Kajian Singkat Sunan Ad-Darimi
Nama penulis: Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman At-Tamimi Ad-Darimi[1] As-Samarqandi.
Tahun lahir dan wafat: Lahir tahun 185 dan wafat tahun 255 H. (bersamaan dengan tahun wafatnya Bukhari dan Muslim)
Guru-guru: Nadhr bin Syumail, Hasyim bin Qasim, dan Aswad bin Hilal di antara guru-guru terpenting Ad-Darimi.
Murid-murid: Mayoritas penulis Shihah Sittah seperti Muslim bin Hajjaj Naisaburi, Abu Daud Sajistani, Tirmidzi, dan Bukhari[2] adalah murid-murid Ad-Darimi. Demikian pula Baqi bin Mukhallad[3] dan Abdullah bin Ahmad, putera Ahmad bin Hanbal yang mengumpulkan musnad sang ayah, juga termasuk murid-muridnya.
Sekilas Tentang Ad-Darimi
Ia disebut sebagai orang yang menghidupkan sunnah. Dari beberapa ungkapan dapat ketahui kadar kefanatikannya dalam madzhab Ahlu Sunnah. Ibnu Hajar dalam Tahdzib At-Tahdzib menukil beberapa ungkapan dari ulama Ahlu Sunnah mengenai Ad-Darimi:
- Ahmad dan Abu Said Asyajj menyebutnya imam.
- Muhammad bin Abdullah bin Numair menyebutnya sebagai orang yang kuat hafalannya dan menjaga kewaraan.
- Usman bin Abi Syaibah menyebutnya sebagai orang yang dikenal dalam hafalan, bashirah dan penjagaan diri.
- Khatib Al-Baghdadi menyebutnya sebagai orang yang kuat hafalannya di dunia.
- Ibnu Abi Hatim menyebutkan dari ayahnya bahwa ia adalah imam pada masanya.
- Ibnu Asy-Syarqi mengatakan bahwa terdapat 5 ahli hadis besar yang salah satunya adalah Ad-Darimi.
- Ibnu Hibban menyebutnya sebagai orang yang memiliki hafalan yang kuat, menyebarkan sunnah di wilayahnya, menyeru manusia untuk kembali kepada sunnah, membela kehormatan sunnah dan mengontrol orang yang menentang sunnah.[4]
Kitab Ad-Darimi
Apakah kitab ini sunan atau musnad dan apakah lebih utama dari Sunan Ibnu Majah?
Musnad adalah sebuah kitab yang disusun berdasarkan urutan nama-nama sahabat. Sunan adalah sebuah kitab yang memiliki tiga ciri berikut:
- Pembagian bab-bab fikih dari taharah hingga diat.
- Tidak terdapat hadis-hadis mauquf.
- Mencakup sunnah, bukan hadis.
Suyuti berkata, “Musnad Ad-Darimi bukan kitab musnad, namun ia terdiri dari urutan bab.”[5]
Hafidh Iraqi berkata, “Kitab Ad-Darimi dikenal dengan sebutan musnad sebagaimana Bukhari menyebut kitabnya dengan musnad karena hadis-hadisnya memiliki sanad. Tampaknya musnad memunculkan makna baru, yaitu kitab yang hadis-hadisnya memiliki sanad.”
Selanjutnya Iraqi berkata, “Namun kitab Ad-Darimi banyak mengandung hadis-hadis mursal, mu’dhal, munqathi’, dan maqthu’.” (Kemungkinan kitab Ad-Darimi diakhirkan dari kitab-kitab lainnya karena alasan ini)
Maghlathi berkata, “Sekelompok orang menyebut musnad Ad-Darimi sebagai shahih.”
Ibnu Hajar membantah ucapan di atas, “Sungguh aku tidak mengetahui hal itu diucapkan orang yang terpercaya. Bila benar ada yang menyebutnya sebagai shahih, realitanya menunjukkan sebaliknya karena di dalamnya terdapat hadis-hadis dhaif, munqathi’, maudhu’…”
Apakah kitab Ad-Darimi lebih utama dari Sunan Ibnu Majah?
Maghlathi menulis: Mestinya Musnad Ad-Darimi dijadikan kitab keenam dari Kutub Shihah Sittah menggantikan Sunan Ibnu Majah, karena Musnad Ad-Darimi minim dari rijal dhaif dan hadis-hadis munkar, meskipun terdapat hadis-hadis mursal dan mauquf.”[6]
‘Alaiy berkata, “Jika Musnad Ad-Darimi didahulukan dari Sunan Ibnu Majah dan menjadi kitab keenam (dari Kutub Sittah), akan lebih baik.”
Dehlawi berkata, “Kitab Ad-Darimi lebih layak dijadikan sebagai kitab keenam Shihah Sittah, karena minimnya rijal dhaif, hadis-hadis munkar dan syadz. Kitab itu memiliki sanad yang bagus” terutama tsulatsiyatnya[7] yang lebih banyak jumlahnya dari tsulatsiyat Bukhari yang berjumlah 30 saja.[8]
Beberapa contoh riwayat Sunan Ad-Darimi
1- Berkenaan dengan nikah mut’ah
Dari Ja’far bin ‘Aun, dari Abdul Aziz bin Umar bin Abdul Aziz, dari Rabi’ bin Sabrah bahwa ayahnya menuturkan: “Kami bersama Rasulullah saw. di haji wada’. Beliau saw. bersabda, “Lakukanlah istimta’ dengan perempuan-perempuan ini!”
