Peran Suami dalam Membangun Keluarga Ideal dalam Perspektif Imam Ali Ar-Ridha as
Euis Daryati,MA
Imam Ali ar-Ridha as, “Orang yang paling dekat duduk denganku di hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya dan paling baik terhadap keluarganya.” (‘Uyun Akhbar ar-Ridha, jil.2, hal. 38)
Untuk membangun sebuah keluarga ideal, tentunya perlu kerjasama suami-istri dalam memperjuangkannya. Peran perempuan dalam rumah tangga sebagai istri dan ibu, juga peran laki-laki sebagai suami dan ayah memberikan kontribusi dan porsi yang berbeda dari peran tersebut dalam keluarga. Dalam tulisan ini, kita akan mencoba melihat perspektif Imam Ali ar-Ridha terkait peran suami dalam membangun keluarga ideal.
Perhatian Imam Ali ar-Ridha as terhadap Keluarga
Di antara pesan yang beliau sampaikan kepada umatnya adalah supaya menikah dengan pasangan yang saleh atau salehah, menaruh perhatian serius selama masa kehamilan, memberikan nama yang baik pada anak, menyayangi dan memuliakan anak kecil, dan lain sebagainya. Disebutkan, Imam Ali ar-Ridha selalu berusaha menjalin keakraban dengan sanak saudara dan orang-orang di sekitarnya. Tiap kali memiliki waktu luang, beliau selalu mengumpulkan para saudara dan orang-orang sekitarnya, baik yang tua maupun muda untuk mengobrol dan bercengkrama.
Perlakukan Terbaik dan Lemah Lembut Terhadap Keluarga
Sebagai manusia biasa, tentunya pasangan suami-istri bukanlah manusia sempurna. Juga mereka sangat jarang akan mendapatkan pasangan yang sempurna, namun bagaimana menerima pasangan dengan sempurna dengan semua kekurangan dan kelebihannya. Di antaranya adalah bagaimana seorang suami memperlakukan istri dan anaknya dengan baik. Hal ini pun telah ditegaskan dalam Alquran.
وَعاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً
“Dan bergaullah dengan mereka secara ‘ma’ruf’/patut/baik. Maka jika kamu tidak menyukai mereka, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S. An-Nisa:19)
Dalam ayat tersebut, perintah memperlakukan istri dengan baik bukan saat suami sangat mencintainya atau menyukainya saja, atau misalnya si istri sangat baik. Bahkan dalam keadaan suami kurang menyukai istrinya pun entah karena perilakunya, ataupun lainnya, Alquran memerintahkan agar tetap berlaku baik kepadanya. Artinya bahwa apa yang suami lihat dari istrinya, ataupun perilaku istrinya sekarang ini, maka tidak dapat langsung dihukumi buruk, namun bisa jadi kedepannya akan menjadi lebih baik atau ada hikmahnya di balik itu semuanya.
Dalam hal ini, Imam Ali ar-Ridha as sangat menekankan kepada para suami agar memperlakukan istrinya dan anaknya dengan baik, agar berlaku lemah lembut kepada mereka. Bahkan beliau telah langsung memberikan contohnya. Akhlak baik dan perilaku lembut terhadap keluarga sebagai indikator seseorang yang paling baik imannya, atau indikator suami paling beriman.
أَحْسَنُ النَّاسِ إِیمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً وَ أَلْطَفُهُمْ بِأَهْلِهِ وَ أَنَا أَلْطَفُکمْ بِأَهْلِی
Imam Ali ar-Ridha as, “Orang yang paling baik imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya dan paling baik/paling lembut terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik/paling lembut di antara kalian dengan keluargaku.” (‘Uyun Akhbar ar-Ridha, jil.2, hal. 38)
Tentunya efek perilaku baik dan kelembutan terhadap keluarga akan menumbuhkan kasih sayang, kehangatan dalam keluarga yang akan menarik keberkahan. Ini efek yang akan didapat dalam kehidupan dunia. Di akhirat pun seorang suami yang memperlakukan dengan baik dan lembut keluarganya maka di akhirat akan duduk berdampingan dengan Imam Ali ar-Ridha as.
