Filosofi dan Maknawiah Ziarah Arbain
Imam Hasan al-Askari a.s. :
الْمِصْبَاحُ، لِلشَّيْخِ قَالَ رُوِيَ عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الْعَسْكَرِيِّ ع أَنَّهُ قَالَ عَلَامَاتُ الْمُؤْمِنِ خَمْسٌ صَلَاةُ الْإِحْدَى وَ الْخَمْسِينَ وَ زِيَارَةُ الْأَرْبَعِينَ وَ التَّخَتُّمُ بِالْيَمِينِ وَ تَعْفِيرُ الْجَبِينِ وَ الْجَهْرُ بِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ[1]
Ciri-ciri orang mukmin; Shalat 51 rakaat Ziarah Arbain Mengenakan cincin pada tangan kanan Sujud pada tanah Mengeraskan basmallah
Mukmin adalah siapa saja yang beriman kepada keberadaan Allah dan menyembahnya, mengakui Nabi dan meyakini kenabiannya, mengakui Ulil Amri dan mentaati mereka karena Allah Swt, meyakini hari Kiamat sebagai hari kebangkitan.
Mengapa ziarah arbain dijadikan sebagai salah satu tanda keberimanan seorang muslim. Salah satu tanda keimanan adalah Melakukan Ziarah Arbain kepada Imam Husain as. Tentu hal ini menunjukkan pentingnya amalan ziarah kepada Aba Abdillah Al Husain as. Sebagaimana shalat, manfaat terbesar ziarah arbain sebenarnya juga kembali kepada pihak yang berziarah, peziarah secara moral spiritual akan mendapat suport dan penyegaran ketika datang dan berziarah kepada seorang pejuang kemanusiaan.
Beberapa peneliti dan ilmuwan juga sudah mencoba membuka dan menguak sisi makna bait-bait ziarah yang dibaca ketika berziarah kepada Imam Husain as. Mengurai filsafat dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Ternyata banyak kandungan pelajaran yang terkandung didalamnya, mengajari prinsip-prinsip utama yang semestinya ditaati oleh seorang mukmin.
Khusus ziarah Arbain setiap tahun jumlah peziarah bisa mencapai 20-25 juta orang. Ini juga sebuah kenyataan bahwa kesadaran untuk berziarah kepada cucu Nabi ini semakin meningkat, orang-orang tanpa mengenal madzhab datang dan berziarah kepada Imam Husain as di Karbala.
Bukan hanya peziarah, orang-orang yang menyediakan diri sebagai khadim zuwar, melayani para peziarah juga semakin banyak, bahu membahu menyediakan berbagai fasilitas untuk para peziarah, dari menyediakan makanan, minuman, tempat istirahat, tempat perbaikan roda kereta dorong, tempat pijat dan pengobatan ketika lecet, dll. Bertabaruk kepada orang-orang yang melakukan longmarch Najaf Karbala dengan harta benda dan tenaga yang dimiliki.
Disebutkan bahwa warga Irak menjadikan Arbain sebagai sebuah titik, ketika Arbain selesai itu adalah titik dimana mereka memulai menabung kembali sehingga pada hari-hari arbain tahun depan bisa memberikan hidangan kembali bagi para peziarah Imam Husain yang datang ke Karbala.
Kondisi Ziarah Arbain tahun 2020 atau 1442 H, cukup berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Walau tetap saja ada yang tetap bergerak dan berziarah ke Karbala, pemerintah Iran sengaja menutup pintu perbatasan Irak Iran sehingga warga Iran tidak berziarah langsung ke Karbala.
Hal ini mengingatkan nilai penting ziarah bahwa yang terpenting adalah adanya ikatan batin peziarah dan pemilik pusara Karbala yakni Imam Husain as, Abbas, sayidah Zainab, dan semua keluarga dan sahabat yang shahid disana.
Jika ada orang yang tidak bisa hadir di Karbala namun memiliki ikatan hati yang kuat untuk berziarah menyapa pemimpin syuhada, maka dia juga memiliki kesempatan untuk berziarah jarak jauh.
Jabir Al Anshori, beliau orang pertama yang datang berziarah ke Karbala, sampai disana sampai tanggal 20 Safar 61 Hijriah. Orang Irak pada kenyataannya tidak berziarah pada waktu yang sama tepat di tanggal 20 safar, mereka bergantian berziarah sehari lalu kembali ke daerah mereka masing-masing, sebagai peziarah mereka mengakui bahwa warga Irak ribuan bahkan jutaan yang ingin berziarah ke Karbala, ada yang berjalan 10 hari, ada yang 15 hari, ada yang 20 hari bahkan ada yang berjalan 40 hari. Dari rumah hingga ke Karbala. Hal ini tidak mungkin ditampung dalam kota Karbala dalam satu waktu.
Ziarah Karbala adalah amalan kemanusiaan, apa yang dilakukan oleh warga Irak dengan tenggangrasa dan saling peduli kepada sesama peziarah, dimana sebagian dari mereka ada yang tidak berangkat berjalan menuju Karbala kecuali sudah tidak ada lagi orang yang melewati rumah atau jalanan mereka mereka tetap bertahan di Maukib-maukib yang mereka dirikan. Ketika sudah tidak ada peziarah yang mewati itulah waktu tepat bagi mereka untuk berangkat ke Karbala, berpeluk rindu melakukan ziarah kepada cucu al Musthafa.
Berziarah Arbain ke pusara Al Husain bukan hanya sekedar datang dan membaca ziarah di Pusara Imam Husain as, bisa jadi beberapa orang tidak bisa masuk memegang zarih karena pusara itu penuh sesak dengan para peziarah. Tidak pagi, siang, malam atau tengah malam, Pusara al Husain selalu di penuhi puluhan dan bahkan ratusan pecinta, berderet-deret antri untuk melepas kerinduan sembari menyampaikan baiat kepada sang Imam.
Walau berziarah dari jarak jauh, para pecinta Husain as bisa berkreasi dari rumah, memberikan hadiah-hadiah kecil kepada tetangga dalam rangka haul cucu Nabi, mentransfer dana kepada pelaksana kegiatan maukib Imam Husain as yang diselenggarakan di berbagai kota seperti Jakarta, Bangil, Surabaya dll.
Semua kegiatan ini akan mempermudah kita sehingga ziarah dari jauh yang kita lakukan lebih memiliki nilai dan berharga dimata Imam Husain.
Kesimpulan
Ziarah Arbain Imam Husain as adalah masalah hati, keterikatan seorang peziarah dengan Imam Husain as, kedua keterikatan hati sesama peziarah itu sendiri, walau memang utama ziarah dilakukan pada tanggal 20 Safar namun kebersamaan dan tenggangrasa juga perlu diutamakan.
[1] کتاب بحارالأنوار ۸۲ ۷۵ باب ۲۴- الجهر و الإخفات و أحكامهما