Asal Muasal dan Sumber ‘Irfan (Bagian Kedua)
-
sumber ‘irfan
India
Ada yang berpendapat bahwa sebagian‘urafâ’muslim memiliki relasi dengan ‘irfân India dan ajaran-ajaran Hindu. Sebagai contoh, berkaitan dengan Bayazid Basthami dikatakan bahwa beliau memiliki hubungan melalui gurunya, Abu Ali Sanadi dengan ‘irfân India atau mereka mengatakan, “‘Urafâ’ yang tinggal di kawasan Khurasan di kala itu, karena kedekatan Khurasan waktu itu dengan India, mereka mengambil pemahaman-pemahaman ini dari ajaran-ajaran India.”[1]
William Jones adalah kaum orientalis pertama yang mengatakan bahwa ‘irfân Islam itu terpengaruh dari ‘irfân India. Dan wahdat al-wujûd itu dibandingkannya dengan mazhab ‘irfân vedanta.[2]
Menurut Goldziher, faktor-faktor yang berpengaruh dalam penjiplakan tasawuf Islam dari ‘irfân India adalah:
- Penyebaran Islam di timur dan sampainya ke India dan Cina.
- Penerjemahan kitab-kitab India ke dalam bahasa Arab pada abad kedua.
- Kehadiran filosof-filosof India yang terkenal dalam pelbagai pertemuan
dan pembahasan.
4. Perjalanan yang dilakukan oleh para pelancong India di kawasan-kawasan Islam, khususnya Suriah, Syam.[3]
Meskipun sebagian kandungan-kandungan tinggi ‘irfân Islam terdapat kemiripan dengan ajaran-ajaran India Upanisad, tetapi semata-mata adanya kemiripan ini tidak menunjukkan bahwa salah satu dari ‘irfân ini mengambil atau menjiplak dari yang lain. Di samping itu tidak terdapat bukti sejarah berkaitan dengan hal ini.
Oleh karena itu, terdapat perbedaan yang utama dan prinsipil antara ‘irfân India dan Islam, yaitu:Pertama,Mazhab India pada prinsipnya itu berisi tentang masalah-masalah ilhâdhi yang bertentangan dengan monoteisme ‘irfân Islam.Kedua, dalam ‘irfân India, penyucian batin itu merupakan tujuan, sedangkan dalam ‘irfân Islam, tujuannya adalah perjumpaan dengan Allah (liqâ’ullah), dan tujuan ‘irfân India adalah melepaskan dari penderitaan, sedangkan tujuan ‘irfân Islam adalah sampai kepada kesempurnaann Ketiga, dalam ‘irfân India, fanâ’ merupakan tujuan dan merupakan manzil atau maqam terakhir, sedangkan dalam ‘irfân Islam, fanâ’ itu untuk mendapatkan baqâ’ yang lebih baik (baqâ’ billah).Keempat, sebagian besar ajaran ‘irfân India tidak mengemukakan mahabbah, sedangkan dasar ‘irfân Islam itu adalah ‘isyq dan mahabbah.[4]
- Budha
Sebagian peneliti dan orientalis dengan mempertimbangkan sebagian kemiripan-kemiripan ‘irfân dan tasawuf dengan budaya-budaya yang klasik dan dahulu, mereka menganggap kedua-duanya sebagai produk dari budaya-budaya yang lalu, seperti ajaran Budha. Bukti kelompok ini adalah kemiripan dan kedekatan sejarah geografis. Sebab, sebagian besar ‘urâfâ itu berasal dari kawasan timur Iran atau gurun sahara kuno dan kawasan Khurasan yang merupakan kawasan terdekat dengan tanah Budha.[5]
Menurut kelompok ini, bukti yang paling penting dari pengaruh Budha terhadap ‘irfân Islam adalah keberadaan Ibrahim Adham Balkhi (wafat 762/761 H) dimana legenda Ibrahim Adham itu berdasarkan kisah kehidupan Budha.[6]
Hanya berdalil terhadap keserupaan dan kemiripan itu tidak bisa membuktikan klaim bahwa ‘irfân Islam dipengaruhi oleh mistik Budha. Sebab: Pertama, kemunculan tasawuf itu di Bashrah dan Baghdad dan perpindahannya dari timur Iran itu tanpa dalil.
