Pasangan Hidup, Patner dalam Ketaatan kepada Allah
Kira-kira mungkin seperti ini ungkapan perasaan seorang istri atau suami jika memiliki pasangan yang baik, “Alhamdulillah… Allah telah menganugerahkan suami yang baik kepadaku. Suami yang selalu membimbingku dan mengajakku pada kebaikan, mengingatkanku dengan baik, jika salah. Ia menjadi imam bagiku.”
“Betapa bahagianya aku… memiliki istri yang solehah! Ia senantiasa mengingatkanku dengan baik jika aku lalai, atau salah. Kami benar-benar merupakan patner yang baik dalam keta’atan kepada Alloh. Ia bukanlah istri yang menjerumuskan suaminya pada perbuatan tercela.”
Siapapun pasti berharap kehidupan rumah tangganya dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang menjadi ladang kebajikan. Siapapun mendambakan pasangan yang dapat menjadi teman dan penolong dalam menjalankan perintah Allah swt. Dan juga, semua pasti berkeinginan dapat berkumpul dengan pasangannya bukan hanya di dunia ini saja, namun juga berkumpul kembali di surga.
Keinginan untuk dapat berkumpul kembali dengan pasangan, bukanlah harapan yang mustahil dicapai. Karena Allah pun telah menjelaskan dalam al-Quran bahwa suami dan istri yang bertakwa akan berkumpul kembali di akhirat nanti, “Masuklah kalian dan pasangan kalian ke dalam surga, niscaya kalian dan pasangan kalian akan digembirakan (di dalam surga).”[QS. al-Dzukhruf:70]
Namun, masuk surga tidak dapat dicapai dengan mudah, melainkan penuh perjuangan dan pengorbanan, “Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal cobaan belum datang kepadamu seperti orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang dengan berbagai cobaan…” [QS. al-Baqarah:214]
Maka untuk menjadi pasangan dunia dan akhirat pun penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Pada tahapan pertama, pasangan suami istri hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup tentang hak dan kewajibannya masing-masing. Dan pada tahapan selanjutnya, pasangan suami dan istri memenuhi hak dan dan menjalankan kewajibannya masing-masing. Suami akan membimbing dan menuntut istrinya dengan baik, serta mengingatkannya jika salah sesuai tuntunan agama. Karena ia mengetahui bahwa seorang suami memiliki kewajiban untuk menjaga keluarganya dari perbuatan dosa, “Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api (siksa) neraka.” (QS. al-Tahrim:6)
Imam Ali a.s. dan Sayidah Fathimah a.s. merupakan panutan yang harus kita contoh segala perilakunya. Kita perlu mempelajari, bagaimana beliau berdua menjalankan perannya sebagai pasangan suami dan istri dengan sebaik mungkin. Mereka memandang pasangannya sebagai patner terbaik dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, seperti ucapan Imam Ali a.s. tentang Sayidah Fathimah a.s., “[Fathimah] sebaik-baiknya penolong dalam keta’atan kepada Allah ‘ni’mal ‘aun ‘ala tha’atillah’.”[Biharul Anwar, jil 42, hal 117 ]
Inilah jawaban yang sangat spektakuler, yang telah diucapkan Imam Ali a.s. untuk menunjukkan kualitas istri tercintanya yang luar biasa. Imam Ali a.s. mengungkapkan dan menunjukkan kepada yang lain bagaimana perhargaan dan perasaan beliau terhadap istrinya. Hal ini pun mengajarkan pada pasangan suami dan istri lainnya agar tidak segan-segan untuk mengungkapkan perasaan kagum dan bangga pada pasangannya. Karena, pasangan manapun pasti akan merasa bahagia bila mendengar dan mengetahui hal tersebut, terlebih bila mendengar ungkapan tersebut secara langsung. Masalah ini sepertinya sepele, namun dampaknya sangat positif terhadap keharmonisan pasangan suami dan istri.
Begitupun sebaliknya, Sayidah Fathimah a.s. telah mengajarkan pada para istri agar tidak segan-segan untuk mengungkapkan perasaan, dukungan dan kesetiaan terhadap suaminya, seperti yang telah beliau sampaikan kepada Imam Ali a.s., suami tercintanya, “Wahai Abul Hasan, jiwaku akan menjadi tebusan jiwamu, diriku akan menjadi penjaga dirimu, aku akan senantiasa menyertaimu dalam keadaan senang maupun susah.” [Kaukab ad-Durri, jil 1, hal 196]
Beliau berdua memang manusia ma’shum yang terbebas dari dosa. Namun bukan berarti kita tidak bisa meneladani mereka; justru kita wajib mencontoh perilaku mereka semaksimal mungkin. Suami manapun pasti akan merasa bahagia dan tersanjung bila mendengar ungkapan seperti yang telah disampaikan Sayidah Fathimah a.s. kepada suami tercintanya. Ini pun harus diteladani oleh para istri. Dukungannya pada suami, baik dalam ucapan maupun perilaku, akan membantu suami agar kuat dalam menghadapi segala tantangan hidup, terutama bisikan-bisikan setan yang menyerangnya dari segala penjuru.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa menjaga keimanan di akhir jaman seperti menggenggam bara api. Bisa dibayangkan betapa sulitnya menggenggam bara api, begitupun menjaga keimanan. Segala godaan dari semua arah, teknologi pun memiliki peran dalam hal ini jika kita tidak dapat menggunakannya dalam hal-hal positif. Seorang istri yang baik akan senantiasa membantu suaminya agar tetap dalam keimanan. Dengan komunikasi yang benar ia akan senantiasa menjadi alarm bagi suaminya bila ada godaan, “Sayangku…! Bila nanti di luar melihat cewek cantik, ingat ya… pandangan pertama rahmat, pandangan kedua adalah laknat. Rugi loh… memandanginya terus, toh dia bukan milikmu. Itu hanya godaan yang sedang mencoba meluruhkan benteng keimananmu.”
“Sayangku…! Carilah rezeki yang halal. Percuma uang banyak kalau hasil korupsi. Harta dan tahta merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Mamah akan senantiasa mendoakan papah agar mampu menjalankan amanah ini dengan baik.”
Nah, marilah kita menjadi teman bagi pasangan dalam ketakwaan, agar menjadi pasangan dunia dan akhirat. Amiin.
[Euis Daryati MA/Itrah/Rubrik Keluarga Harmonis]