Tafsir Sufistik Basmalah Dalam Pandangan Ibn ‘Arabi dan Mulla Shadra
Kaum urafa’ cenderung melihat segala sesuatu dengan mata basirah; dengan mata batin. Ketika mereka hendak menafsirkan Alquran, mereka pun menafsirkankan dengan jangkauan batin mereka yang dalam dan cemerlang, sehingga pantang bagi mereka hanya berhentik pada tafsiran lahiriah yang hanya berpusing-pusing pada kaidah bahasa dan perdebatan aspek kebahasaan yang melelahkan dan menjemukan.
Allah SWT memanisfestasi dalam ayat basmalah melalui asma-asma-Nya yang paling indah dan terbaik, yaitu ar Rahman dan ar Rahim supaya dengan nama-nama tersebut hamba-hamba mampu mengenal-Nya dengan baik dan menjalankan aktifitas kehidupan dengan tajalli (manifestasi) rahmat-Nya.
Tulisan ini berusaha membedah tafsir sufistik Basmalah dalam pandangan dua tokoh ‘arif besar, yaitu Ibn Arabi dan Mulla Shadra sehingga karena itu sangat kental beraroma sufistik.
Pada kajian pertama, kami menyebutkan pembahasan linguistik yang kamai namai Mufradat, lalu kami menjelaskan tafsir sufistik ayat basmalah dalam bab mukasyafah (penyingkapan), dan selanjutnya pada mulahazhah (catatan), kami menyampaikan uraian kami terhadap suatu masalah yang dirasa memerlukan penjelasan lebih supaya lebih gamblang dan mudah ditangkap. Dan diakhir, kami akan menyampaikan kesimpulan akhir.
Tafsir Sufistik Basmalah
Mufradat (Tinjauan Bahasa)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Lafal ism dalam bahasa Arab digunakan terhadap kata/lafal yang menunjukkan makna independen karena kata “al ism” itu merupakan derivasi dari kata as simah, yang bermakna al’alamah (tanda). [1]
Sedangkan lafzul jalalahالله /Allah yang 2698 kali disebutkan dalam Alquran asalnya ialah اله /ilah. Tuhan disebut اله karena Ia adalah /معبودma`bud (Dzat Yang Patut Disembah), tempat berlindung, penyebab datangnya ketenangan atau karena akal bingung dalam memahami-Nya.[2]
Adapun dua sifat: ar rahman dan ar rahim, kedua-duanya berasal dari akar kata /رحمةrahmah. Ia merupakan sifat emosional dan pengaruh khusus yang menyentuh hati saat menyaksikan orang yang kehilangan barang atau memerlukan sesuatu yang dapat mengatasi urusannya. Makna ini merujuk kepada anugerah dan pemberian karunia untuk menghilangkan kebutuhan. Dengan makna demikianlah Allah Swt disifati dengan rahmat.
Ar rahman menunjukkan sesuatu rahmat yang banyak, sedangkan ar rahim menunjukkan ketetapan dan keabadian. Ar rahman berarti rahmat yang banyak yang diberikan kepada orang mukmin dan kafir, sedangkan ar rahim merupakan rahmat yang khusus buat orang mukmin.
