Syarif Radhi : Ulama Yang Dihormati Kalangan Syiah dan Sunni
Muhammad bin Abi Ahmad Hasani (359-406) yang bergelar Syarif Radhi dan terkenal dengan sebutan Sayid Radhi merupakan salat satu ulama besar Syiah dan seorang penyair terkemuka pada zamannya. Ia dihormati oleh kalangan Syiah dan Sunni karena kezuhudan dan ketakwaannya. Sayid Radhi adalah penulis beberapa kitab seperti: Haqāiq al-Ta’wil fi Mutasyābih al-Tanzil, Al-Mujāzāt al-Nabawiyyah, Khasāish Al-Aimmah dan pengumpul tuturan-tuturan Imam Ali As yang terhimpun dalam kitab Nahj al-Balāghah.
Nasab dan Keluarga
Sayid berasal dari keluarga besar sayid Hasyimi dan keluarga Abu Thalib. Oleh itu, ia disebut dengan syarif. Nasab ayahnya sampai kepada Imam Musa bin Ja’far As. Ayahnya, Abu Ahmad bin Musa Alawi seorang Alim, dan pemimpin. Menjadi pelindung bagi masyarakat dan pemangku jabatan di Diwan Mazhalim serta amir haji. Tugas menjadi pemimpin (Niqabat) adalah tugas yang sangat penting dari sisi maknawi dan kemasyarakatan. Abu Ahmad memiliki kedudukan yang tinggi dan sangat penting dalam kekhalifahan Abbasiyah dan Dinasti Buyah (Buyid Dynasty) pada zamannya. Ibundanya adalah Fatimah putri Hasan (atau Husain) bin Ahmad bin Hasan bin Ali bin Umar al-Asyraf bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib[ dan wafat pada tahun 385 H. Sayid Radhi pada tahun ke 68 menulis kasidah untuk mengenangnya.
Kedudukan Ilmu
Sayid Radhi termasuk salah satu ulama yang langka pada masanya dan berguru kepada guru-guru besar. Ia adalah seorang ahli tata bahasa yang mahir, terkenal, seorang fakih yang mumpuni, seorang teolog yang berbakat, mufassir al-Quran dan hadis nabawi. Sebagian ulama berkata, sekiranya tidak ada Radhi, Murtadha merupakan penyair yang paling terkenal dan jika tidak ada Murtadha, Radhi merupakan orang yang paling pintar di antara masyarakat. Kehidupan Sayid Radhi bertepatan dengan periode pemerintahan Abasi (334-447) dimana Ali Buwaih (334-447) memerintah Irak dan dari sisi Sejarah Sastra, sezaman dengan Mutanabbi (303-354) dan Abu ‘Ala Mu’arri (363-449).
Mempelajari Fikih dan Ushul dari selain Syiah
Sayid Radhi, di samping mempelajari ajaran-ajaran Syiah, ia juga belajar dari ulama-ulama selain Syiah. Abdul Husain Hilli menyebutkan tentang alasan Sayid Radhi mempelajari Fikih dan Ushul selain Syiah Imamiyah: Sebagian orang yang berpikiran berlebihan dalam tindakan Sayid Radhi yang mempelajari Fikih, Ushul dan Kalam dan bersikap heran terhadap kepercayaan orang-orang yang berseberangan dengan madzhab Syiah karena menurut mereka yang terpenting adalah bahwa seseorang mencukupkan diri dengan mempelajari madzhabnya sendiri. Namun para ulama pada abad-abad sebelumnya, tidak akan puas jika belum mempelajari hadis-hadis, fikih dan ushul fikih kedua firkah sehingga mereka sendiri akan mengenalnya secara sempurna dan meluaskan pensucian dan tarbiyahnya sendiri, unggul dalam berargumentasi karena lembaga debat pada masa itu sangat terbuka, perdebatan tentang Imamah dan Kalam sangat nyata.
Di samping itu, karena Sayid Radhi juga bertanggung jawab dalam hal pengadilan di Diwān al-Mazhālim (semacam dewan peradilan), tanggung jawab dan kewajiban seperti secara terang memotivasinya untuk mempelajari akan fikih semua madzhab. Dengan cara ini, ia memiliki kemampuan yang baik dalam peradilan dan mengeluarkan pendapat dalam masalah itu.
