Tasawuf Ha Ha Hi Hi
Judul tulisan ini terinspirasi oleh puisi negeri ha ha hi hi, karya KH. Mustafa Bisri (Gus Mus)—hafizhahullah. Tulisan ini bukanlah puisi, namun catatan untuk mengkritisi praktik tasawuf yang keblinger alias negatif.
Sebelum mengenal tasawuf yang salah kaprah, kita perlu memahami apa, mengapa dan untuk siapa tasawuf itu?
Tasawuf adalah tarekat/jalan teoritis dan praktis yang khusus guna mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dan hasil dari tarekat ini adalah mencapai tauhid (kemanunggalan/kebersatuan) dan menggapai maqam khilafatullah di muka bumi. Tasawuf islami menekankan syuhûd (kesaksian batin), isyrâq (pencerahan hati) dan ittihâd (kebersatuan) dengan hakikat untuk mencapai dan mengenal realita-realita wujud dan relasi manusia dengan hakikat. Dan jenjang ini tidak diraih dengan jalan pemaparan argumentasi/dalil namun melalui tahdzib nafs (penyucian diri) dan pemutusan hubungan dengan dunia serta pemusatan fokus pada masalah spiritual, khususnya pada Sang Maha Cinta, al Wadud, Allah Azza wa Jalla.
Jadi, tasawuf adalah jalan cinta yang paling mulus dan lurus yang mengantarkan seorang hamba pada puncak kedekatan dan keintiman dengan al Wadud al Mahbub. Jalan cinta ini bukan bertujuan untuk mendapatkan surga dan menghindari neraka tetapi semata-mata untuk menggapai rida Allah Jalla wa ‘Ala.
Mengapa kita perlu belajar dan mempraktikkan tasawuf? Jawabannya adalah hanya ‘urafâ dan kaum sufi yang bisa selamat semaksimal mungkin dari jerat dan pesona duniawi. Alquran menegaskan,
«رجالٌ لا تلهيهم تجاره و لا بيعٌ عن ذکر الله»[1]
Ada orang-orang yang memiliki prinsip yang teguh sehingga perniagaan dan akad jual-beli tidak pernah melalaikan mereka dari mengingat Allah Swt. Dan orang-orang yang dimaksud adalah ‘urafâ atau kaum sufi. Lalu mengapa hanya orang-orang sufi yang tidak pernah lalai dari mengingat Allah Swt? Karena rasa takut mereka kepada Allah bersifat hudhuri (rasa takut yang bersifat permanen dan hadir dalam diri mereka dan mereka merasakannya), sedangkan selain mereka rasa takutnya bersifat ilmu hushuli (pengetahuan atau teori tentang takut yang mereka pahami) yang bersifat sementara dan gampang hilang.
Selanjutnya, untuk siapa tasawuf ini? Tasawuf adalah program suluk dan riyadhah (olah batin) yang diutamakan untuk kalangan remaja. Mengapa tasawuf diprioritaskan untuk usia remaja? Karena ruh anak-anak muda itu gampang dibimbing untuk berubah. Ruh remaja ibarat tanah yang belum digarap, sehingga benih kebaikan apapun yang ditebar di atasnya akan cepat tumbuh dan berkembang. Sedangkan orang tua, kata Nabi saw: “Ada dua sifat yang bila melekat pada orang tua maka dua sifat tersebut justru semakin muda (menguat dan menjadi-jadi), yaitu tamak dan panjang angan-angan.”
Sayangnya, tasawuf sekarang telah mengalami degradasi makna. Tasawuf yang mestinya menjadi jalan cinta justru menjadi jalan benci. Betapa tidak, sebagian orang menilai bahwa hanya dirinya dan kelompoknya yang paling tahu dan benar dalam meniti jalan kedekatan dengan Allah Swt. Mereka mengira hanya mereka yang mengamalkan ayat “iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in”. Hanya mereka yang memurnikan tauhid. Dan karenanya, hanya mereka yang berhak masuk surga. Mereka seolah lupa bahwa yang mengetahui dan menilai kemurnian tauhid seseorang adalah Dia yang mengajarkan tauhid kepada manusia. Kadar ketauhidan dan kedekatan seseorang dengan Allah Swt adalah masalah batin dan rahasia Ilahiah, sehingga asumsi dan tuduhan syirik dan kafir kepada ahli kiblat dan ahli syahadat adalah tindakan yang ceroboh dan beresiko serta bentuk prasangka buruk yang dikecam keras dan dianggap sebagai dosa dalam Alquran.[2]
Lagi pula, hakikat iman itu ada di hati, bukan di mulut dan pakaian seseorang.[3] Sehingga, bila ada orang yang mengatakan bahwa si fulan bukan orang yang beriman, maka tanyakan padanya, apakah Anda telah belah hatinya?! Ini sama kasusnya dengan salah seorang kafir yang mengucapkan syahadat di tengah berkecamuknya perang dan dalam posisi terdesak, lalu ia tetap dibunuh. Ketika berita tragis ini sampai kepada Baginda Nabi saw, beliau mengatakan, apakah engkau telah belah dadanya (sehingga engkau memastikan dia benar-benar bohong dan dan tidak engkau temukan volume keimanan dalam hatinya)?!
