Kebutuhan Masyarakat pada Ijtihad Fukaha dalam menghadapi Era Metaverse
Oleh : Annisa Eka Nurfitria, Lc
Kita mungkin pernah mendengar bahwa CEO Facebook Mark Zuckerberg telah mewujudkan proyek impiannya, Metaverse dengan mengubah nama perusahaannya menjadi Meta. Metavarse merupakan bagian dari perkembangan teknologi yang sulit dibayangkan sebelumnya. Proyek ini berbentuk realitas virtual yang memungkinkan penggunanya masuk ke dunia maya. Jika selama ini kita berselancar di dunia maya hanya menggunakan komputer, tablet atau ponsel, kini dengan bantuan teknologi bernama virtual reality, kita bisa memasuki dunia maya dan menyentuh yang ada di dalamnya dari dekat.
Apa itu Metaverse ?
Kata “metaverse” sering dirujuk pada ungkapan Neal Stephenson tahun 1992 dalam novelnya Snow Crash. [1] Metaverse adalah sebuah dunia virtual dimana penggunanya akan saling berinteraksi secara real time dengan pengguna lain menggunakan avatar atau representasi grafis dari penggunanya.[2]
Komunitas daring seperti ini sebenarnya sudah ada setidaknya sejak pertengahan tahun 1980-an, dan tumbuh pada 1990-an dengan pesan instan AOL, juga situs media sosial zaman itu. Permainan daring World of Warcraft menjadi game yang populer dan dimainkan jutaan orang di awal tahun 2000-an. Komunitas mereka terus tumbuh hingga hari ini. Melalui Fortnite , orang-orang bergabung dan mengobrol dengan teman-teman mereka melalui platform konsol. Bagi generasi muda, interaksi melalui platform daring tidak ada bedanya dengan interaksi fisik lainnya. Dan dengan adanya Metaverse, kita ditawarkan ruang digital yang hampir menyerupai dunia nyata dimana kita bisa berinteraksi satu sama lain, menyentuh dan lain sebagainya. Ruang virtual ini bisa diakses dengan teknologi VR atau virtual reality dan augmented reality yang memungkinkan seseorang bisa berinteraksi dalam ruang tersebut. [3]
Meski metaverse hanya menyajikan dunia virtual, kita tetap bisa melakukan banyak hal seperti melakukan transaksi jual beli, pergi ke restoran, rapat dan sekolah bahkan mengadakan acara resepsi pernikahan. Yang sebelumnya tak terbayangkan pun terjadi di Metaverse, salah satunya adalah transaksi jual beli-lahan. Jual-beli lahan virtual ini bagi beberapa kalangan dianggap sebagai investasi yang menjanjikan, apakah fikih melihatnya seperti itu ? Ataukah fikih memiliki aturan lain terkait hal tersebut ? Disinilah tugas para fukaha.
Apa yang mesti kita lakukan ?
Pertanyaannya adalah apa yang harus kita lakukan ? Haruskah kita menolaknya secara menyeluruh atau haruskah kita membuat rencana dan mencari solusi untuk menghadapinya serta menjadikannya sebagai peluang ?
Adakah syariat yang mengatur kehidupan manusia di dunia virtual semacam ini ? Dengan kata lain, sudahkah para mujtahid kita menginstinbathkan hukum-hukum fikih yang berkaitan dengan Metaverse berdasarkan Quran dan hadis ? 50 tahun yang lalu, ketika Apollo 11 membawa manusia pertama ke bulan, beberapa orang mengatakan bahwa sekarang fukaha harus menjelaskan hukum syari bagaimana dan di mana seseorang sembahyang di luar angkasa juga bagaimana ia menjalankan tanggungjawabnya sebagai mukallaf ? Pada saat yang itu, sejumlah fukaha berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dari sumber-sumber Islam. Tantangan-tantangan ini terus berlanjut dalam beberapa dekade terakhir, di saat yang sama semakin banyak pengetahuan dan teknologi diperkenalkan ke dalam kehidupan manusia dan menjadi tantangan bagi fukaha. Terkait blockchain dan cryptocurrency, fukaha seperti Ayatullah Khamene’I belum mengeluarkan fatwanya.[4] Tak lama setelah itu muncul Metaverse, dunia baru yang sebelumnya tidak pernah kita masuki.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat tidak boleh hanya diperhatikan saja oleh kalangan ulama kita. Umat Islam tak boleh berjarak dari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknologi baru. Sementara yurisprudensi masih berkutat dengan tantangan politik, ekonomi dan sosial, masalah yang lebih kompleks terkait teknologi telah muncul. Mukallaf mengharapkan bidang fikih dan fukaha dapat menjelaskan secara gamblang dan komprehensif terkait hukum masalah ini.
