“Peran dan Kedudukan Nabi Muhammad (S) dalam Islam: Cahaya Petunjuk dari Tuhan untuk Umat Manusia”- 1
Annisa Eka Nurfitria,M.Sos——– Segala puji bagi Dia yang menciptakan segala sesuatu; menciptakan yang terbaik dari ciptaan-Nya, dan yang paling mulia di antara para Nabi-Nya, yaitu Muhammad. Semoga Allah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya atasnya serta keluarganya, yang telah Dia sempurnakan dalam segala hal, memurnikan sifat-sifat dan karakteristiknya, menjadikannya sebagai hamba yang paling suci dan kekasih-Nya, serta memberikan keutamaan kepadanya di atas semua yang Dia kehendaki untuk disucikan, dan mengangkatnya sebagai pemimpin bagi semua yang Dia kehendaki untuk dicintai oleh-Nya.
Doa ini dari Muhsin Faydh Al-Kashani (wafat 1680) menunjukkan betapa tinggi penghormatan yang dimiliki oleh Syiah terhadap Nabi Muhammad (S). Mereka menganggap Nabi sebagai manusia yang sempurna, sebaik-baiknya manusia, namun tetap tidak memandangnya sebagai inkarnasi keilahian, karena hal tersebut dianggap tidak sejalan dengan kebesaran Tuhan.
Saya tidak akan mengulas biografi Nabi Muhammad (S) di sini, karena hal itu telah dilakukan dengan baik oleh orang lain. Sebaliknya, saya ingin mengkaji peran yang dimiliki Nabi Muhammad (S) di kalangan umat Muslim, terutama di kalangan Syiah. Ulasan saya tidak akan bersifat historis. Cukuplah dikatakan bahwa Muhammad Abu al-Qasim (S) lahir dari pasangan Abdullah dan Aminah pada tahun 571 M. Misinya sebagai seorang Nabi dimulai ketika ia berusia empat puluh tahun, dan ia wafat pada usia enam puluh tiga tahun.
Selanjutnya, saya akan mengkaji bagaimana gambaran Nabi Muhammad tercermin dalam berbagai aspek pemikiran Syiah, termasuk tafsir, teologi, filsafat, dan mistisisme. Namun sebelumnya, kita harus mengingat kembali apa arti menjadi seorang Nabi.
Ada dua kata yang digunakan untuk menyebut orang-orang istimewa yang diutus oleh Tuhan dalam rahmat-Nya: Rasul (Utusan) dan Nabi. Kata yang terakhir ini umumnya dianggap mencakup yang pertama, yakni setiap rasul adalah nabi, tetapi tidak setiap nabi adalah rasul. Para rasul diutus untuk membawa hukum ilahi kepada umat manusia, sedangkan para nabi menjaga hukum tersebut dan juga menerima wahyu-wahyu khusus.
Dikatakan bahwa jumlah nabi yang diutus oleh Tuhan adalah 124.000. Misi para nabi ini dibuktikan melalui mukjizat yang mereka lakukan. Nabi pertama dikatakan adalah Adam (as), dan dia bersama dengan Nuh (as), Musa (as), Isa (as), dan Muhammad (S) dianggap sebagai yang terbesar dari para rasul Tuhan.
Nabi terakhir dan paling mulia adalah Rasulullah Muhammad (S) yang kepadanya Al-Qur’an diturunkan. Al-Qur’an menjadi mukjizat besar yang menegaskan kenabian Muhammad (S). Setiap nabi memiliki seorang penerus (wasi) yang bertugas menjaga misi yang dibawa oleh nabi tersebut. Penerus Musa adalah Harun; penerus Isa (as) adalah Petrus (as); dan penerus Muhammad (S) adalah Ali (as), imam pertama dalam Syiah.
