Syahid Qassem Soleimani: Arsitek Perlawanan Palestina dan Warisannya
Annisah Eka Nurfitri, M.Sos —— Sebelum kelompok perlawanan di Jalur Gaza menjadi lebih terorganisasi, masyarakat lokal dan penduduk di Tepi Barat harus menghadapi musuh Zionis hanya dengan batu dan sumber daya sederhana selama Intifada pertama. Saat itu, militer Israel yang modern dengan mudah memasuki wilayah Palestina tanpa menghadapi perlawanan berarti, memberikan tekanan besar pada penduduk asli untuk meninggalkan rumah mereka atau tunduk pada kehendak Tel Aviv.
Namun, setelah Intifada kedua, terjadi perubahan signifikan dalam dinamika medan pertempuran. Kerentanan rezim di wilayah Palestina yang diduduki meningkat secara drastis. Pada akhir 1990-an, komandan Pasukan Quds bekerja sama dengan Hizbullah Lebanon untuk melatih pasukan pengasingan dari gerakan Hamas di Lebanon dalam pembuatan senjata dan taktik tempur melawan musuh Israel.
Kini, lebih dari dua dekade sejak dukungan militer Iran untuk perlawanan di Jalur Gaza dimulai, kelompok-kelompok Palestina telah berhasil mengembangkan kemampuan pertahanan mereka dengan menggunakan berbagai jenis rudal, drone berbasis intelijen, dan senjata anti-armor yang efektif melawan mesin perang Israel di Gaza. Peran Syahid Qassem Soleimani dalam memperkuat kekuatan deterrence Jalur Gaza menjadi tonggak penting dalam perjalanan ini.
Setelah Mundurnya Pasukan Israel
Setelah pasukan penjajah Israel mundur dari Jalur Gaza, kontrol atas wilayah Palestina ini diserahkan kepada gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas. Dukungan material dan spiritual dari Tehran kepada kelompok-kelompok Palestina telah dimulai sejak kemenangan Revolusi Islam. Namun, keterlibatan signifikan Iran baru terlihat setelah Perjanjian Oslo, yang menandai efektivitas generasi baru perlawanan dan legitimasi perjuangan bersenjata melawan musuh Israel.
Konferensi Tehran dan Awal Hubungan Strategis
Pengembangan hubungan antara Iran dan Hamas dimulai dengan kehadiran para pemimpin tingkat tinggi kelompok Palestina ini dalam Konferensi Tehran pada tahun 1990-1991. Hanya setahun setelah pembentukan hubungan strategis ini, perdana menteri rezim Zionis saat itu, Yitzhak Rabin, mengasingkan hampir 420 tokoh kunci Hamas ke Lebanon. Pengasingan ini dilakukan karena peran signifikan kelompok Palestina tersebut dalam Intifada.
Pada masa itu, Pasukan Quds IRGC dan pejuang Lebanon memainkan peran penting dalam melatih pasukan Hamas dalam pembuatan senjata, taktik tempur, pembangunan terowongan rahasia, dan perang kota. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Syahid Soleimani secara rahasia mengunjungi Jalur Gaza beberapa kali dan secara pribadi memainkan peran penting dalam memperkuat pertahanan wilayah tersebut dari kemungkinan serangan militer Israel.
Strategi Soleimani dalam Membangun Kekuatan
Karena blokade total wilayah Palestina oleh militer Israel, tidak mungkin membeli atau menciptakan jalur perakitan senjata langsung di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Atas dasar ini, Syahid Soleimani mengembangkan dua strategi utama: membangun jaringan rahasia transfer senjata dan memproduksi berbagai jenis senjata pertahanan dengan fasilitas minimal.
Jaringan transfer senjata ini melibatkan pengiriman senjata ke pasukan Palestina melalui tiga jalur utama: Sudan, Mesir, dan Libya. Salah satu contohnya, dinas keamanan Mesir pernah melaporkan pengiriman 138 roket Grad dari Libya ke Jalur Gaza. Selain itu, menurut laporan Washington Institute, Pasukan Quds dan IRGC terkadang meninggalkan peralatan pembuatan roket di dekat perairan yang berbatasan dengan Gaza untuk diambil oleh pasukan Palestina di pantai.
