Menakar Keadilan Sosial Perspektif Murtadha Muthahari (Bagian Pertama)
Mukadimah
Salah satu konsep yang paling mendasar dalam ilmu-ilmu humaniora, khususnya dalam ilmu politik adalah konsep keadilan. Pernyataan ini bukan berlebihan, sebab urgensi keadilan dan peranannya yang sangat menentukan dalam sosial adalah hal yang tidak dapat dipungkiri. Dengan kata lain, dapat dijelaskan bahwa pembahasan keadilan berada pada sentral pemikiran para pakar politik.
Keadilan merupakan sebuah sifat yang dicintai oleh Tuhan dan dicintai oleh manusia, bahkan Tuhan pun memuji diri-Nya dengan sifat ini.[1] Ketika kita memerhatikan seluruh agama, baik agama samawi maupun agama non-samawi, kita mengetahui bahwa semua agama memberi perhatian khusus kepada unsur keadilan dan setiap agama menganggap keadilan sebagai tujuan utama atau salah satu dari tujuan penting dalam misi keagamaan.
Dalam pandangan agama Islam, masalah ini pun mendapat perhatian yang khusus, dan tidak kurang dari 29 ayat Alquran secara langsung turun berkaitan dengan masalah keadilan. Dan sekitar 290 ayat yang lain berbicara tentang kezaliman yang merupakan lawan dari keadilan, sehingga dapat disimpulkan bahwa sekitar sepersepuluh ayat-ayat Alquran, baik secara langsung maupun tidak langsung mengisyaratkan masalah keadilan. Hal ini menunjukkan perhatian Islam terhadap masalah keadilan.
Ketika kita melihat kata keadilan dari sisi sejarah, kita dapat mengetahui bahwa selalu di sepanjang sejarah terjadi pertarungan antara para pecinta keadilan dan orang-orang yang zalim. Dan tidak pernah ditemui dalam perputaran sejarah sebuah masyarakat yang tidak mengharapkan dunia yang dipenuhi dengan keadilan, dan tentu sepanjang sejarah selalu ada orang-orang yang teraniaya yang selalu mencari hakikat keadilan, dan ketika mereka menemukannya, maka mereka akan mempertahankannya dengan segenap jiwa dan tenaga mereka.
Syahid Allamah Murtadha Muthahari yang hidupnya diwakafkan untuk tujuan ini, berkaitan dengan masalah keadilan mengatakan, “Pemikiran mengikuti perut. Mustahil seseorang kaya yang perutnya kenyang dan hidupnya berfoya-foya akan dapat membela prinsip keadilan, sebagaimana mustahil juga seorang yang terpinggirkan dan miskin akan mengingkari dasar keadilan”.[2] Jadi, setiap manusia yang berhadapan dengan kezaliman, kejahatan, kekufuran, kerusakan dan menderita karenanya tentu akan merindukan keadilan dan kebenaran.”[3]
Manfaat Pembahasan Keadilan
Terdapat manfaat besar di balik pembahasan tentang keadilan. Yaitu, bila kita menerima bahwa dalam Islam itu terdapat kebenaran dan keadilan, dan itu adalah sebuah realitas yang Islam menerimanya sebagai fakta yang tak terbantahkan, maka kita akan mampu membangun filsafat sosial Islam dan bidang dasar-dasar hukum Islam di mana berdasarkan keadilan akan bisa dijelaskan prinsip-prinsip yang tegak berasaskan keadilan dan alasan penetapan sebagian undang-undang. Dan bila ada suatu masalah baru yang hukum dan ketetapannya tidak kita temukan dalam Islam, maka berdasarkan prinsip tersebut kita bisa mengeluarkan hukum Islam.
Makna Keadilan
Keadilan secara bahasa bermakna, “Kesetaraan di antara dua hal atau mengerjakan pekerjaan-pekerjaan secara tepat yang tidak dipengaruhi oleh perasaan dan kecenderungan tertentu.”
Keadilan merupakan sebuah kata yang manusia untuk memahaminya tidak perlu kepada definisi dan manusia secara fitrah memahami bentuk-bentuk riil dan konkrit darinya. Karena masalah keadilan adalah hal yang sesuai dengan fitrah, sehingga pelbagai definisi yang disampaikan itu sangat berdekatan. Alhasil, banyak ilmuan dan cendekiawan yang mendefinisikan keadilan dan betapa banyak pemahaman-pemahaman tentang keadilan dalam pelbagai budaya itu sangat dekat.
Bila kita memerhatikan pembagian-pembagian definisi keadilan, kita akan memahami bahwa umumnya definisi-definisi tersebut dilihat dari satu wujud yang konkrit itu satu, dan satu-satunya penyebab perbedaan dalam masalah ini adalah karena setiap definisi melihat satu aspek khusus dari wujud konkret keadilan dan perbedaan dalam pelbagai definisi itu disebabkan oleh perbedaan dalam memandang wujud konkret keadilan.
Bila kita ingin menemukan sebuah titik temu atas pelbagai definisi keadilan, maka keadilan harus kita definisikan sebagai “Meletakkan sesuatu pada tempatnya.” Namun tentunya meletakkan sesuatu pada tempatnya ini tergantung kepada sesuatu/obyek dan bisa berbeda. Dengan kata lain, adil sebagaimana ilmu itu tidak memiliki pemahaman yang lebih dari satu, tetapi dilihat dari wujud konkretnya dia memanifestasikan pelbagai macam hal.[4] Supaya hal ini menjadi jelas, maka kami akan menyinggung pelbagai definisi yang disampaikan oleh para pemikir, sehingga maksud dari keadilan dan batasannya itu menjadi jelas bagi kita dan kita tidak terperosok dalam kesalahan penggunaan lafal, sebab mungkin saja nama keadilan disebutkan, tetapi satu bagian darinya yang dimaksudkan.
[1] Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). (QS. Ali ‘Imran: 18)
[2] ‘Adl Ilahi, Murtadha Muthahari, hal. 39.
[3] Khadamat Mutaqabil Islam wa Iran, juz 1 dan 2, hal. 33, cetakan Shadra, Teheran).
[4] Falsafah Huquq Basyar, karya Jawadi Amuli, hal. 200, cetakan Markaz Nasy Isra’, 1375).