أَقْرَبُکمْ مِنِّی مَجْلِساً یوْمَ الْقِیامَةِ أَحْسَنُکمْ خُلُقاً وَ خَیرُکمْ لِأَهْلِه
Imam Ali ar-Ridha as, “Orang yang paling dekat duduk denganku di antara kalian di hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya dan paling baik di antara kamu dengan keluarganya.” (‘Uyun Akhbar ar-Ridha, jil.2, hal. 38)
Siapa yang tidak ingin duduk berdampingan dengan Imam Ali ar-Ridha di akhirat, pastinya semuanya berkeinginan mendapatkan keistimewaan tersebut. Keistimewaan itu didapatkan karena memperlakukan istri dan anak dengan baik dan lembut.
Bekerja Keras untuk Kesejahteraan Keluarga
Salah satu kewajiban suami adalah menafkahi istri dan anak, pada dataran hukum fikih sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan istri dan anaknya. Bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sejahterakan keluarga, tidak hanya dipandang sebatas kewajiban saja, namun merupakan amal shaleh yang pahalanya sangat besar. Allah SWT akan memberi keberkahan pada setiap nafkah yang diberikan seseorang suami kepada keluarganya, juga Allah SWT akan menggantinya dengan rezeki yang lebih baik lagi. Allah SWT juga menyamakan bekerja mencari nafkah dengan berjihad di medan perang. Sehingga jika seseorang yang wafat sedang bekerja mencari nafkah maka matinya adalah mati syahid.
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ
Artinya:
Rasulullah Saw, “Sungguh tidaklah engkau memberikan nafkah dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari no. 56).
Hadis ini menunjukkan bahwa mencari nafkah bisa mendapat pahala jika diniatkan dengan ikhlas untuk meraih ridha Allah. Namun jika itu hanya aktivitas harian semata, atau hanya sekedar kewajiban suami, belum tentu berbuah pahala.
Kerja keras dan keringat seorang suami untuk keluarganya adalah sebagai bentuk tanggungjawab dan bukti cinta kepada keluarganya, tidak peduli apa jenis pekerjaannya, ataupun berapa yang didapatkannya. Tidak akan merasa gengsi dengan jenis pekerjaan apapun yang penting halal untuk menghidupi keluarganya. Idealnya seperti inilah seorang laki-laki sebagai suami dan ayah dalam keluarganya. Terkait hal ini Imam Ali ar-Ridha pun telah menyampaikannya.
وَ قَالَ اَلرِّضَا عَلَيْهِ اَلسَّلاَمُ : «مَنْ أَصْبَحَ مُعَافًى فِي بَدَنِهِ مُخَلًّى فِي سَرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ اَلدُّنْيَا»
Imam Ali ar-Ridha as, “Barangsiapa yang bangun di pagi hari sehat di tubuhnya, pikirannya tenang, memiliki rezeki hari itu, maka kebaikan dunia untuknya (terpenuhi kesejateraan hidupnya). (Man la Yahdhurul Faqih, jil.4, hal, 419)
وَ قَالَ عَلَيْهِ اَلسَّلاَمُ : صَاحِبُ اَلنِّعْمَةِ يَجِبُ أَنْ يُوَسِّعَ عَلَى عِيَالِهِ
Imam Ali ar-Ridha as, “Pemilik nikmat maka harus meluaskan (mensejahterakan) keluarganya.” (Tuhaful Uqul, jil.1, hal.466)
Dalam hadis tersebut, beliau menyampaikan tentang usaha seorang suami untuk mensejahterakan keluarganya, bangga dan bahagia karena bertanggungjawab terhadap keluarganya. Seorang suami yang bukan saja tidak akan menyia-nyiakan keluarganya secara ekonomi, namun akan terus bekerja keras memberikan kecukupan secara ekonomi, karena itu sebagai kebaikan dan ibadah.