Para komandan militer Hamas dan Jihad Islam juga dilatih di Lebanon dan Iran untuk memproduksi roket Al-Qassam jarak pendek dari bahan sederhana. Kini, batalion Ezzeddin al-Qassam dan Saraya Al-Quds telah dilengkapi dengan senjata seperti drone Shahab dan Al-Qasef, serta rudal kelas Qassam, Fajr, Badr, Qassem, Grad, dan Baraq. Senjata ini dirancang untuk menantang sistem pertahanan Iron Dome dan menghapusnya dari jarak tertentu.
Warisan Syahid Soleimani
Rudal-rudal perlawanan Gaza yang mampu menjangkau antara 3 hingga 250 kilometer adalah salah satu warisan abadi Syahid Soleimani. Berdasarkan statistik yang dipublikasikan, diperkirakan antara 4 hingga 5 ribu roket Palestina telah ditembakkan ke wilayah pendudukan sejak 7 Oktober. Pencapaian ini tidak lepas dari jaringan yang dibangun oleh Soleimani untuk melengkapi perlawanan di Tepi Barat dan Jalur Gaza melalui berbagai cara.
Meskipun Tel Aviv dan beberapa pesaing regional Iran berusaha melemahkan hubungan strategis Tehran dengan perlawanan Palestina melalui konflik agama atau perang sipil di Suriah, Syahid Soleimani tidak pernah menghentikan bantuan militer dan finansialnya kepada Hamas. Bagi Haj Qassem, isu Palestina tidak hanya dilihat sebagai “kepentingan nasional” semata, tetapi ia menganggap dukungan terhadap kelompok perlawanan sebagai “kewajiban agama.”
Mengenang Wafatnya Syahid Soleimani
Wafatnya Syahid Soleimani pada Januari 2020 dikenang setiap tahun oleh berbagai kelompok perlawanan di Gaza, Tepi Barat, hingga Hizbullah di Lebanon. Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatullah Ali Khamenei, dalam pidato setelah kesyahidan Soleimani, menyebutnya sebagai arsitek utama yang memperkuat perlawanan Palestina. Ayatullah Khamenei menyatakan, “Syahid Soleimani memberikan segalanya untuk membela Palestina dan melawan kedzaliman rezim Zionis.”
Peringatan ini tidak hanya mengenang sosoknya sebagai komandan militer, tetapi juga sebagai figur yang mendedikasikan hidupnya untuk mempertahankan Quds dan hak-hak rakyat Palestina. Pesannya terus hidup melalui strategi-strategi yang diadopsi oleh kelompok perlawanan saat ini. Operasi Badai Al-Aqsa yang sukses adalah bukti nyata dari visi dan upaya gigih Soleimani dalam memperkuat kelompok-kelompok perlawanan Palestina.
Kepemimpinan dan Visi Strategis
Dari Konferensi Tehran hingga perang 22 hari di Gaza, Soleimani konsisten memberikan bantuan finansial dan senjata kepada kelompok Palestina. Ia juga mempromosikan pembentukan pusat komando bersama yang memungkinkan koordinasi strategis untuk menghadapi musuh Zionis. Upayanya menjadikan kelompok-kelompok perlawanan Palestina sebagai pemain kunci dalam perkembangan kawasan Levant.
Dalam surat kepada bendahara Pasukan Quds, Soleimani bahkan meminta agar gajinya dialokasikan sepenuhnya untuk perjuangan Palestina hingga kemenangan akhir tercapai. Keikhlasan dan dedikasinya menginspirasi kelompok perlawanan untuk menjadi lebih mandiri dalam produksi senjata dan mempertahankan tanah air mereka serta kiblat pertama umat Islam.