Karena tasawuf positif dan progresif tidak ada maka terjadilah pamer kebodohan. Orang pandai bicara tapi nihil beramal. Orang pandai berizikir tapi juga tidak segan mengumpat. Orang rajin berhaji tapi juga rajin berkelahi. Orang hebat dalam menjalankan syariat tapi juga suka membagi umat Islam dalam kotak-kotak dan sekat-sekat.
Karena tidak takut kepada Allah maka penegak keadilan jalannya miring. Jalan sufi adalah jalan yang lurus, bukan jalan yang miring alias bengkok. Dan hati yang tidak tertuju kepada Allah Swt adalah hati yang miring dan bengkok. Siapapun yang memiliki hati yang bengkok, baik penegak keadilan maupun pejabat negara lainnya pasti jalannya miring dan terhuyun-huyun yang kejatuhannya tinggal nunggu waktu saja.
Hati orang sufi sebagai representasi orang mukmin yang hakiki senantiasa mendahului lisannya, sehingga setiap kata dan pernyataan yang dikemukakannya akan dipertimbangkan matang-matang dampak baik dan buruknya. Sedangkan lisan orang munafik selalu mendahului hatinya, hingga bicaranya cenderung ngawur, asbun (asal bunyi), dan gampang menerima fitnah tanpa klarifikasi dan konfirmasi. Negeri sufi adalah negeri pembicaraan dan omongan yang mendamaikan dan menyejukkan, bukan negeri hujanan caci maki.
Ajaran tasawuf mengingatkan bahwa dosa besar adalah dosa terhadap kemanusiaan. Bahkan Rasul saw menyatakan bahwa tidak beriman seseorang yang tidak memuliakan tetangganya (apapun agamanya), apalagi bila tetangganya seiman. Dan tasawuf mengajarkan bahwa dosa terbesar adalah melukai perasaan dan kehormatan ahli iman, karena di antara mereka ada auliya yang mungkin kita tidak mengenalinya. Sebab, keimanan itu adalah urusan hati yang sulit untuk dikenali.
Tasawuf ha ha hihi mengajarkan dan menekankan kesalehan individual dengan ciri khas fisik dan pakaian lahiriah tapi melupakan kesalehan sosial sehingga yang bersangkutan gampang mengkafirkan dan gampang memvonis sesat serta gampang membenci.
Akhirnya, tasawuf ha ha hihi seolah hanya dikhususkan untuk lansia (orang-orang yang lanjut usia) dan orang-orang kaya yang sudah kadulawarsa yang mencari kedamaian hati dan kenikmatan spiritual di usia senja. Tidak ada pelajaran tasawuf untuk anak-anak remaja. Tidak ada kegiatan dan praktik tasawuf untuk remaja. Seolah-olah taubat itu adalah jalan orang-orang tua, dan biarkan anak-anak muda menikmati masa mudanya! Padahal, orang tua yang sulit dan bahkan gagal taubat adalah mantan anak muda yang gagal insaf dan belum bertaubat. Dengan kata lain, anak muda yang taubat nasuha akan menjadi orang tua yang saleh secara individual dan sosial, dan taubatnya bukan menangisi banyak dosanya dan masa lalunya yang kelam tapi taubatnya merupakan bentuk pemantapan keimanan dan penyesalan akan kurangnya pemaksimalan potensi beribadah dan berbuat baik terhadap sesama yang dianugerahkan Allah padanya.
Syekh Muhammad Gazali
[1] Lihat surah an Nur, ayat: 37.
[2] Lihat surah al Hujurat, ayat 12.
[3] Lihat surah al Hujurat, ayat 14.