Filsafat Islam: Sebuah Pengantar Part 1
Dr. Fardiana Fikria Qur’any, M. Ud______ Filsafat adalah sebuah istilah dari Yunani Klasik yang dikenal sebagai sebuah tradisi berpikir kritis, radikal dan sistematis. Tradisi berpikir ini dilakukan di masa Yunani Klasik sebagai upaya untuk menyingkap hakikat dan kebenaran asal-muasal keberadaan segala sesuatu yang ada di dunia ini. Apa yang dituju dalam filsafat adalah kebenaran dan hakikat dari segala sesuatu (ontologi), sedangkan cara memperoleh kebenaran dilakukan dengan proses berpikir atau berpengetahuan (epistemologi). Tentu setelah mendapatkan kebenaran akan ada konsekuensi logis dalam tindakan. Dengan kata lain, segala tindakan manusia didasari oleh pengetahuannya yang benar tentang segala sesuatu (aksiologi).
Objek kajian filsafat sama dengan objek kajian ilmu pada umumnya akan tetapi cakupan filsafat lebih luas yaitu, maujud bima hua maujud atau segala sesuatu yang ada baik yang bersifat fisik maupun non-fisik (rasional-supra rasional). Adapun subjek kajian filsafat adalah wujud bima huwa wujud. Dengan demikian, segala sesuatu yang ada dalam kajian filsafat ditinjau dari segi keberadaannya (wujud) dengan tujuan menyingkap hakikat dirinya. Wujud dalam kajian filsafat merupakan bagian dari ma’qulat tsani yang bersifat abstrak. Oleh karena itu, memahami wujud memerlukan satu kemampuan rasio untuk memahami hal-hal yang tidak hanya empirik tetapi juga rasional.
Kajian empirik-rasional sendiri bukan kajian filsafat sebagai filsafat, melainkan kajian epistemologi yaitu, sebuah logos atau ilmu yang berkutat pada pembahasan mengenai pengetahuan manusia itu sendiri. Setidaknya, dari kajian epistemologi dapat dipahami terdapat beragam pengetahuan baik pengetahuan yang bersifat inderawi, rasional maupun intuitif. Epistemologi membantu manusia untuk membuat strukturisasi pengetahuan dengan kerangka filosofis. Pengetahuan sendiri juga menjadi bagian dari kajian ontologis yaitu, mengkaji tentang hakikat pengetahuan atau wujud dari pengetahuan itu sendiri. Terutama dalam filsafat Islam, kajian filsafat erat kaitannya hubungan antara ontologi dan epistemologis yang kemudian disingkat menjadi onto-epistemologi.
Ontologi akan membangun pandangan dunia seseorang. Memahami tentang hakikat segala sesuatu yang ada akan menghantarkan seseorang pada keyakinan atasnya. Dengan kata lain, bentuk penafsiran atas wujud akan memengaruhi keyakinan akan keberadaan sesuatu. Misalnya, ada aliran ontologi yang hanya menganggap bahwa sesuatu yang ada itu hanya yang empirik, maka keyakinan terhadap hal-hal yang non-empirik tidak terbangun. Berbeda dengan aliran empirisme, filsafat Islam melihat realitas dalam berbagai tingkatan, baik tingkatan empirik, rasional maupun intuitif. Menerima satu realitas pada tingkatan tertentu bukan berarti menegasi realitas pada tingkatan lainnya. Hal ini ditekankan oleh epistemologi dalam pembahasan sumber, alat dan tahapan pengetahuan.
Pembahasan mengenai segala sesuatu yang ada ditinjau dari wujudnya disebut dalam filsafat Islam sebagai ilahiyat dalam makna yang umum. Dengan demikian, yang dikaji ialah, realitas segala sesuatu dengan lebih dahulu memahami pembahasan prinsip-prinsip wujud. Seperti, prinsip kemendasaran wujud (ashalah al-wujud) dan mahiyah (I’tibarotul Mahiyah), prinsip kesatuan wujud (wahdatul wujud), konsep gradasi wujud (tasykik al-wujud) dan gerak subsansi (al-Harakah al-Jawhariyah).