Doktor Zarrin Kub mengatakan bahwa asumsi seluruh fenomena tasawuf dan perluasannya itu dikaitkan dengan pengaruh Budha adalah sebuah klaim yang tidak berdasar.[7]Kedua, ada cukup banyak bukti tentang keberadaan eksternal Ibrahim Adham dan pernyataan bahwa keberadaannya itu hanya sebuah khayalan dan dongeng saja itu tidak benar. Di samping itu, dalam sastra ‘irfân Islam tidak terbukti adanya pengaruh dari Budha.[8]
. Iran
Sebagian juga mengatakan bahwa akar ‘irfân Islam itu dapat ditemukan pada ‘irfân Iran dan Zoroaster.[9] Pengaruh pandangan Iran memiliki beragam dimensi yang dapat dicatat dalam beberapa poin:
- Seluruh filsafat yang penisbahannya berakhir kepada Platoisme, pada hakikatnya harus dinamakan dengan Hikmat ‘Isyrâqi dan ‘irfân yang terkait dengan Platoin yang berasal dari orang-orang Yunani Mesir yang asalnya adalah orang Romawi dan di Iskandariyah. Dia mengabdi kepada Omuniyus Syakish. Dan karena ketertarikannya kepada filsafat dan ‘irfân serta keinginannya untuk mengenal khidmat orang-orang Iran dan India, oleh karena itu, dengan tujuan ini dan disertai oleh Gardianus, Imperialis Romawi yang ia berperang dengan Syakur bin Ardesyir Syosyoni, ia menuju Iran.
- Karena Islam berhasil menundukkan kerajaan Iran, dan sebagian dari orang-orang Iran seperti Ibn Muqaffa’ dan Barmaqiyon yang secara lahiriah meskipun ia menjaga warisan budayanya, mereka menerima Islam dan banyak dari kaum muslim berkeinginan untuk mengenal budaya Iran. Oleh karena itu sebagian filosof dan kaum sufi yang mampu menulis dengan bahasa Arab, pada hakikatnya mereka lebih banyak menjelaskan pandangan-pandangan Iranannya daripada pandangan Islam. Setelah abad dua hijriah, sebagian besar penulis itu berasal dari Iran. Oleh karena itu, pengaruh orang-orang Iran dalam mazhab filsafat itu sangat luar biasa. Demikian juga di bidang tasawuf dan prinsip-prinsip ‘irfân yang bercirikan dasar-dasar Iran, atau paling tidak berkarakter ketimuran.
- Filsafat ‘isyrâq itu memiliki pengaruh yang dalam pada tasawuf. Oleh karena itu, banyak dari kalangan peneliti meyakini bahwa dasar tasawuf itu dapat ditemukan dalam filsafat Iran, khususnya dalam ajaran Muzdaqi.
. Kelompok kedua yang diwakili oleh sebagian besar para peneliti Islam dan ilmuwan-ilmuwan barat akhir-akhir ini lebih banyak meyakini bahwa ‘irfân Islam, hakikat orisinalitasnya itu bersumber dari teks-teks dan ajaran-ajaran Islam. Sebab, ketika kita sedikit saja meneliti bidang budaya Islam, kita akan berhadapan dengan cukup banyak tumpukan dari makrifat teoritis dan praktis serta teladan-teladan yang menarik di bidang spiritual, sehingga kita dengan mudah mampu untuk mengenal sumber kecenderungan kaum muslim terhadap masalah-masalah ‘irfân. ‘Urâfâ Islam sangat tidak menerima ketika makrifat-makrifat dan praktiknya itu dinisbahkan kepada budaya di luar Islam, dan mereka selalu menegaskan bahwa makrifat-makrifat yang mereka peroleh itu bersumber dari Alqurân dan Sunah serta syariat Nabi saw.
By: Muhammad ‘Arif
[1] Ali Amini Nejad, Osynoi Bo Majmu’eh ‘Irfân Islamiy (terbitan Muassasah Omuzesy wa Pozuhesy Imam Khomaini, Qom 1432 H), hal. 77.
[2] Dr. Sayid Ishaq Husaini Kohasari, Mabâni Tafsĭr ‘Irfâni, (terbitan Intisyarat Zair tahun 2010), hal. 80.
[3] Dr. Sayid Ishaq Husaini Kohasari, Mabâni Tafsĭr ‘Irfâni, hal. 81.
[4] Dr. Sayid Ishaq Husaini Kohasari, Mabâni Tafsĭr ‘Irfâni, hal. 82.
[5] Dr. Sayid Ishaq Husaini Kohasari, Mabâni Tafsĭr ‘Irfâni, hal. 76.
[6] Dr. Sayid Ishaq Husaini Kohasari, Mabâni Tafsĭr ‘Irfâni, hal. 76.
[7] Dr. Sayid Ishaq Husaini Kohasari, Mabâni Tafsĭr ‘Irfâni, hal. 77.
[8] Dr. Sayid Ishaq Husaini Kohasari, Mabâni Tafsĭr ‘Irfâni, hal. 77.
[9] Ali Amini Nejad, Osynoi Bo Majmu’eh ‘Irfân Islamiy, hal. 77.