Fidhah; Pelayan Sayidah Fathimah as & Al-Quran Berjalan
Euis Daryati, MA—– Menjadi Pelayan Sayidah Fathimah as
Fidhah berasal dari Negara India. Ia datang ke kota Madinah pada zaman Rasulullah Saw masih hidup. Ia statusnya saat itu ialah sebagai budak perempuan. Namun, terdapat beberapa versi mengenai sebab kedatangannya ke Madinah. Sebagian mengatakan bahwa Fidhah merupakan putri raja India. Akan tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahui secara jelas mengenai kedatangannya ke Madinah. Karena, pasukan Islam pada saat itu belum pernah memasuki wilayah India. Karena wilayah tersebut baru ditaklukan pada zaman Abdul Malik bin Marwan.[1]
Sementara dalam sumber lain disebutkan beberapa kemungkinan lainnya; pertama, Raja Najasyi berperang dengan kerajaan India dan akhirnya Fidhah ditawan, lalu raja Najasyi menghadiahkannya kepada Rasulullah Saw. Kedua, Raja Romawi telah memberikan berbagai hadiah kepada Rasulullah, di antaranya ialah menghadiahkan Fidhah Hindi. Ketiga, karena cahaya Islam telah terpancar dalam hatinya akhirnya ia membiarkan dirinya tertawan agar dapat sampai ke Negara pusatnya Islam.[2]
Sempat terbesit dalam hati Fidhah mengharapkan kematian, karena seringnya mendengar berbagai cerita kekejaman para majikan kepada para budak. Fidhah tengah bergegas pergi menuju rumah majikan barunya, Sayidah Fathimah as. Dalam perjalanan, Fidhah menangis karena teringat akan kasih sayang, kelembutan, belaian dan pelukan hangat ibunya. Namun akhirnya, ia pun pasrah atas nasib yang telah menimpanya. Fidhah terus larut dalam lamunannya, ia tak sadar jika telah sampai di rumah calon majikannya. Tiba-tiba ia mendengar seseorang memberikan salam kepadanya. “Tidakkah aku salah mendengar? Apakah ada orang yang memberikan salam kepada seorang budak?” gumannya. Ternyata ia tidak salah mendengar, kembali ia mendengar sambutan hangat yang telah memberikan salam kepadanya, seraya berkata, “Assalamualaikum, saya adalah Fathimah. Selamat datang di rumah barumu!”
Kemudian Sayidah Fatimah as membawanya masuk ke dalam rumah dan mempersilahkannya duduk. Beliau menjamu calon pelayannya dengan segala hidangan yang tersedia di dalam rumah. Fidhah sangat terkesima saat menyaksikan perlakuan baik majikan baru padanya. Semua pikiran buruk yang telah terbesit dalam pikiran Fidhah pun hilang dari ingatannya. Perlakuan Sayidah Fathimah as padanya telah membuatnya nyaman. Ia telah datang di rumah wanita termulia dan penghulu para wanita, yang telah memperlakukan pembantu dengan sebaik-baiknya.
Fidhah sangat terpukau saat memandang wajah suci Sayidah Fathimah as. Ia kembali larut dalam lamunannya, “Betapa bercahaya perempuan ini. Betapa berkharisma perempuan ini. Walaupun ia calon majikanku, namun ia pun sangat baik dan hangat dalam menyambutku … seperti aku telah mengenalnya.”
Tiba-tiba Fidhah merasakan tangan majikannya telah memegang tanggannya dengan lembut, seraya berkata, “Janganlah sungkan di rumah barumu! Anggaplah aku sebagai saudarimu! Engkau pasti lelah, istirahatlah dulu untuk beberapa hari. Setelah itu, baru kita bergantian dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Ketika giliran saya yang mengerjakan pekerjaan rumah, engkau harus beristirahat. Dan sebaliknya, ketika giliranmu tiba, engkau yang bekerja dan saya akan beribadah.”
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Fidhah melihat seorang majikan yang membagi pekerjaan dengan seorang pelayan secara adil. Memberi makan pelayannya sama dengan makanannya sendiri. Setiap malam, ia mendengar munajat doa dan tangisan Sayidah Fathimah az-Zahra as, yang sedang bermunajat dengan Tuhannya. Menyaksikan pemandangan seperti itu, lalu ia pun bangun mengambil air wudhu dan beribadah. Di rumah majikannya ia telah mendapatkan berbagai ilmu. Ia telah belajar tentang keutamaan, pengorbanan, kedermawanan dan kemanusiaan dari majikannya, Sayidah Fathimah as.