Umat manusia telah dipercaya oleh Tuhan untuk menjadi pengelola di bumi; sehingga manusia disebut sebagai khalifah Tuhan di bumi. Manusia diberi kehormatan ini atas semua makhluk lain karena pengetahuan yang Tuhan berikan kepadanya “tentang nama-nama”. Namun, manusia sering kali mengkhianati amanah ini dengan bertindak tidak adil, menyebabkan kerusakan, dan memperlakukan amanah seolah-olah itu adalah milik pribadi yang bisa disia-siakan.
Tuhan mengutus para nabi untuk menunjukkan kepada umat manusia bagaimana kembali menjalankan tugas pengelolaannya. Para nabi diutus dengan kabar gembira dan peringatan: Tuhan Maha Pengasih dan Maha Pengampun bagi mereka yang mengikuti jalan-Nya melalui para nabi-Nya, dan ada hukuman yang mengerikan bagi mereka yang menolak petunjuk dan rahmat-Nya.
Jadi, menjadi seorang nabi adalah menjadi salah satu dari orang-orang istimewa yang diutus oleh Tuhan dan kepada siapa Dia memberikan wahyu. Namun, para nabi bukan hanya pembawa pesan ilahi. Untuk melaksanakan tugas ini, mereka harus sepenuhnya dapat dipercaya, sehingga mereka dijaga oleh Tuhan dari kesalahan (ma’sum).
Nabi Muhammad (S) disebut sebagai “penutup para nabi” dalam arti bahwa rantai kenabian berakhir dengannya dan disegel dengan yang paling mulia di antara semua nabi. Bagi Syiah, misi Nabi terus berlanjut melalui pekerjaan para Imam.
Nabi Muhammad (S) dalam Al-Qur’an Mulia
Biasanya, pembahasan tentang topik agama dimulai dengan memeriksa ayat-ayat Al-Qur’an, diikuti dengan hadits-hadits yang relevan. Bagi umat Islam, Al-Qur’an adalah wahyu langsung dari Tuhan; dan karena itu, otoritasnya melebihi semua sumber tertulis lainnya.
Apa yang Dikatakan Al-Qur’an tentang Nabi (S):
Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Nabi Muhammad (S) dan misinya terlalu banyak untuk disebutkan dalam sebuah artikel. Oleh karena itu, hanya beberapa pilihan yang akan diberikan. Dalam arti tertentu, seluruh Al-Qur’an berkaitan dengan Nabi Muhammad (S), karena ini adalah pidato langsung Tuhan kepada nabi-Nya, dan sering kali Tuhan berbicara langsung kepada Nabi menggunakan kata ganti orang kedua, seperti dalam:
“Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, serta sebagai penyeru kepada Allah dengan izin-Nya, dan sebagai pelita yang menerangi. Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa bagi mereka ada karunia yang besar dari Allah” (33:45-47)
“Sesungguhnya Kami mengutusmu dengan kebenaran, sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan ditanya tentang penghuni neraka” (2:119)
Poin bahwa Nabi tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang lain sering disebutkan dalam Al-Qur’an.
“Ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul; tetapi jika kamu berpaling, maka tugas Rasul Kami hanyalah menyampaikan dengan jelas” (64:12)
Terkadang Al-Qur’an langsung berbicara kepada umat manusia dan memberi tahu mereka tentang misi ilahi Nabi Muhammad (S):
“Muhammad bukanlah ayah dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup para nabi, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (33:40)
“Sebagaimana Kami mengutus kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri, yang membacakan kepada kalian tanda-tanda Kami, dan menyucikan kalian, dan mengajarkan Kitab dan hikmah kepada kalian, dan mengajarkan kepada kalian apa yang tidak kalian ketahui. Ingatlah Aku, maka Aku akan mengingat kalian, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari Aku” (2:151-152)
Rasul Allah diberi wewenang atas umatnya, dia diperintahkan untuk memberitahu mereka agar mereka mengikutinya, dan dia bertanggung jawab untuk membimbing mereka.
“Katakan: Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku; Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Katakan: Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika mereka berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir” (3:31-32) (bersambung)