وَ قَالَ أَبُو اَلْحَسَنِ اَلرِّضَا عَلَيْهِ اَلسَّلاَمُ : «يَنْبَغِي لِلرَّجُلِ أَنْ يُوَسِّعَ عَلَى عِيَالِهِ
Imam Ali ar-Ridha as, “Hendaklah seorang laki-laki berusaha untuk meluaskan (mensejahterakan) keluarganya…” (Man la Yahdhurul Faqih, jil.2, ha.377)
Berpenampilan Menarik di Hadapan Pasangan
Selama ini yang kita dengar bahwa seorang istri harus menjaga penampilannya di hadapan suaminya agar tetap cantik dan menarik. Munculnya beragam scincare agar tetap glowing itu salah satu faktornya karena perempuan sebagai istri ingin tetap cantik di hadapan suami, agar suami tidak melirik perempuan, tidak selingkuh, atau lainnya. Meskipun sejatinya perempuan itu juga harus tetap cantik untuk dirinya bukan hanya untuk yang lainnya, karena itu merupakan privilege atau nilai lebih bagi dirinya dengan cara menjaga dirinya. Karena tampil cantik dan menarik dapat menambah cinta suami itu adalah bonus semata.
Namun ini di luar kebiasaan, Imam Ali ar-Ridha as menganjurkan kepada para suami agar tetap tampil menarik di hadapan para istri. Beliau bukan saja memerintahkan, namun juga mencontohkan langsung.
Hasan bin Jaham berkata, “Suatu hari aku menemui Imam Ali ar-Ridha as dan mendapati beliau telah mewarnai rambutnya. Aku berkata, “Wahai Imam, engkau telah mewarnai rambut?”. Beliau menjawab, “Mewarnai rambut memiliki pahala. Mewarnai rambut dan menjaga penampilan akan menambah iffah (kehormatan) istri. Sebagian istri tidak menjaga kehormatan dirinya karena suaminya tidak menjaga penampilannya.” (Biharul Anwar, jil.73, hal.100)
Bahkan dalam hadis lain Imam Ali ar-Ridha as berkata bahwa para istri Bani Israil tidak menjaga kehormatan mereka karena para suami tidak menjaga penampilannya. Sebagaimana para suami ingin istrinya tampil menarik di hadapannya, maka istri pun ingin suaminya tampil menarik di hadapannya.” (Biharul Anwar, jil.73, hal.147)
Perhatian terhadap Pendidikan Anak
Pada tahapan awal, tugas laki-laki sebagai suami adalah mendidik keluarganya, istri dan anaknya.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.” (Q.S. At-Tahrim:6)
Dalam menafsirkan ayat tersebut Imam Ali as menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan menjaga dari api neraka adalah mendidiknya. Tanggungjawab pendidikan keluarga berada di tangan suami. Atau suami pertama mendidik istrinya yang akan menjadi ibu dari anaknya. Dikarenakan masa kehamilan, masa menyusui, usia dini anak itu intensitas waktu bersama ibunya lebih banyak, maka seiring banyaknya waktu kebersamaan anak dan ibu, pendidikan tentunya lebih banyak dari ibu. Karena itu ibu sebagai ‘madrasul ula’ atau madrasah pertama bagi anak. Namun, ini bukan berarti ayah tidak memiliki peran penting dalam pendidikan.
Ayah dan ibu masing-masing punya kontribusi dan porsi masing-masing dalam pendidikan anak. Bahkan perhatian ayah kepada anak pun sangat berpengaruh terhadap karakter anak. Anak yang hanya dididik oleh ibunya dengan anak yang dididik oleh ayah dan ibunya tentunya kualitasnya akan berbeda. Anak akan belajar tentang kehidupan yang ril dari peran ayah dan ibunya. Terkait pendidikan anak, Imam Ali ar-Ridha as juga memberikan perhatian khusus. Artinya bahwa bagaimana seorang laki-laki perannya sebagai ayah dapat menjalankan perannya dengan baik dalam pendidikan anaknya.
“Imam Ali ar-Ridha as, “Ajarakan tilawah Alquran di rumah kalian, ketahuilah ketika Alquran dibaca dalam rumah, maka akan dimudahkan urusan penghuninya. Akan membawa keberkahan dan kebaikan, jika tidak maka penghuni rumah akan mengalami kesulitan materi, psikologis dan pikiran.” (Dhurratul Baidha, hal. -21-22)
Itulah di antara beberapa tips dari Imam Ali ar-Ridha as terkait peran laki-laki dan keluarga sebagai suami dan ayah dalam membangun keluarga yang ideal. Tentunya masih terdapat tips lainnya, karena keterbatasan tulisan tidak dapat disampaikan semuanya.