Perempuan, Sebagai Penyampai Kebenaran, & Pengubah Opini Negatif Publik
Banyak sekali perempuan di skala nasional, maupun internasional, dengan pernyataan-pernyataan tajamnya, mampu menyampaikan aspirasi dalam berbagai bidang. Sebagai contoh, baru-baru ini dunia internasional dikejutkan oleh pernyataan pedas dan tegas seorang diploma yunior perempuan Indonesia, di Sesi ke-71 KTT PBB 13 September 2016 lalu. Nara Masista Rakhmatia, seorang diploma yunior perempuan yang telah menghajar dua presiden dan empat Perdana Menteri di PBB. Pernyataannya yang pedas dalam membalas pernyataan enam kepala negara tersebut, telah menarik perhatian dunia International.
Pemimpin enam negara pasifik itu menyerukan kemerdekaan Papua karena melakukan pelanggaran HAM di provinsi dan papua Barat. Pernyataan enam kepala negara tersebut dibalas Indonesia sebagai bermotif politik, tidak mengerti persoalan Papua dan mencampuri urusan negara lain. Mereka telah menyalahgunakan posisi PBB, termasuk sidang tahunan. Mereka gunakan Sidang Majlis Umum PBB untuk mengalihkan perhatian dunia dari masalah politik dan sosial dalam negerinya. Pepatah Asia Pasifik yang menjadi penutup pembicaraannya sangat tajam, “Ketika seseorang menunjukkan jari telunjuknya pada orang lain, jari jempolnya otomatis menunjuk pada wajahnya sendiri.”
Pada Tragedi Asyuro pun, seorang perempuan hebat dan tegar dengan lantang dan tegas telah menghajar para penguasa yang menganggap bahwa gerakan kebangkitan al-Husein as di Karbala itu salah. Dialah Zainab al-Kubro, dengan ucapannya yang tajam dan tegas telah membungkam mulut para pejabat penjilat. Dialah yang telah mengubah opini publik yang sebelumnya tidak berpihak kepada Ahlulbait as, karena berbagai black propaganda yang dilakukan oleh musuh-musuh Ahlulbait as. Jika hingga Asyuro peran terbesar dalam kebangkitan itu dipegang Imam Husein as dan para penolong setianya dari laki-laki, maka pasca Asyuro peran besar tersebut dipegang oleh para perempuan.
“Al-Islam, Muhammaddiyatul Huduts wa husainiyatul Baqa’. ‘Asyuro, Husainiyatul Huduts wa Zainabiyatul Baqa.” Keberadaan Islam terwujud melalui Nabi Muhammad saw dan kekal melalui Imam Husain as. Keberadaan Asyuro terwujud melalui Imam Husain as dan kekal melalui Zainab as). Demikian diungkapkan Allamah Kasyiful Ghitha.
Ungkapan di atas merupakan salah satu perwujudan dari hadis Rasul, “Husain dariku dan aku dari Husain…” Ungkapan “Aku dari Husain” mengisyaratkan bahwa kelanggengan Islam Muhammadi terwujud melalui peranan Imam Husain as dalam peristiwa Asyuro. Sedangkan kelanggengan Asyuro terwujud melalui peranan Zainab al-Kubro as. Oleh karena itu, Sayyidah Zainab as memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kemurnian dan kesucian Islam Muhammadi.
Pada hari ini kita menyaksikan bahwa informasi-informasi yang menyesatkan dengan mudah tersebar luas. Begitu pula yang dulu terjadi pasca tragedi Karbala. Informasi-informasi yang sesat bertebaran. Apalagi, pada zaman itu informasi lebih banyak berdasarkan dari mulut ke mulut. Beda dengan zaman sekarang, di mana informasi bisa didapat dari internet atau televisi sehingga selain ucapan, kita juga bisa menyaksikan langsung rekaman gambarnya.
Pada kondisi semacam itulah, Sayyidah Zainab berperan penting menjadi penyampai informasi yang benar, dan menangkal berbagai fitnah yang menyesatkan umat. Penguasa zalim berusaha mengelabui masyarakat. Mereka mengatakan bahwa merekalah yang berada di pihak yang benar, sedang Imam Husain bersama para pembelanya adalah pemberontak yang menentang penguasa legal. Jika para tawanan Karbala diam seribu bahasa dan tidak berusaha untuk membuka kebusukan-kebusukan orang-orang zalim itu, maka opini umum akan mendukung mereka. Para penguasa zalim itu selalu berusaha memutarbalikkan fakta, menampakkan kebatilan seolah-seolah kebenaran.