Pendirian Madrasah
Walaupun Sayid Radhi tidak memiliki keuangan yang cukup, namun ketika ia melihat kondisi para muridnya selalu tergantung kepadanya, ia menyiapkan rumahnya dan menjadikan rumahnya sebagai madrasah bagi murid-muridnya. Nama madrasah itu adalah Dār al-‘Ilm. Ia menyediakan dan mencukupi kebutuhan para muridnya. Ia membangun perpustakaan Dar al-‘Ilm dan menyediakan kas dengan segala kebutuhan yang diperlukan. Ia membuat gudang tersendiri untuk dapat memenuhi kebutuhan muridnya di Dar al-‘Ilm. Dar al-‘Ilm juga memiliki gedung perpustakaan dan menampung kitab-kitab yang dibutuhkan oleh muridnya sehingga murid Dar al-‘Ilm tidak lagi membutuhkan sumber-sumber rujukan lain untuk belajar.
Walaupun sebagian para ahli sejarah dan para penulis biografi, Khajah Nizham al-Mulk Thusi (menteri berpengaruh dari dua raja Dinasti Salajuqi), pendiri Madrasah Nizhamiyah Baghdad adalah orang yang pertama kali mengetahui bahwa dalam Islam, madrasah digunakan untuk menuntut ilmu-ilmu agama, namun keterangan di atas menunjukkan bahwa Nizham al-Mulk (w. 485) kira-kira 100 tahun setelah wafatnya Sayid Radhi melakukan aktivitas ini. Oleh karena itu kita harus menilai bahwa Sayid Radhi yang merupakan pelopor dan pendiri madrasah ini. Seolah-olah Dar al-‘Ilm yang didirikan oelh Sayid Radhi, pada masa-masa kedepan, oleh saudaranya, Sayid Murtadha dilanjutkan kehidupan keilmuannya. Adapun bahwa pada sebagian kitab-kitab Dar al-‘Ilm terdapat perkataan-perkataan mengenai Sayid Murtadha, maka hal itu karena aktivitas Sayid Radhi dan kegiatan-kegiatan lainnya dilanjutkan oleh saudaranya, Sayid Murtadha. Dari Dar al-‘Ilm Sayid Murtadha lahir ilmuwan-ilmuwan hebat seperti Syaikh Thaifah Hasan bin Muhammad Thusi yang berhasil menggondol prestasi dan meraih kesempurnaan ilmu.
Para Guru
1. Muhammad Thabari
Abu Ishaq Ibrahim bin Ahmad Thabari, faqih Maliki (w. 393), muhaddits dan pengarang buku. Abul Faraj bin Jauzi dalam kitab Tārikh-nya terkait dengan wafat Syaikh Abu Ishak Thabari menulis: Ia adalah seorang syaikh yang syahid, adil, terdepan dari yang lainnya, sangat banyak mendengar hadis, dan sangat pemurah kepada para murid dan santrinya. Syarif Radhi mempelajari al-Quran darinya.
2. Abu Ali Farsi
Abu Hasan bin Ahmad bin Abdul Ghafar Farsi Fasuhi Nahwi (w. 377) adalah tokoh dalam bidang ilmu dan sastra. Bukunya menjadi bahan referensi utama yang mendalam dan berharga bagi semua penuntut ilmu. Sayid Radhi belajar Nahwu dari Abu Ali Farsi ini. Sayid Radhi meriwayatkannya dalam kitabnya, Al-Majāzāt al-Nabawiyyah. Sayid Radhi memperoleh ijin darinya untuk menukil dari kitab Al-Aidhah.
3. Qadhi Sairafi
Abu Sa’id Hasan bin Abdullah bin Mirzban Baghdadi Nahwi (w. 368) merupakan salah seorang pembesar dalam bidang nahwu dan sastra. Ia mengajar Ulumul Quran, Nahwu, Bahasa dan Faraidh di Baghdad. Sayid Radhi telah belajar darinya sebelum mencapai umur 10 tahun.
4. Qadhi Abdul Jabbar
Qadhi Abdul Jabbar bin Ahmad Baghdadi Syafi’i Mu’tazili seorang muhadits, sastrawan dan seorang yang fadhil. Ia termasuk hakim yang berpengaruh di Baghdad. Ia terkenal sebagai orang yang memegang erat agamanya, kuat akidahnya dan zuhud. Darinya Sayid Ridha belajar kitab-kitab: Qadhi Abdul Jabbar, Syarah Ushul al-Khamsah dan kitab al-‘Umdah fi Ushul Fiqh.
5. Ibnu Nabatah
Abu Yahya Abdurahman bin Muhammad Farsi Khatib dijuluki dengan Khatib Misri (w. 374) dan termasuk pembesar kaum Romawi yang menonjol. Sayid Radhi belajar Seni Balaghah dan Sastra dari Ibnu Nabatah dan selalu bersama dengannya sampai ia pindah ke Halab.
