Syahid Muthahhari: Ilmuwan dan Pemikir Agung
Salah seorang anak Syahid Murthada Muthahhari yang belajar di Kanada mengisahkan tentang kehidupan intelektual ayahnya. Menurut putranya, sang Ayah memiliki pemikiran yang khas dan dianggap baru oleh para Profesor di Kanada. Konon, pernah dianggap ‘sombong’ karena tidak menjawab salam dari orang-orang yang menemui beliau di persimpangan jalan. Kenyataannya, setiap saat ayahnya selalu merenungi segala hal, dimanapun dan kapanpun sehingga terkadang tidak mendengar ada yang mengucapkan salam kepadanya.
Ustadz Syahid Ayatullah Muthahhari lahir desa Fariyaman, 13 Bahman tahun 1298 bertepatan dengan 12 Jumadil Awal tahun 1338 H dari keluarga ulama. Setelah melewati masa kanak-kanak, ia belajar di Sekolah Dasar dan pada usia 12 tahun melanjutkan studi ke Hawzah Ilmiyah di kota Mashad. Dalam pengembaraan ilmu di kota Masyhad beliau mempelajari ilmu-ilmu muqadimah dan kemudian melanjutkan ke Hawzah Ilmiyah kota suci Qom, meskipun suasana kebencian kepada para ulama waktu itu sedemikian besarnya karena penagruh propaganda Reza Khan.
Muthahhari muda menyempurnakan pelajaran Hawzah yang dipimpin oleh Ayatullah Syaikh Abdul Karim al-Hairi yang baru saja meninggal. Muthahhari kemudian belajar kepada Ulama-ulama besar di zaman itu. Beliau belajar kepada Ayatullah Burujerdi dalam bidang fikih dan ushul fikih. Dan belajar kepada Imam Khomeini selama 12 tahun dalam bidang filsafat Mulla Sadra, irfan, akhlak dan usul fikih. Kepada Allamah Thabathaba’i dalam ilmu filsafat, Ilahiyat Syifa Ibn Sina dan yang lainnya. Dan juga banyak belajar terhadap ulama-ulama besar lainnya.
Muthahari adalah ulama yang menguasai dalam segala bidang dan memiliki bahasan mendalam dengan bahasa populer dan mudah dipahami. Beliau menulis untuk semua kalangan. Bahkan rajin mencatat segala hal yang dilihatnya dalam setiap keadaan. Dan untuk kalangan intelektual, Muthahhari memilki uraian yang mendalam. Siapapun yang ingin menjadi ekspert dalam bidang filsafat, hendaknya membaca buku-buku Syahid Muthahhari.
Ia adalah filsuf, ulama dan sekaligus aktivis aktif yang telah membaktikan hidupnya untuk Islam. Salah satu kontribusi besar Muthahhari adalah penjelasan dan pemaparan tentang ideologi asli Islam lewat kuliah-kuliah dan kitab-kitabnya. Konon, ia mampu berdebat dan diskusi dengan mereka yang terkontaminasi ajaran marxisme dalam waktu yang berkala dan panjang, tanpa merujuk kepada kitab dan hal itu berkat kebiasaan beliau ber-mubahatsah.
Muthahari banyak menuliskan isu-isu yang hangat diperbincangkan dan masih relevan hingga kini. Masih banyak karya-karyanya yang belum diapresasi terutama pelajaran-pelajaran filsafat yang dirangkum dalam kitab Majmu’ah Atsar.
Pesan Muthahhari Dalam Menelaah Kitab:
“Orang yang banyak membaca kitab yang beragam, seperti hari ini kitab sejarah, besok kitab psikologi dan esoknya kitab politik dan seterusnya, dan di hari lain kitab agama. Ia sama sekali tidak akan bisa mendapatkan apa-apa. Metode yang tepat adalah pertama, seseorang harus menyadari tentang kitab yang dibutuhkan oleh dirinya dan harus memilih kitab-kitab yang memang penting dan tidak melakukan muthala’ah atas segala kitab yang ada di tangannya. Kedua, ingatlah apa yang telah dipelajari, isi kitab dan teliti dengan seksama kemudian timbang kebenarannya dalam memori, apakah berhasil disimpan dalam ingatan atau tidak? Ketiga, setelah isi kitab berhasil di simpan dalam memori, dan tidaklah cukup menelaah sekali, meskipun memori kalian sangat kuat, minimal melakukan penelaah sebanyak dua kali, serta lebih dari dua kali untuk yang memorinya lemah. Dan keempat, pikirkan kembali apa yang tertangkap dalam pikiran hasil dari kajian kitab dan tuliskanlah, ringkas dan tulis kesimpulan dari penelitian yang ada dan simpan di tempat yagn aman.”
Menurut Muthahhari, individu manusia itu berbeda dari sisi kecerdasan, daya tangkap dan juga potensinya. Orang yang cerdas akan sangat hati-hati dan akurat dalam memanfaatkan memorinya. Siapa saja yang melakukan hal itu akan mendapatkan manfaat yang banyak sekalipun daya tangkapnya lemah. (SN)