk oleh penduduk Syam adalah Islam yang dibawa dan dikenalkan Muawiyah yang. Muawiyah sejak semula telah membenci Ahlulbait Nabi saww. Maka pandangan mereka terhadap Ahlulbait Nabi saww adalah pandangan yang negatif. Sebagai contoh, dalam sejarah disebutkan bahwa penduduk Syam sangat takjub saat mendengar Imam Ali as dibunuh di mihrab.
Dengan takjub mereka berkata, “Ali juga mendirikan shalat?” Sampai sedemikian rupa anggapan mereka terhadap Imam Ali as dan Ahlulbaitnya. Hal ini disebabkan propaganda busuk Muawiyah yang berhasil meracuni otak dan jiwa penduduk Syam. Ketika mereka mengetahui bahwa rombongan tawanan akan dibawa ke Syam, masyarakat Syam segera mengadakan pesta dengan sangat meriah layaknya pesta hari raya. Pesta ini diselenggarakan atas perintah Yazid bin Muawiyah dengan alasan kemenangan pasukannya di Karbala dan untuk menyambut kedatangan para tawanan Karbala.
Diriwayatkan bahwa ketika rombongan tawanan tiba di istana Yazid bin Muawiyah, mereka meletakan kepala suci Imam Husain as di atas nampan dan nampan itu diletakan di hadapan Yazid bin Muawiyah. Yazid memukul gigi-gigi suci Imam Husain as dengan tongkatnya sembari mengucapkan sya’ir,
“Bani Hasyim (Rasulullah) telah bermain dengan kekuasaan padahal tidak ada berita yang datang dan wahyu yang turun. Andaikan leluhurku yang mati dalam perang Badar menyaksikan keketakutan dan kekalahan kabilah Khazraj maka mereka akan bergembira ria dan memujiku. Kami melakukan perbuatan ini sebagai balasan atas kekalahan kami dalam perang Badar. Sekarang, kedudukan korban kami (di perang Badar) dan kedudukan musuh kami adalah sama. Jangan katakan diriku dari keturunan Khandaf (nama salah satu leluhur Muawiyah) jika aku tidak mampu membalas dendam kepada Bani Ahmad(keturunan Muhammad saww).”
Secara tak sadar, Yazid bin Muawiyah telah membuka kedoknya sendiri melalui syair yang dilantunkannya. Ia menganggap peperangan kaum muslimin dengan kaum musyrikin dalam perang Badar yang telah menyebabkan kematian para leluhurnya adalah perang antar suku. Bukan perang antara hak dan batil. Pantaskah orang semacam ini menduduki tampuk kepemimpinan Islam, apalagi mengaku sebagai khalifah Rasul saww atas kaum muslimin?
Hati Zainab as amat tersayat saat menyaksikan perlakuan Yazid terhadap kepala suci Imam Husain as. Kemudian dengan suara pilu beliau berkata, “Wahai Husain, wahai putra Rasul, wahai putra Mekah dan Madinah, wahai putra Fathimah penghulu para wanita dan wahai putra Muhammad manusia pilihan Allah Swt.”
Orang-orang yang hadir di tempat itu tersentuh hatinya hingga mereka pun menangis. Bahkan Yazid pun diam seribu bahasa. Lalu Zainab as menyampaikan khutbah Ghara’ di hadapan Yazid dengan tujuan menyampaikan kepada Yazid dan khalayak umum tentang kedudukan agung Rasul saw dan menunjukkan kepada mereka bahwa kesabaran para tawanan adalah demi keridhoan Allah Swt, bukan karena rasa takut. Dengan bahasa yang sangat fasih Zainab as menyampaikan khutbah tersebut. Adapun isi khutbah beliau adalah sebagai berikut;
1. Peringatan kepada Yazid bin Muawiyah agar tidak menganggap musibah yang telah ia timpakan kepada mereka sebagai sebuah kemenangan.
2. Peringatan kepada Yazid bin Muawiyah akan perlakuan buruknya kepada para tawanan khususnya para perempuan.
3. Memberitahukan kepada khalayak umum tentang jati diri Yazid bin Muawiyah. Ialah adalah cucu dari Hindun neneknya yang telah memakan hati Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Rasul) dalam perang Uhud.
4. Mengenalkan kepada para hadirin tentang kedudukan Imam Husain as di sisi Rasul saww.
5. Mengingatkan pahala yang diberikan Allah Swt kepada para syuhada.
6. Mengingatkan nasib dan siksaan yang akan menimpa orang-orang yang telah berbuat zalim, khususnya pembunuhan yang mereka lakukan terhadap hujjah Allah Swt di muka bumi.
Ajaib, Yazid bin Muawiyah yang memegang tampuk kekuasaan Islam saat itu hanya diam seribu bahasa. Ia tidak mampu berkata sepatah kata pun saat mendengar khutbah Zainab as. Padahal ia bisa saja memerintahkan bawahannya untuk menghentikan khutbah tersebut. Ia tak mampu berbuat sesuatu karena kewibawaan yang dimiliki oleh Zainab as. Khutbah Zainab al-Kubro itu terus mengiang-ngiang di telinga Yazid.
Diriwayatkan bahwa ketika salah satu sahabat Nabi saww yang berumur panjang, melihat Yazid memukul-mukulkan tongkatnya ke gigi suci Imam Husain as, dengan takjub ia berkata, “Engkau memukul gigi Husain dengan kayu ini? Aku melihat kayumu mengenai bagian yang sering dicium oleh Rasulullah saww. Ingatlah wahai Yazid, pada hari kiamat engkau akan datang dengan Ibnu Ziyad sebagai pensyafa’atmu dan kepala suci ini akan datang sedang Rasulullah saw sebagai pensyafa’atnya.”
Kemudian Yazid memerintahkan tentaranya untuk menempatkan para tawanan di tempat terbuka. Wajah-wajah suci mereka terbakar teriknya matahari. Namun mereka tetap mengadakan majlis duka untuk Imam Husain as kendati kondisi mereka sangat sulit. Setelah itu, bukan para tawanan saja yang mengadakan majlis duka atas kesyahidan Imam Husain as tetapi para perempuan bani Umayah dan masyarakat Syam pun mengadakan majlis duka yang sama. Khutbah Zainab as telah mampu menyadarkan masyarakat Syam yang tidur dalam kelalain. Beliau telah membuka kedok kejahatan Yazid di hadapan masyarakat Syam dan mengingatkan mereka tentang Ahlulbait Nabi saww. Tidak sampai di situ, Yazid pun menjadi ketakutan menyaksikan kondisi yang ada, sampai akhirnya ia menyatakan penyesalan atas pembunuhan Imam Husain as dan melemparkan kejahatan tersebut kepada Ibnu Ziyad, gubernurnya.