Karena itulah, pasca Asyuro, Sayyidah Zainab dan para perempuan Karbala aktif menjadi juru bicara menyampaikan tujuan kebangkitan Imam Husain. Mereka membeberkan berbagai kebusukan musuh-musuh beliau, mensosialisasikan peristiwa Asyuro seluas-luasnya, sehingga umat Islam bisa mengenali siapa pihak yang benar, siapa pihak yang bersalah.
Usai pembantaian terhadap Imam Husain dan pasukannya, Sayyidah Zainab, kaum perempuan, anak-anak, dan Imam Baqir serta Imam Ali Zainal Abidin, ditawan dan dibawa menempuh perjalanan yang berat dari Karbala menuju Kufah, lalu ke Syam (Damaskus). Meskipun dalam kondisi duka cita akibat kehilangan saudara-saudaranya di padang Karbala, Sayyidah Zainab tetap tegar memperjuangkan nilai-nilai Islam. Kepada masyarakat yang membludak di sepanjang jalan yang dilewati rombongan Ahlul Bait as, Sayyidah Zainab dan para perempuan Karbala selalu memberikan penjelasan mengenai apa yang sebenarnya terjadi di Karbala.
Ketika tiba di Kufah, Sayyidah Zainab berpidato dengan piawai di hadapan penduduk Kufah, sehingga orang-orang melihat seakan-akan kata-katanya keluar dari mulut Imam Ali as. Penguasa Kufah saat itu, Ibnu Ziyad, berkata dengan congkak, “Puji syukur aku panjatkan pada Allah swt yang telah mempermalukan kalian dan telah membuka kedok kebohongan kalian semuanya.”
Sayyidah Zainab menjawab, “Yang sebenarnya dipermalukan Allah ialah kalian yang fasik dan yang mempunyai kebohongan ialah para pendusta, bukan kami!”
Ibnu Ziyad menyahut, “Bagaimana pendapatmu tentang apa yang telah Allah timpakan terhadap saudara dan keluargamu?”
Tanpa diduga oleh Ibnu Ziyad, dengan tegas Sayyidah Zainab menjawab, “Tidaklah kulihat semua ini, melainkan keindahan. Mereka ialah orang-orang yang telah ditakdirkan oleh Allah swt untuk mati terbunuh. Mereka pun bergegas menyongsong kematian itu. Allah swt kelak akan mempertemukanmu dengan mereka. Kelak engkau akan dihujani pertanyaan dan disudutkan. Lihatlah, siapakah yang akan menang pada hari itu? Semoga ibumu memakimu, hai anak Marjanah!!!”
Ucapan tajam Sayidah Zainab tersebut telah menghajar dan menjadi tamparan bagi Ibnu Ziyad hingga ia merasa dipermalukan oleh seorang perempuan di hadapan umum.
Di Syam, Sayyidah Zainab menyampaikan khutbahnya yang terkenal, yaitu khutbah Ghara’ yang berisikan peringatan terhadap Yazid bin Muawiyah. Sayyidah Zainab memperkenalkan jati dirinya kepada khalayak umum, memperkenalkan kedudukan Imam Husain as di sisi Rasul saw, dan mengingatkan siksaan yang akan menimpa orang-orang yang telah berbuat zalim, khususnya para pembunuh hujjah-Nya di muka bumi. Khutbah beliau sedemikian hebat sampai-sampai Yazid bin Muawiyah hanya diam seribu bahasa. Ia tidak mampu berkata ketika mendengar khutbah Sayyidah Zainab as.
Khutbah Sayyidah Zainab as telah mampu menyadarkan masyarakat Syam. Beliau telah membuka kedok kejahatan Yazid di hadapan masyarakat. Kondisi pun semakin memanas sampai-sampai Yazid pun menjadi ketakutan dan akhirnya ia menyatakan penyesalan atas pembunuhan Imam Husain as dan melemparkan kejahatan tersebut kepada Ibnu Ziyad.
Peran penting Sayyidah Zainab ini perlu kita teladani. Sebagai kaum perempuan pencinta AhlulBait, sudah selayaknya kita pun menjadi penyampai kebenaran. Jangan sampai kata-kata yang keluar dari mulut kita selalu saja pembicaraan seputar model-model baju terbaru, sinetron di tivi, atau tentang kehidupan para artis. Jangan sampai kata-kata yang keluar dari mulut kita hanyalah omelan, ghibah, atau fitnah. Mari kita melatih diri sebagai penyampai kebaikan dan ilmu yang bermanfaat untuk sesama.
[Euis Daryati MA]