Maqam Fatimah az-Zahra dari Sudut Pandang Tasawuf
Ja’far bin Muhammad meriwayatkan dari ayahnya, dari Ali bin Husain dari ayahnya dari kakeknya yang berkata: Rasulullah saw menuntun tangan Hasan dan Husain sembari bersabda, ‘Barangsiapa mencintaiku dan mencintai kedua anak ini dan ayahnya (Ali bin abi Thalib) serta ibunya (Fatimah az Zahra) maka ia akan bersamaku dan sederajat denganku pada hari kiamat.’ (Musnad Imam Ahmad bin Hanbal: 1/77 no 576).
Hasan Basri, salah seorang abid (ahli ibadah) dan seorang sufi terkenal mengatakan bahwa Fatimah az Zahra begitu luar biasa dalam beribadah sehingga [seperti ayahnya Rasulullah saw] kedua kakinya bengkak.
Salah satu maqam tertinggi dalam manazil qurb (jenjang-jenjang kedekatan dengan Allah Swt) adalah maqam fana. Fana bermakna melupakan segala sesuatu dan segala orang serta melupakan diri sendiri di hadapan Allah Azza wa Jalla. Yakni manusia sampai pada suatu tahapan yang ia melihat dunia hanya fatamorgana dan ia melihat Allah pada segala sesuatu dan segala sesuatu pasti terkait dengan-Nya.
Ia melihat dirinya bak kupu-kupu yang “terbakar” dalam lilin wujud Ilahi dan eksistensinya lenyap dalam eksistensi-Nya. Dan salah satu pengaruh dari pencapaian maqam ini adalah “taslim muthlaq” (penyerahan/ketundukan total) di hadapan iradah Ilahi.
Ia hanya menginginkan apa yang Tuhan inginkan dan menerima apa yang diterima-Nya. Sehingga ridha Allah menjadi ridhanya dan begitu juga sebaliknya. Dengan memahami penjelasan dan parameter ini, sekarang mari kita perhatikan maqam spiritual dan sufistik Fatimah az-Zahra dan seberapa agung kedekatannya dengan Allah Swt dan kita pahami hakikat ini dari sabda Rasulullah saw berikut ini:
Dalam pelbagai riwayat yang terdapat dalam pelbagai kitab hadis yang dinukil oleh mayoritas kaumMuslimin disebutkan bahwa Nabi saw bersabda tentang maqam Fatimah:
«ان اللّه یغضب لغضبک و یرضی لرضاک»1-
Sesungguhnya Allah murka karena kemurkaanmu dan ridha karena keridhaanmu pula
«فانما هی فاطمة بضعة منی یریبنی ما ارابها و یؤذینی ما آذاها»2-
Sesungguhnya Fatimah aadalah belahan jiwaku. Apa saja yang meragukannya, meragukan aku pula dan apa saja yang membuatnya menderita, juga membuatku menderita.
Tentu saja hubungan biologis antara ayah dan anak tidak dapat menjelaskan realitas dan maqam mulia yang disabdakan Nabi saw tersebut. Sebab,sebagai utusan Tuhan, Nabi saw tidak menginginkan sesuatu kecuali yang diinginkan oleh Allah. Sehingga keridhaan Fatimah yang sesuai dengan keridhaan Allah dan Rasul-Nya menandakan bahwa iradah Fatimah telah lenyap dan hanyut dalam iradah Ilahiah.
Perlu dicatat bahwa kalimat “Fatimah bidh’ah minni” biasanya diterjemahkan dengan belahan jiwaku, padahal hadis tersebut tidak sedang menyinggung jiwa,namun yang dimaksud hadis tersebut adalah Fatimah adalah belahan wujud Rasulullah saw, baik dari sisi jasmani maupun rohani. Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam hadis.[1]
Dalam riwayat lain, Nabi saw menyampaikan bahwa اوَّلُ شخصٍ تدْخُلُ الجنةَ فاطمةُ orang yang pertama kali memasuki surga adalah Fatimah.
Ya, kesempatan untuk memasuki surga pertama kali adalah kesempatan yang luar biasa dan membuktikan keagungan yang tak terlukiskan yang dimiliki putri Nabi saw ini. Surga adalah tajalli (penampakan) dari rahmat Allah dan Fatimah az-Zahra adalah rahmat Allah terindah dan terbaik yang dihadiahkan kepada Nabi saw dan umatnya, sehingga karena itu beliau dijuluki al-Kautsar yang salah satu maknanya adalah al-khair al-katsir (kebaikan yang sangat banyak).
Imam Shadiq meriwayatkan bahwa sepeninggal Rasulullah saw, Fatimah hidup selama 75 hari dan selama ini Malaikat Jibril turun menemui beliau untuk menghibur dan menyampaikan berita dan peristiwa yang akan datang.
Berkaitan dengan riwayat Imam ash-Shadiq tersebut, al-Habib Ruhullah al-Musawi berkomentar: Masalah turunnya Jibril kepada seseorang bukan masalah sederhana dan biasa. Jangan Anda kira bahwa Jibril dengan mudah menemui setiap orang. Harus ada kesesuaian antara ruh orang yang didatangi dengan ruh Malaikat Jibril yang merupakan ruh a’zham (ruh teragung). Saya menganggap keutamaan ini merupakan keutamaan terbesar yang pernah disebutkan dan diriwayatkan tentang Fatimah. Maqam ini hanya didapat oleh sebagian para nabi dan aulia dan tidak untuk banyak orang. Ini keistimewaan Fatimah az-Zahra.
Sedemikian dahsyatnya Fatimah. Ia bukan wanita biasa. Ia ‘abidah (ahli ibadah), zahidah (ahli zuhud), qanitah (yang khusuk) dan shabirah (wanita super sabar). Tiada satupun dari sohabiyyah—sebagaimana kesaksian siti Aisyah—yang menandingi Fatimah dari sisi akhlak, kemuliaan dan kemiripannya dengan Rasulullah saw.
Imam Ali meriwayatkan bahwa Rasulullah saw ditanya: Apakah makna al-batul? Kami pernah mendengar bahwa Maryam dan Fatimah adalah batul. nabi menjawab: batul adalah wanita yang tidak mengalami haid. Sebab, haid bagi putri-putri nabi adalah hal yang tidak terpuji.
Begitu juga Imam al-Baqir juga meriwayatkan bahwa Fatimah putri Nabi saw dinamakan Thahirah (wanita suci). Sebab, ia tidak pernah mengalami kekotoran dan sama sekali tidak pernah melihat darah haid dan nifas dari dirinya.
Dengan tidak mengalami haid, Fatimah az-Zahrah tidak memiliki keterbatasan dalam ibadah yang biasanya terhenti karena masalah haid, seperti shalat, puasa, memegang Al-Qur’an dan lain sebagainya. Dan keistimewaan ini—sebagaimana yang Allah berikan juga pada Siti Maryam—merupakan maqam yang agung yang pantas dengan kualitas ibadah Fatimah az-Zahra.
[1] Silakan merujuk kitab hadis berikut ini:
مستدرک الصحیحین ج 3 ص 153-
Hadis ini disebutkan oleh Ibn Hajar dalam
«الاصابة» dan Ibn Atsir dalam
«اسد الغابة»
صحیح بخاری «کتاب النکاح» باب ذب الرجل عن ابنته – «خصائص نسائی» «فیض الغدیر»، «کنز العمال»، «مسند احمد»، «صحیح ابی داود» و «حلیة الاولیا»