Perspektif Fiqh Jihad Melawan Zionis: Melawan Pendudukan dan Membela yang Tertindas
Annisa Eka Nurfitria, M.Sos Dalam beberapa hari terakhir, jihad Palestina melawan militer dan pemukim Israel di wilayah pendudukan telah menjadi berita utama di seluruh dunia. Penyebaran gambar dan video dari peristiwa ini memunculkan pertanyaan dan keraguan di media sosial tentang batasan jihad dan legitimasi perjuangan tersebut. Artikel ini bertujuan untuk menggali perspektif fiqh tentang jihad melawan Zionis, menyoroti isu-isu penting seperti pengakuan Israel, pencurian identitas sebuah bangsa, dasar fiqh untuk jihad, etika dalam perang, dan prinsip kemanusiaan.
Pengakuan Israel
Meskipun beberapa organisasi internasional mengakui Israel sebagai negara merdeka, tidak ada ulama Syiah dan sebagian besar ulama Sunni yang menerima Israel sebagai negara sah. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa pendirian rezim Zionis diatur oleh kekuatan kolonial, khususnya Inggris. Realitas ini mencerminkan lebih dari 70 tahun pendudukan, perampasan tanah, dan kekejaman yang didukung oleh kekuatan dominan, sementara juga menunjukkan kelemahan dan ketakutan para penguasa negara-negara Islam. Pengakuan internasional terhadap Israel oleh organisasi seperti PBB adalah satu hal, tetapi dari perspektif fiqh, ulama seperti Ayatollah Kashif al-Ghita telah menentangnya sejak awal. Sekitar 70 tahun yang lalu, atau bahkan sebelum pendirian rezim ini, ia mengeluarkan fatwa untuk jihad suci guna membebaskan Palestina, menyerukan tidak hanya kepada orang Arab dan Muslim tetapi juga kepada semua manusia yang berkesadaran untuk ikut dalam jihad ini.
Pencurian Identitas Sebuah Bangsa
Masalah paling kritis di wilayah pendudukan adalah pencurian identitas sebuah bangsa. Selama 70 tahun terakhir, rezim Israel yang tidak sah telah berusaha mengubah identitas sebuah negara. Itulah sebabnya ulama Islam yang sadar dan bijak, baik Syiah maupun Sunni, seperti Imam Khomeini dan Martir Motahari, telah menyerukan kesadaran dan kebangkitan umat Muslim. Mereka menekankan pentingnya mempertahankan identitas dan keberadaan bangsa Palestina yang berdaulat. Ini bukan sekadar masalah pengakuan internasional atau politik global, melainkan upaya untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya dan sejarah yang telah berakar selama berabad-abad.
Dasar Fiqh untuk Jihad
Dasar fiqh untuk jihad melawan Zionis melibatkan perjuangan melawan pendudukan dan membela yang tertindas. Kebijakan ekspansionis Zionis dan slogan mereka untuk menguasai wilayah dari Nil hingga Eufrat mengancam semua pihak, termasuk sekutu mereka saat ini. Ulama seperti Ayatollah Fadlallah telah mengeluarkan fatwa yang melarang segala bentuk interaksi ekonomi dengan rezim ini, menekankan bahwa tidak ada orang yang taat beragama yang seharusnya menerima penghinaan semacam itu. Islam menganggap martabat dan kehormatan sebagai milik Muslim. Menghadapi situasi di mana Muslim dihina, adalah wajib bagi semua Muslim untuk bertindak mengembalikan martabat, termasuk melalui jihad dan perjuangan. Pembelaan tanah mereka oleh Palestina adalah jihad yang sah. Ini bukan hanya untuk Palestina tetapi merupakan tugas kolektif bagi semua Muslim.
Legitimasi Perlawanan Palestina
Pembelaan tanah mereka oleh Palestina adalah jihad yang sah. Ini bukan hanya untuk Palestina tetapi merupakan tugas kolektif bagi semua Muslim. Bahkan operasi yang melibatkan pengorbanan diri dianggap sebagai salah satu bentuk tertinggi dari syahid dalam membela iman, seperti yang didukung oleh Imam Khomeini dan Ayatollah Khamenei, serta ulama Sunni seperti Yusuf al-Qaradawi. Dalam hal ini, pembelaan terhadap tanah air Palestina adalah bukan hanya hak tetapi juga kewajiban. Semua umat Muslim dipanggil untuk mendukung perjuangan ini dengan cara yang sesuai dengan kemampuan dan posisi mereka masing-masing.
