Kenapa Hukum Lelaki dan Perempuan Itu Berbeda? (Filosofi Perbedaan Hukum Lelaki dan Perempuan (2)
Sebuah kabar berita ternama online telah memuat berita tentang parade puluhan perempuan di Los Angeles pada momen Go Topless Day. Mereka menuntut kesetaraan dalam hal bertelajang dada di depan umum. Acara tersebut tentu tidak berhenti hingga di situ, tujuannya agar terus diikuti oleh kaum perempuan di belahan dunia lainnya dan mengguncangkan dunia seperti yang diungkapkan oleh penanggungjawab Go Topless Day, Nadine Gray. Mereka menuliskan slogan ‘My Body Is Not A Crime’. Tidak menutup kemungkinan gerakan semacam ini akan menular dan menginspirasi perempuan-perempuan lainnya, tanpa terkecuali, para perempuan Muslimah.
Mereka menuntut persamaan dan keidentikan total lelaki dan perempuan dalam hak-hak. Karena itu, menyambung pembahasan di artikel sebelumnya, di sini kita masih membahas seputar pengantar perbedaan antara hak-hak lelaki dan perempuan dalam Islam, seperti menjawab pandangan tentang ‘persamaan dan keidentikan’ hak-hak. Dalam hal ini mereka menyatakan bahwa konsekuensi dari kesamaan martabat dan kedudukan lelaki dan perempuan sebagai sama-sama manusia ialah bahwa hak-hak lelaki dan perempuan pun harus persis sama dan identik.
Syahid Muthahari, ulama kontemporer, pakar dalam berbagai disiplin ilmu, juga memiliki berbagai karya dalam berbagai disiplin ilmu memberikan analisa yang sangat menarik. Beliau menyatakan bahwa tidak syak lagi, persamaan martabat dan kedudukan lelaki dan perempuan sebagai sama-sama manusia dan kesetaraan mereka sebagai manusia menuntut adanya persamaan hak bagi keduanya sebagai manusia, tapi mana mungkin ada keidentikan hak? Harus kita ketahui terlebih dahulu apakah ‘keidentikan’ hak penting atau tidak penting bagi persamaan hak. Persamaan hak beda dengan keidentikan hak. Persamaan mengandung makna kondisi sama dan kondisi setimpal sedangkan keidentikan mengandung makna ‘persis sama’ tanpa ada sedikit ada perbedaan pun. Sebagai contoh dimungkinkan bagi seorang ayah membagikan harta bendanya secara sama dan setimpal kepada putra-putranya, tapi tidak mungkin dapat membagikan harta bendanya secara identik dan persis sama. Kondisi sama atau sebanding itu beda dengan kondisi persis sama. Karena itu, dalam Islam pun tidak berpandangan bahwa hak-hak antara lelaki dan perempuan harus persis sama dan identik, namun Islam juga tidak pernah membenarkan pandangan atau sikap mengistimewakan lelaki dan sikap mendiskriminasikan perempuan. Islam juga memperhatikan prinsip kesamaan atau kesebandingan antara lelaki dan perempuan.
Di samping Islam tidak memberikan hak-hak yang sama persis kepada lelaki dan perempuan dalam segalanya, juga tidak membebankan tugas yang sama dan tidak memberikan hukuman yang sama pada lelaki dan perempuan dalam segala kejadian dan kesempatan. Namun demikian, apakah seluruh hak yang diberikan kepada perempuan nilainya lebih rendah dibandingakan hak-hak yang diberikan kepada lelaki? Tentu, tidak demikian, semua persamaan dan perbedaan dalam hak-hak perempuan dan lelaki itu terdapat alasan filosofinya.
Yang senantiasa menjadi perhatian dalam ajaran Islam ialah bahwa lelaki dan perempuan, dengan bersandarkan pada fakta bahwa yang satu adalah berjenis kelamin lelaki dan yang satunya lagi adalah berjenis kelamin perempuan, maka tidak identik antara yang satu dan yang lain dalam banyak sisi. Dunia tidaklah persis sama bagi lelaki dan perempuan, desain, natural atau sisi alamiyah, temperamen dan karakter esensial, psikologis lelaki dan perempuan tidaklah persis sama. Karena itu, aspek-aspek tersebut juga menuntut hak-hak, kewajiban dan hukum-hukum mereka tidak identik dan persis sama.
Sekarang ini, dunia Barat tengah berupaya menciptakan keseragaman dan keidentikan dalam undang-undang, regulasi, hak-hak dan fungsi-fungsi antara lelaki dan perempuan, seraya mengabaikan perbedaan-perbedaan natural dan bawaan mereka. Inilah perbedaan mendasar antara pandangan Islam dengan dunia Barat. Karena itu, yang menjadi perdebatan antara pihak orang-orang yang pro hak-hak menurut Islam dan, pihak orang-orang yang pro hak-hak versi Barat, ialah terkait ‘keidentikan dan kesamaan persis’ hak-hak lelaki dan perempuan, bukan terkait ‘persamaan hak-hak. Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa Islam menerima ‘persamaan hak-hak’ bukan ‘keidentikan dan kesamaan persis’ hak-hak lelaki dan perempuan dengan argumen adanya perbedaan desain fisik, natural atau sisi alamiyah, temperamen dan esensial karakter, dan psikologis antara lelaki dan perempuan.
Namun jika mempertimbangkan fisik naturalnya, kebutuhan fisik dan spiritualnya dan semua aspek yang terdapat perbedaan antara lelaki dan perempuan, sebenarnya perempuan belum mendapatkan hak-hak yang sama dengan hak-hak yang diperoleh lelaki, perempuan belum mendapatkan kebahagiaan yang sama dengan kebahagiaan yang dicapai lelaki. Karena bila perempuan ingin memperoleh hak-hak yang sama dengan hak-hak lelaki, dan kebahagiaan yang sama dengan kebahagiaan lelaki, jalan satu-satunya ialah ‘perempuan harus melupakan keidentikan hak-hak dengan lelaki dan meyakini hak-hak yang selaras dengan dirinya. Jika perempuan hanya bersandarkan pada keidentikan hak-hak, dan bukan pada hak-hak yang selaras dengan dirinya sebagai manusia juga sebagai perempuan, maka bukan saja ia tidak akan mendapatkan kebahagiaan dan kenyamanan karena memperoleh hak-haknya, justru sebaliknya pemaksaan atas keidentikan hak-hak lelaki dan perempuan akan mengakibatkan penzaliman terhadap perempuan dalam bentuk lain. Karena perempuan tidak identik dan persis sama dengan lelaki, namun diperlakukan sama, sudah jelas hal itu tidak dibenarkan akal sehat. [Huquqe Zan dar Islam, Shahid Muthahari]
Singkat kata, perbedaan pandangan Islam dengan Barat tentang manusia dan aspek-aspeknya yang menyebabkan terjadinya perbedaan berkaitan dengan filosofi perbedaan hukum serta hak lelaki dan perempuan. Feminis Barat melihat lelaki dan perempuan dari sisi materinya saja, dan selesai. Sementara Islam memiliki pandangan dunia (world view) yang berbeda.
Euis Daryati MA