Ritual ziarah Arbain sejak dulu kala
Annisa Eka Nurfitria, Lc___Sejarah perjalanan Arbain terletak pada awal sejarah Islam. Bagi Muslim Syiah, pertempuran Karbala adalah peristiwa yang menginspirasi adanya ziarah Arbain di Irak. Pada masa pemerintahan Khalifah Umayyah Yazid, cucu Nabi Muhammad (SAW) Imam Husain (AS) dipenggal oleh tentaranya di dataran Karbala. Empat puluh hari setelah kesyahidan Imam Husain (AS), saudara perempuannya Sayyidah Zainab (SA), setelah dibebaskan dari tawanan oleh Yazid, kembali ke Karbala dan memberikan pidato di tempat kesyahidan abangnya, hal inilah yang membangun tradisi berkabung dengan mengunjungi pusara Imam Husain (AS). Dan dikenal sebagai ziarah Arbain yang terjadi empat puluh hari setelah ‘Asyura’.
Garis waktu-Kilas Balik
Untuk menelusuri kembali sejarah perjalanan Arbain, sangat penting mengetahui beberapa tokoh dan peran mereka:
- Jabir – Peziarah pertama
Jabir ibn Abdullah al-Ansari, seorang sahabat Nabi adalah peziarah pertama yang mengunjungi makam Imam Husain (AS) pada tahun 61 H, setelah kesyahidannya pada tahun yang sama. Kunjungannya terjadi pada saat Imam Zayn al-Abidin (AS) dan para wanita dari keluarga serta sahabat Imam Husain (AS) juga kembali dari Suriah setelah dibebaskan sebagai tawanan untuk mengunjungi makam para syuhada.
- Kebiasaan selama periode Ayatollah Murtadha al-Ansari
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa kebiasaan melakukan haji dengan berjalan kaki ada selama periode ahli hukum Syiah Syekh Murtadha al-Ansari, tetapi dilupakan beberapa saat setelah kematiannya pada tahun 1864 M.
Kebangkitan Mirza Husain Noori Tabarsi dan marja. lainnya
Ziarah dengan berjalan kaki dihidupkan kembali oleh Mirza Husain Noori Tabarsi semasa hidupnya ketika pertama kali menunaikan ibadah haji bersama tiga puluh orang termasuk sahabat dan kerabatnya. Kemudian, ia memutuskan untuk melakukan praktik ini setiap tahun sampai wafatnya. Banyak marja lain, pada waktu itu, mengikuti hal tersebut sampai akhir abad ke-20.
Larangan oleh Saddam
Selama pemerintahan Saddam Hussain di Irak, semua prosesi Arbain di ranah publik termasuk berjalan kaki dari Najaf ke Karbala dilarang tiga puluh tahun lamanya sampai kejatuhannya pada tahun 2003. Sejak tahun 2003 ziarah denagn berjalan tersebut diadakan setiap tahun dengan jumlah peserta yang terus meningkat.[1]
Delapan belas tahun setelah ditetapkannya ritual suci ini, kini ziarah Arbain Husaini menjadi terkenal di dunia karena kehadiran jutaan peziarah dari dalam maupun luar Irak, dan setiap tahun pengikut dari berbagai agama dan amzhab dari seluruh hadir untuk melakukan perjalanan rohani ini.
Meskipun liputan media tentang ziarah Arbain di dunia dimulai setelah jatuhnya rezim Saddam Hussein, faktanya upacara khusus ini memiliki sejarah panjang di kalangan rakyat Irak. Penduduk kota suci Qom di tahun 80-an dan 90-an abad terakhir (tahun-tahun rezim Ba’ath Saddam di Irak) ingat betul bahwa warga Irak yang tinggal di Republik Islam Iran, yang diusir dari negara itu oleh rezim tersebut dengan berbagai dalih, dari berbagai kota di Iran, pada hari Arbain mereka berkumpul di kota suci Qom dan mengadakan ritual ziarah empatpuluh hari wafatnya Imam Husein di sebelah tempat suci Fatemeh Masoumeh (SA).
Pengungsi Irak di berbagai negara di dunia pada tahun-tahun saat jauh dari tanah air mereka (80-an dan 90-an abad terakhir), selalu menunjuk salah satu tempat suci untuk mendirikan Arbain, karena upacara ini dianggap sebagai salah satu ritual Hosseini, tetapi tidak ada liputan berita saat itu. Syiah Irak, mengutip sebuah hadis adari Imam Hassan Askari (AS) (232-260 AH / 846-874M), agar mempertimbangkan untuk mengunjungi pusara Aba Abdullah Al-Hussein (AS) pada hari keempat puluh ( 20 Safar) sebagai salah satu tanda orang yang beriman. Imam Hassan Askari (AS) menyebutkan lima hal sebagai tanda seorang mukmin: “Menjalankan shalat 50 rakaat (total tugas dan mustahab), mengunjungi ziarah Arbain Hosseini, memakai cincin batu akik di tangan kanannya, membenamkan dahinya saat sujud dan Mengucapkan ” “Bism Allah Ar-Rahman Al-Rahim” (dalam doa). (Wasail u SyiahVolume 10, Halaman 373). Terlepas dari riwayat ini dan riwayat lain dari Ahl al-Bayt(AS) yang suci dan disucikan, tawanan Karbala, di antaranya adalah Imam Zayn al-Abidin (AS) pada hari keempat puluh Husseini di Karbala dengan Jabir bin Abdullah Ansari, para sahabat Jalil al-Qadr dan Atiya Al-Awfi perawi hadits bertemu. Mereka merupakan salah satu golongan orang pertama yang secara praktis mendirikan ziarah Arbain Hosseini.
Menurut para ahli Irak, ziarah Arbaeen dimulai pada empat puluh tahun pertama kesyahidan Aba Abdullah Al-Hussein (AS) dan para sahabatnya dan terus berlanjut tanpa henti sejak hari itu (1.400 tahun). Berbagai gambar ritual Arbain didokumentasikan, difoto dan diterbitkan selama 100 tahun terakhir, menunjukkan bahwa ziarah tersebut dan ziarah ke Karbala telah lama dilakukan dan umum di kalangan Syiah Irak.
Tidak diragukan lagi, apa yang terjadi hari ini dalam ziarah Arbain Hosseini, baik dalam hal populasi yang jutaan dan prosesi serta jenis seremoni benar-benar berbeda dari masa lalu dalam hal kuantitas dan kualitas. Dan tantangan yang dihadapi upacara ini selama 18 tahun adalah yang berkaitan dengan serangan teroris dan keamanan.
Menghubungkan Masa Lalu ke Masa Kini
Sejak awal, kunjungan para peziarah ke makam Imam Husain (AS) ditandai dengan peringatan masa lalu dengan berkabung atas meninggalnya seorang Imam yang saleh dan adil sambil berdoa untuk kembalinya Imam Mahdi (AJ), Imam kedua belas dalam kegaiban yang akan tiba di akhir zaman untuk memenuhi dunia dengan keadilan. Pernyataan Imam Husain (AS), “Saya melihat kematian sebagai keselamatan, dan hidup dengan para penindas sebagai kemalangan,” adalah tepat di sini, karena ziarah Syiah bukan hanya tentang masa lalu tetapi juga tentang kondisi kehidupan saat ini.[2]
[1] Nasr, Vali. The Shia Revival: How Conflicts within Islam Will Shape the Future, New York: W.W. Norton & Company, 2006, p 18–19.
[2] Shomali, Mohammad A. Shi‘i Islam: Origins, Faith & Practices. London: ICAS, 2003, p. 147