Sejauh ini, belum ada kajian mendalam terkait hukum-hukum yang berkaitan dengan Metaverse, cryptocurrency dan blockchain. Meskipun fukaha Syiah telah bekerja keras untuk yurisprudensi Syiah selama 12 abad terakhir, mereka sekarang menghadapi tantangan baru yakni kecepatan dan kompleksitas teknologi baru. Menurut hemat kami, fikih adalah sekumpulan aturan yang mengatur kehidupan manusia, menjelaskan dan mengontrol sistem kehidupan sosial serta politik. Sekarang pertanyaannya adalah apakah mungkin kita akan mengabaikan perubahan terpenting dalam hidup, yaitu teknologi ? Tidak diragukan lagi, prinsip-prinsip yurisprudensi tidak dapat diubah, tetapi menemukan jawaban atas ribuan pertanyaan, masalah dan tantangan berdasarkan prinsip-prinsip yurisprudensi yang tidak dapat diganggu gugat adalah tugas para fakih, dimana mereka harus akrab dengan hal tersebut.
Hal seperti ini pernah terjadi dalam sejarah. Syekh Baha’i adalah seorang fakih yang juga menggeluti bidang astronomi, arsitektur dan ilmu alam bahkan menulis risalah tentang topik ini. Ada banyak fukaha seperti itu dalam sejarah Isalam yang membuat simpul dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Fukaha ini ahli dalam teologi, metodologi dan pengetahuan yang terkait dengan isu-isu kontemporer. Ilmu fikih kita selama ini kebanyakan bersifat individualistis, dan hasil ijtihadnya terbatas pada risalah praktis tapi kurang terlibat dalam masalah sosial dan perubahan yang terjadi di kehidupan. Masyarakat kita saat ini menghadapi kompleksifitas antara yurisprudensi dan teknologi karena konfrontasinya yang tergesa-gesa pada isu-isu terkini dan modernisme. Yurisprudensi harus mencakup semua aspek kehidupan manusia sebagai individu dan kolektif dalam masyarakat, fikih tidak boleh diam ketika dihadapkan pada masalah-masalah kontemporer.
Yurisprudensi seharusnya tidak hanya menjadi pengamat perkembangan sosial, tetapi harus mampu melampauinya. Di samping etika, kepercayaan dan ritual, fukaha harus menyediakan sistem yang komprehensif dan koheren untuk semua urusan kehidupan manusia.
Sumber:
[1]https://teknologi.bisnis.com/read/20220208/84/1498045/mengenal-metaverse-dan-alat-pembayaran-di-dalamnyahttps://teknologi.bisnis.com/read/20220208/84/1498045/mengenal-metaverse-dan-alat-pembayaran-di-dalamnya
[2] https://time.com/6116826/what-is-the-metaverse/
[3]https://techno.okezone.com/read/2021/12/28/57/2523751/5-teknologi-yang-diperlukan-dalam-mengoperasikan-metaverse
[4]http://vasael.ir/fa/news/14920/%D8%AF%DB%8C%D8%AF%DA%AF%D8%A7%D9%87-%D9%85%D8%B1%D8%A7%D8%AC%D8%B9-%D8%AA%D9%82%D9%84%DB%8C%D8%AF-%D8%AF%D8%B1%D8%A8%D8%A7%D8%B1%D9%87-%D8%B1%D9%85%D8%B2-%D8%A7%D8%B1%D8%B2%D9%87%D8%A7-%D8%AD%DA%A9%D9%85-%D8%B1%D9%85%D8%B2-%D8%A7%D8%B1%D8%B2%D9%87%D8%A7-%D8%A7%D8%B2-%D9%86%DA%AF%D8%A7%D9%87-%D9%81%D9%82%D9%87-%D9%81%D8%B1%D8%AF%DB%8C-%D9%88-%D8%AD%DA%A9%D9%88%D9%85%D8%AA%DB%8C