Pertama, realitas inderawi yang dapat dilihat, didengar, diraba, disentuh adalah satu kesatuan utuh realitas. Misalnya, realitas meja. Ketika melihat realitas meja, pikiran mengabstraksi adanya dua hal yaitu, ke-apa-an meja tersebut berupa bentuk, warna dan ke-ada-an yang ditangkap secara abstrak oleh pikiran. Secara pemahaman, keduanya dapat berbentuk konsep. Akan tetapi manakah yang realitas? Apakah ke-apa-an yang kita sebut sebagai esensi (mahiyah) atau ke-ada-an yang kita sebut sebagai wujud?
Para filosof muslim memiliki pandangan yang beragam juga dengan penggunaan istilah yang beragam. Dalam filsafat Mulla Shadra, salah satu prinsip wujud dalam membahas ini berbunyi “Ashalah al-Wujud wa I’tibarotul Mahiyah” yang artinya wujudlah yang mendasar sementara mahiyah bersifat I’tibari pikiran. Dengan kata lain, semua realitas adalah wujud itu sendiri sedangkan yang berbeda adalah polanya yang tertuang dalam pembahasan terpisah terkait dengan substansi dan aksiden. Misalnya, meja. Realitas meja itu wujud tapi konsep ke-meja-an itu pikiran (mahiyah) jadi, pada realitas objeknya adalah wujud itu sendiri sementara meja itu adalah wujud yang ada di pikiran.
Sebagai sebuah skema, dapat dipahami sebagai berikut:
Objek (wujud sebagai wujud) ketika tertangkap oleh manusia yang ditangkap adalah gambaran yang kemudian diabstraksi menjadi mahiyah.
Wujud Meja Gambaran Meja Ke-Meja-an (Konsep Meja)
Maka, sesuatu sebagai dirinya di realitas objektif adalah wujud belaka, sementara identifikasi sebagai meja, kursi, papan tulis itu ada di pikiran. Maka jika dikatakan “meja itu ada” maksudnya gambaran mental meja di pikiran, memiliki realitas objektif tapi realitas objektif bukanlah gambaran meja di pikiran. Dengan demikian, pada realitas objektif benda berkaki empat (meja) itu sebagai dirinya adalah wujud saja, sementara ia sebagai meja atau kursi adalah predikasi yang tidak hakiki. Karena yang hakiki hanyalah wujud.
Sebagai sebuah catatan, pembahasan sejak awal perlu diclearkan dahulu apakah pembahasan yang sedang dibahas adalah wujud sebagai konsep atau wujud sebagai realitas. Wujud sebagai realitas adalah sesuatu yang mendasar bagi segala sesuatu yang ada. Sedangkan secara konsep, wujud adalah konsep abstrak yang bersifat badihi atau swabukti. Badihi yang dimaksud ialah, pikiran memahami secara langsung konsep wujud dari abstraksi realitas wujud tanpa perlu pembuktian akan adanya itu sendiri.
Dengan demikian, dapat disimpulkan, dengan prinsip kemendasaran wujud, hakikat segala sesuatu yang ada ialah, pada wujudnya. Klo sudah sampai kesimpulan ini, maka selanjutnya bisa dibahas prinsip-prinsip wujud lainnya seperti yang sudah disinggung di atas yaitu, kesatuan wujud, gradasi wujud dan gerak substansi.
Akan tetapi pada pembahasan kali ini, kita mencukupkan kajian hanya pada prinsip pertama dan di part selanjutnya kita akan membahas tentang prinsip-prinsip wujud lainnya. Semoga sebagai sebuah pengantar, tulisan ini bisa memberikan pemahaman awal mengenai apa itu filsafat Islam.