Refleksi Kosmologis atas Hari Nakbah Palestina, 15 Mei 2024
Dr. Fardiana Fikria Qur’any, M. Ud____ Kemarin 15 Mei 2024 menjadi genap usia perjuangan Palestina melakukan pertahanan untuk melawan Zionis Israel. Lebih tepatnya, 75 tahun sudah Zionis berusaha untuk melakukan pengusiran terhadap Palestina dari tanah asalnya. Upaya hebat dilakukan Zionis mulai dari menyerang dengan rudal, menghancurkan pemukiman, sekolah bahkan rumah sakit agar Palestina hengkang dari tanah kelahirannya. Akan tetapi segala upaya Zionis tidak membiarkan jiwa rakyat Palestina menjadi kerdil dan tidak membuat mereka melangkahkan kakinya keluar dari Palestina. Rakyat Palestina mempetahankan negaranya dan memperjuangkan negaranya dengan segenap jiwa dan raga. Tidak lain, tidak bukan karena mereka mencintai tanah airnya. Maka, perlu kita lihat dua hal dalam perjuangan rakyat Palestina dengan kacamata kosmologis karena dua hal itu yang merupakan dasar kekuatannya sampai hari ini yaitu, pertama, daya tahan perjuangan dan cinta tanah air rakyat Palestina.
Rakyat Palestina adalah salah satu fenomena daya tahan perjuangan yang luar biasa. Perjuangan yang dilakukan Palestina tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba dan bertahan selama 75 tahun lamanya. Daya tahan yang dimiliki oleh rakyat Palestina muncul dari kezaliman yang dirasakan oleh mereka dan dikuatkan dengan bukti-bukti atau fakta yang mereka lihat secara langsung yaitu, fakta adanya perampasan hak hidup rakyat Palestina di negaranya sendiri.
Pertahanan rakyat Palestina dalam memperjuangkan hak-hak hidupnya selama ini muncul dari kekuatan keyakinan akan kemerdekaan bagi bangsanya sehingga mereka hanya punya pilihan untuk berjuang mempertahanakan negara sehebat apapun serangannya karena dengan mempertahankan keberadaan mereka di Palestina, mereka sedang mempertahankan kehormatan diri mereka sendiri. Keyakinan dan perjuangan Palestina tumbuh dari keseimbangan akal dan hati, keseimbangan kosmik yang diharapkan hadir dalam diri manusia di dalam kosmologi.
Kosmologi adalah ilmu yang berkaitan dengan jiwa manusia. Jiwa manusia dalam hubungannya dengan alam dan hubungannya dengan Tuhan. Jiwa manusia memiliki potensialitas akal dan hati yang dimiliki oleh seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Inti dari kosmologi adalah perkawinan akal dan hati dalam diri manusia. Hati meskipun punya dorongan ke alam yang bersifat hasrat duniawi, tetapi juga memiliki dimensi kesucian. Dimensi yang menghadap pada sisi transenden Tuhan. Hati yang menghadap ke Tuhan disebut sebagai hati kedalaman yang selalu jalan dengan kebenaran akal. Pertemuan hati kedalaman dan akal akan menjadi nahkoda bagi gerak jiwa dan akan menghasilkan satu kekuatan hebat dalam menghadapi segala persoalan.
Persoalan yang dihadapi oleh Palestina bukanlah persoalan yang sederhana dan sama sekali tidak sederhana. Persoalan Palestina bukan persoalan peperangan. Tidak layak apa yang dialami oleh Palestina disebut sebagai peperangan, melainkan penjajahan. Karena peperangan hanya dilakukan oleh lawan yang sepadan dari segi kekuatan militer. Tetapi Palestina tidak memiliki kekuatan militer yang sepadan sehingga yang terjadi adalah agresi militer bertubi-tubi dengan tujuan mengusir rakyat Palestina. Rakyat Palestina memang tidak memiliki senjata yang sepadan dengan militer Israel, tetapi Palestina punya kekuatan jiwa yang luar biasa. Jiwa yang kosmik, jiwa seimbang (perkawinan akal dan hati) dalam menghadapi persoalan agresi militer ini.
Akan tetapi, menjadi sebuah pertanyaan, apakah persoalan Palestina bagi jiwa kita adalah persoalan kemanusiaan secara universal atau hanya persoalan regional negara tertentu saja? Sudahkah jiwa kita seimbang dalam melihat fenomena penindasan, kekerasan, pengusiran rakyat Palestina sebagai peristiwa tidak manusiawi? Mengapa masih banyak yang tidak peduli? Apakah harus kita lebih dahulu menjadi korban baru muncul rasa empati?
Masihkah kita mengingat sebuah hadis berikut:
“Tidaklah beriman kepadaku orang yang kenyang semalaman sedangkan tetangganya kelaparan di sampingnya” (HR. Bukhari)
Hadis yang sangat sederhana dengan makna yang sangat dalam. Hadis yang membahas soal perutnya tetangga tapi berefek pada keimanan kita. Bagaimana dengan kondisi rakyat Palestina, bukan saja kelaparan tetapi mereka tidak punya tempat berlindung, tidak punya tempat tinggal, tidak punya sekolah, rumah sakit pun hancur berantakan lantas kita tidak peduli terhadap semua kondisi Palestina. Apakah kita masih layak disebut sebagai seorang mukmin?
Salah satu bukti dari keimanan seseorang ialah, menghadirkan Tuhan bukan saja pada dirinya, melainkan di seluruh realitas yang ada di alam ini, realitas sosial. Ketidakpedulian kita terhadap realitas sosial, ketidakpedulian kita terhadap rakyat Palestina melahirkan satu pertanyaan besar atas keimanan kita pada Tuhan. Karena salah satu ajaran Tuhan di berbagai agama apapun ialah, dilarang untuk berlaku zalim.
Perlakukan Zalim yang dilakukan oleh Zionis sampai hari ini harusnya membuat kita gerah, marah dan melakukan tindakan konkrit dalam membela rakyat Palestina meski dalam batas kemampuan kita.
Penulis teringat kisah Nabi Ibrahim as dengan semut yang menyirami api saat Nabi Ibrahim terbakar. Semut tidak berhenti menyirami api yang membakar Ibrahim. Kemudian Ibrahim bertanya pada semut:
“Wahai semut, mengapa Engkau terus menyirami api, padahal Engkau tahu bahwa air yang kau siram tidak akan memadamkan api yang membakarku”
Semut menjawab, “Aku tahu bahwa air yang ku siram tidak akan pernah memadamkan api, tapi setidaknya aku menegaskan bahwa aku berada di sisi yang benar”.
Dari cerita semut dan nabi Ibrahim, kita bisa mengambil pelajaran dalam membela rakyat Palestina dalam bentuk sekecil mungkin. Di antaranya, tidak menggunakan produk yang memiliki afiliasi pada Amerika dan Israel, sebagai seorang mahasiswa, dapat menyampaikan dukungan pada rakyat Palestina melalui tulisan, melalui demonstrasi anti Israel dan di era media sosial ini sedikitnya kita dapat menshare kondisi rakyat Palestina hari ini, sehingga dunia tahu bahwa ada yang harus kita perjuangkan seperti halnya rakyat Palestina untuk menghapuskan penjajahan di atas dunia dan ini juga sejalan dengan semangat serta spirit rakyat Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, “Sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah, hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus diahpuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri kadilan”.