Istimta’ menurut kami adalah nikah. Kami sampaikan ucapan ini kepada para perempuan. Mereka enggan menikah tanpa ada jangka waktu. Nabi saw. bersabda kepada kami, “Lakukanlah (sebagaimana yang diinginkan mereka).”
Aku dan sepupuku… mendatangi seorang perempuan. Ia tertarik kepada diriku yang lebih muda dari sepupuku… maka terjadilah mut’ah dengannya dengan jangka waktu 10 hari… (hingga akhir hadis yang menyinggung pengharaman mut’ah oleh Nabi saw. pada peristiwa itu.)”
Setelah hadis tersebut, terdapat dua hadis lain:
- Dari Muhammad bin Yusuf, dari Ibnu ‘Uyainah, dari Zuhri, dari Rabi bin Sabrah Al-Juhni, dari ayahya, “Rasulullah saw. melarang nikah mut’ah pada ‘am al-fath.”
- Dari Muhammad, dari Ibnu ‘Uyainah, dari Zuhri, dari Al-Hasan dan Abdullah, dari ayah mereka berdua, “Aku mendengar Ali berkata kepada Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. melarang mut’ah an-nisa’… pada ‘am”
Dalam riwayat pertama disebutkan bahwa Nabi saw. mengharamkan mut’ah pada haji wada’. Dalam riwayat kedua disebutkan bahwa beliau saw. mengharamkannya pada tahun Fath Makkah. Adapun dalam riwayat ketiga disebutkan bahwa beliau saw. mengharamkannya pada tahun Khaibar (tahun ke-6).
2- Tentang menyusui orang dewasa
Aisyah berkata, “Sahlah binti Suhail (isteri Abu Hudzaifah bin ‘Utbah bin Rabi’ah) datang kepada Nabi saw. dan berkata, “Salim, budak Abu Hudzaifah selalu datang kepada kami. Kami menganggapnya sebagai putera kami. Namun hubungan Abu Hudzaifah dengan budak ini seperti hubungan Nabi saw. dengan Zaid (yaitu anak angkat, bukan anak asli)…”
Nabi saw. memerintahkan supaya isteri Abu Hudzaifah menyusui budak tersebut (yaitu lelaki dewasa).”
Abu Muhammad berkata, “Hukum ini hanya berlaku untuk Salim saja, bukan selainnya!”[9]
3- Tasbih Az-Zahra’
Ali a.s. berkata, “Rasulullah saw. datang kepada kami, lalu menselonjorkan kaki beliau di antara aku dan Fatimah. Kemudian beliau saw. mengajarkan kepada kami ketika naik ke atas pembaringan, apa yang harus kami ucapkan: 33 kali subhanallah, 33 kali Alhamdulillah dan 34 kali takbir.”
Ali a.s. berkata, “Setelah diajarkan saat itu, kami tidak pernah meninggalkan bacaan tasbih itu.”
Seseorang bertanya, “Meskipun di malam perang Shiffin?”
“Walaupun di malam perang Shiffin,” jawab beliau.[10]
Tentunya sangat tepat kiranya apabila dilakukan sebuah penelitian tentang tasbih Az-Zahra’ yang terdapat dalam hadis-hadis Ahlu Sunnah dan Syiah, dan hasilnya dapat dipaparkan dalam bentuk sebuah buku.
====================================================================
[1] Dinisbahkan ke Darim bin Malik, keturunan Tamim yang kumpulan besar dari Kabilah Tamim.
[2] Bukhari meriwayatkan hadis dari Ad-Darimi dalam kitab selain Shahih Bukhari.
[3] Musnad Baqi cukup dikenal. Dalam kitab musnad tersebut, ia mengumpulkan riwayat-riwayat para sahabat semampu mungkin dan mengambil semuanya.
[4] Tahdzib At-Tahdzib, jilid 5, halaman 295; Kitab Ats-Tsiqat, jilid 8, halaman 364.
[5] Tadrib Ar-Rawi, jilid 1, halaman 173.
[6] Muqaddimah At-Tahqiq Fi Sunan Ad-Darimi, halaman 10.
[7] Tsulatsiyat adalah hadits-hadits yang antara penyusun kitab dengan Nabi saw. terdapat hanya tiga orang rawi saja.
[8] Ibid.
[9] Pada suatu hari, Rasulullah saw. masuk ke tempat Aisyah dan saat itu terdapat seorang lelaki di sisinya. Wajah beliau saw. berubah dan tidak sedang melihat hal itu. Aisyah berkata, “Dia adalah saudara sepersusuanku.” Rasulullah saw. bersabda, “Lihatlah siapakah saudara sepersusuanmu…” Sunan Ad-Darimi, Kitab An-Nikah, jilid 2, bab 52: Ridha’ah Al-Kabir, halaman 210.
[10] Sunan Ad-Darimi, kitab Al-Istidzan, bab At-Tasbih ‘Inda An-Naum.