Mukasyafah (Penyingkapan)
Menurut Ibn Arabi, ar Rahman berarti Penganugerah wujud dan kesempurnaan atas semua sesuai dengan tuntutan hikmah, sedangkan ar Rahim adalah Penganugerah kesempurnaan ma’nawi (spiritual) yang khusus bertalian dengan spesis manusia. Karena itu dikatakan, ya Rahman ad dunya wal akhirah wa rakhima al akhirah. Maknanya adalah dengan bentuk insani yang sempurna yang menghimpun rahmat umum dan khusus yang merupakan manifestasi Zat Ilahi dan al Haqq Yang Teragung bersama semua sifat dan aku memulai dan membaca. Dan ini merupakan asma a’zham (nama Allah yang teragung). Inilah makna yang diisyaratkan Nabi saw dalam sabdanya:
أوتيت جوامع الكلم، و بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Aku diberi komprehensifitas kalimat dan aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Kalimat adalah hakikat-hakikat maujud dan esensi-esensinya, sebagaimana Isa-as-dinamakan kalimatullah, sedangkan makarimul akhlaq adalah kesempurnaannya dan kekhususannya yang merupakan sumber perbuatannya seluruhnya yang terhimpun dan terbatas dalam kosmos insan yang komprehensif. Di sini ada kisah menarik, yaitu bahwa para nabi meletakkan huruf-huruf Hijaiyah di hadapan setiap tingkatan-tingkan maujud. Hal yang demikian ini terdapat dalam pernyataan Nabi Isa-as- dan Amirul Mukminin Ali dan sebagian sahabat. Oleh karena itu dikatakan, maujud mewujud dari ba’ bismillah karena ia merupakan huruf yang datang setelah alif yang diletakkan di hadapan Zat Allah. Ini mengisyaratkan akal pertama yang merupakan ciptaan Allah yang pertama yang Allah menyerunya dengan firman-Nya:
ما خلقت خلقا أحب إليّ و لا أكرم عليّ منك، بك أعطي، و بك آخذ، و بك أثيب، و بك أعاقب
Aku tidak menciptakan ciptaan yang lebih aku cintai dan lebih aku muliakan daripada kamu. Karenamu Aku memberi, karenamu Aku mengambil, karenamu Aku memberi pahala dan karenamu Aku menyiksa.[3]
Mulla Shadra berpandangan, kelompok tektual (ahlul ‘ibarah), hanya menghabiskan usia dan waktu mereka untuk menggapai kata-kata (lafal) dan aturan-aturan/kaidah-kaidah bahasa dan akal mereka tenggelam dalam pemahaman sastra dan gaya bahasa, sedangkan ahli Alquran—mereka adalah para kekasih Allah yang mendapatkan cinta Ilahi, daya tarik Rabbani dan kedekatan Nabi—telah dimudahkan oleh Allah jalan kebenaran bagi mereka dan diterima amal mereka yang sedikit untuk perjalanan spiritual. Yang demikian itu karena keikhlasan niat mereka dan kejernihan nurani mereka. Dalam memahami hakikat-hakikat Alquran dan keunikan-keunikan pelbagai maknanya, mereka tidak hanyut dalam kajian kata-kata dan keunikan Alquran serta penelitian terhadap gaya bahasa Alquran dan kaidah-kaidahnya dan mereka tidak menghabiskan usia untuk mengenal derivasi (sharaf) suatu kata dan nahu atau i’rab (tata bahasa menyangkut tata kalimat dan tata bentuk; gramatika). Mereka tidak ingin menjadi jawara-jawara di bidang nahu dan mencurahkan seluruh waktu dan kemampuan mereka untuk mencapai prestasi apa yang mereka namakan dengan ‘ilm al ma’ani wa al bayan (semantik dan retorika) dan yang semitsalnya, namun cukuplah bagi mereka untuk sekadar mengenal dan mengetahuinya seperlunya saja, cuma untuk mengambil bekal secukupnya dan segera bersiap untuk melakukan perjalanan menuju Hari Kemudian.[4]
[1] 1-Kata اسم/‘ism (nama) dalam ayat “bismillah” berasal dari akar kataالسمة /as sima yang bermakna العلامة /`al alama (alamat/tanda) atau berasal dari akar kata السمو /as sumu yang berarti / الرفعةar rif`ah (perihal tinggi/agung), lihat kata akar kata sumuw dalam kamus Mu’jam Maqayis al Lughah, hal. 469.
[2] Majma`ul Bayan, juz 1 berkaitan dengan ayat pertama surah al Fatihah; Mufradat Raghib Isfahani dan Qamus Alquran, juz 1, kata اله.
[3] Tafsir Ibn Arabi, juz 1, hal. 8
[4] Tafsir Alquran al Karim (Shadra, juz 1, hal. 30).