Etika dalam Perang
Prinsip-prinsip Islam mengharuskan pertimbangan dalam peperangan, termasuk larangan untuk menyakiti kelompok rentan seperti anak-anak, orang tua, orang sakit, dan wanita. Hal ini sejalan dengan hukum humaniter internasional. Serangan terhadap pemukim bukanlah serangan terhadap orang biasa tetapi terhadap para perampas tanah Palestina, yang tidak memiliki legitimasi untuk tinggal di sana. Prinsip kemanusiaan mengajarkan bahwa meskipun perjuangan itu perlu, pejuang Islam harus mematuhi prinsip-prinsip kemanusiaan
Prinsip Kemanusiaan
Meskipun perjuangan itu perlu, pejuang Islam harus mematuhi prinsip-prinsip kemanusiaan. Imam Ali, dalam Perang Shiffin, menasihati agar tidak mengutuk musuh, menekankan pentingnya menjaga etika bahkan dalam konflik. Prinsip menghindari bahaya bagi kelompok rentan bukanlah absolut; ada pengecualian. Misalnya, seorang wanita tua yang ditangkap oleh kubu Palestina, yang berperan penting dalam mendirikan pemukiman Zionis, tidak bisa dikecualikan dari tanggung jawab hanya karena usianya atau jenis kelaminnya.Ini menunjukkan bahwa dalam perang, setiap individu yang berkontribusi terhadap pendudukan dan penindasan memiliki tanggung jawab dan harus dihadapkan pada konsekuensinya.
Kesimpulan
Perjuangan melawan rezim Zionis didasarkan pada pembelaan terhadap yang tertindas dan pelestarian identitas negara Islam. Fiqh Islam memberikan dasar yang kuat untuk jihad ini, menekankan pentingnya martabat, kehormatan, dan ketaatan pada etika dalam peperangan. Melalui jihad melawan Zionis, umat Muslim diingatkan akan kewajiban mereka untuk mempertahankan tanah, identitas, dan martabat mereka dari kekuatan yang menindas. Perlawanan terhadap pendudukan Zionis bukan hanya masalah politik atau teritorial, tetapi juga masalah moral dan spiritual yang melibatkan seluruh umat Islam di seluruh dunia. Adalah tanggung jawab kolektif umat Muslim untuk mendukung dan membela hak-hak bangsa Palestina, sambil tetap mematuhi prinsip-prinsip kemanusiaan dan etika yang diajarkan oleh Islam.
Melalui perjuangan ini, umat Muslim menunjukkan solidaritas mereka dengan bangsa Palestina dan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan. Jihad melawan Zionis tidak hanya berfungsi sebagai tindakan perlawanan terhadap pendudukan yang tidak sah tetapi juga sebagai perwujudan dari ajaran Islam tentang keadilan, martabat, dan hak asasi manusia. Dengan mempertahankan prinsip-prinsip ini, umat Muslim dapat memberikan contoh tentang bagaimana berperang dengan cara yang etis dan bertanggung jawab, sambil tetap berusaha untuk mengakhiri pendudukan dan penindasan.
Pentingnya menjaga etika dalam peperangan juga mencerminkan komitmen Islam terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Meskipun berada dalam situasi konflik, pejuang Muslim harus terus berpegang pada prinsip-prinsip kemanusiaan dan etika yang telah diajarkan oleh Islam. Hal ini tidak hanya meningkatkan legitimasi perjuangan mereka tetapi juga menginspirasi dukungan dari komunitas internasional yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Dengan demikian, jihad melawan Zionis bukan hanya tentang pertempuran fisik tetapi juga tentang mempertahankan prinsip-prinsip kemanusiaan dan moral yang mendasar.
Dalam pandangan fiqh, jihad melawan Zionis adalah tugas yang mulia dan sah, yang bertujuan untuk mengakhiri pendudukan yang tidak sah dan membela hak-hak yang tertindas. Dengan mempertahankan prinsip-prinsip ini, umat Muslim dapat memainkan peran penting dalam membangun dunia yang lebih adil dan manusiawi, di mana hak-hak semua orang dihormati dan dilindungi. Perjuangan ini tidak hanya penting bagi Palestina tetapi juga bagi seluruh umat manusia, yang berjuang untuk kebebasan, keadilan, dan martabat.