Fidhah telah mendengar dan menyaksikan majikannya saat bekerja dan menumbuk gandum selalu terlantun dari bibir sucinya ayat-ayat suci Al-Qur’an. Karena itu, ia telah belajar untuk selalu bersama Al-Qur’an dari Sayidah Fathimah as. Bahkan ia tidak pernah berbicara melainkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an sampai akhir hayatnya. Ketika ia ingin mengatakan atau menanyakan sesuatu maka akan menggunakan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Percakapan Fidhah Hindi dengan Menggunakan Ayat-Ayat Al-Quran
Disebutkan dalam sejarah, pada suatu hari di padangan pasir Hijaz, seorang lelaki tertinggal dari rombongannya dan ia telah bertemu dengan Fidhahs. Ia berbicara dengan Fidhah, dan Fidhah senantiasa berbicara dengannya dengan Al-Quran. Berikut ini adalah beberapa contoh percakapan Fidhah dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran dengan seorang laki-laki.
Lelaki tersebut bertanya kepada Fidhah, “Siapakah anda?”
Fidhah menjawab,
وَقُلْ سَلٰمٌۗ فَسَوْفَ يَعْلَمُوْنَࣖ
“…dan Katakanlah, “Salam kelak mereka akan mengetahui.”. (QS. Az-Zukhruf:89)
Dari ayat tersebut, lelaki itu telah memahami bahwa ia harus mengucapkan salam terlebih dahulu. Oleh Karena itu, ia mengucapkan salam kepada Fidhah.
Lalu ia bertanya kembali, “Apa yang anda lakukan di tempat ini sendirian? Apakah anda tersesat?”
Fidhah menjawab,
وَمَنْ يَّهْدِ اللّٰهُ فَمَا لَهٗ مِنْ مُّضِلٍّ
“Dan barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka tidak seorangpun yang dapat menyesatkannya.” (QS. Az-Zumar:37)
Lelaki itu bertanya, “Apakah anda jin atau manusia?”
Fidhah menjawab,
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ
“Hai anak Adam, pakailah pakainmu yang indah.” (QS. A’raf:31)
Maksudnya ia adalah manusia dan bukan jin.
Lelaki itu bertanya, “Anda berasal dari mana?”
Fidhah menjawab,
يُنَادَوۡنَ مِنۡ مَّكَانٍۢ بَعِيۡدٍ
“Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh.“ (QS. Fushilat:44)
Maksudnya ia berasal dari tempat jauh.
Lelaki itu bertanya, “Anda mau pergi kemana?”
Fidhah menjawab,
وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran:97)
Maksudnya ia hendak pergi ke kota suci Mekkah.
Lelaki itu bertanya, “Sudah berapa lama anda di perjalanan?”
Fidhah menjawab,
وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍۖ
“Dan Sesungguhnya Telah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa.” (QS. Qaaf:38)
Maksudnya ia telah 6 hari lamanya berada dalam perjalanan.
Lelaki bertanya, “Apakah anda sudah makan?”
Fidhah menjawab,
وَمَا جَعَلْنٰهُمْ جَسَدًا لَّا يَأْكُلُوْنَ الطَّعَامَ
“Dan tidaklah kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan.” (QS. Al-Anbiya:8)
Maksudnya ia belum makan.
Lalu laki-laki tersebut memberi makan kepadanya, seraya bertanya, “Kenapa anda tidak berjalan cepat sehingga tidak tertinggal?”
Fidhah menjawab,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah:286)
Maksudnya ia tidak mampu berjalan dengan cepat karena usianya yang telah lanjut.
Dari kisah Fidhah kita dapat memahami keagungan Sayidah Fathimah as, majikan Fidhah. Fidhah pelayannya saja luar biasa seperti, apalagi majikannya. Karena interaksi harian dengan Sayidah Fathimah Fidhah menjadi sosok yang luar biasa.
[1] Majlisi, Biharul-Anwar, jilid 41, hal. 272
[2] Riyahanu asy-Syari’ah jilid 2 hal. 320 dinukil dari Cesyme dar Bastar, hal. 314