6. Abu Ahmad Akfani Qadhi
Abu Muhammad Abdullah Asadi Akfani Qadhi (w. 405) seorang yang memiliki keutamaan ilmu, termasuk seorang hakim yang bertakwa dan memiliki keutamaan. Ia memikul tanggung jawab sebagai hakim selama beberapa lama di Baghdad. Sayid Radhi untuk beberapa lama menjadi muridnya. Abi Hasan Karakhi juga secara singkat belajar darinya.
7. Usman bin Hani Mausuli Baghdadi
Abul Fatah Utsman bin Hani Mausuli Baghdadi Nahwi (w. 392) dari sisi kepandaian bahasa lebih pintar dari lainnya. Ia lebih pandai dari semua ahli nahwu. Sayid Radhi belajar Nahwu dari Ali bin Isa Rab’i Syirazi.
8. Syaikh Mufid
Syaikh Mufid Bagdadi (w. 413). Ia adalah fukaha besar dan teolog terkenal pada pertengahan abad ke-4 dan beberapa tahun pertama pada abad ke-5. Cerita mimpi Syaikh Mufid dan pengajaran fikih kepada Sayid Radhi sangat terkenal.
Dan banyak lagi guru-guru Syarif Radhi lainnya, yang memberikan kontibusi nyata dalam pemikiran dan kehidupan keilmuan dirinya.
Murid-murid
1. Abu Zaid Sayid Abdullah Kabaiki Husini Jarjani
2. Abu Abdullah Syaikh Muhammad bin Ali Halwani
3. Abu Abdullah Syaikh Ja’far bin Muhammad bin Ahmad Duraisti Abbasi
4. Abul Hasan Sayid Ali bin Bandar bin Muhammad Qadhi Hasyimi
5. Hafidz Abu Ahmad Abdur Rahman bin Abi Bakar Khaza’i Neisyaburi (Mufid Naisyaburi)
6. Abu Bakar Neisyaburi Ahmad bin Husain bin Ahmad Khaza’i
7. Abul Hasan Mahyar Dailami bin Marzuyah
8. Qadhi Abu Manshur Muhammad bin Abi Nashr ‘Akbari Mu’adal Baghdadi (w. 472)
Karya
Najasyi (w. 450) mencatat kitab-kitab Sayid Radhi sebagai berikut:
1. Haqāiq al-Tanzil
2. Majāz al-Qurān
3. Khashāish al-Aimmah As
4. Nahj al-Balāghah
5. Al-Ziyādāt fi Syi’r Abi Tamām
6. Ta’liqāh fi al-Aidhāh li Abi Ali
7. Al-Jaid min Si’r Ibnu Hajāh
8. Mukhtār Syi’r Abi Ishāk Al-Shābi
9. Mādār Bainahu wa Baina Abi Ishāq min al-Rasāil Syi’r
Agha Buzurgh Tehrani meyebutkan karya Sayid Radhi sebagai berikut:
1. Akhbar Qadhāh Baghdād
2. Talkhish al-Bayān
3. Haqāiq al-Tanzil
4. Khashāish al-Aimmah
5. Diwān Syi’r
6. Al-Rasāil
7. Al-Ziyādāt fi Syi’r al-Shābi wa Abi Tamām
8. Thaif al-Khiyāl
9. Al-Mutasyābih fi al-Qurān
10. Al-Hasan min Syi’r al-Husain
11. Al-Mutasyābih fi al-Qurān
12. Al-Majāzāt fi al-Qurān
13. Nahj al Balāghah
Karya-karya yang telah dicetak
Sebagian karya-karyanya sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Persia:
1. Nahj al-Balāghah
2. Talkhish al-Bayān ‘an Majāzāt al-Qurān
3. Haqāiq al-Ta’wil fi Mutasyābih al-Tanzil.
4. Majazat al-Nabawiyah.
5. Khashāish al-Aimmah.
6. Diwān al-Syarif al-Radhi.
Sayid Radhi wafat di Baghdad dan di sana pula dikebumikan. Pada masa kemudian, oleh saudaranya, Sayid Murtadha, jasadnya dipindahkan ke Karbala. Guru Sayid Radhi yang paling terkenal adalah: Muhammad Thabari, Abu Ali Farsi, Qadhi Sairafi, Qadhi Abdul Jabbar Mu’tazili, Ibnu Nabatah, Syaikh Mufid dan Sahl bin Dibaji. (DNF)