Filsafat dalam Perbincangan: Sebuah Pengantar
Al-Hikmah al-Ilahiyyah biasa juga disebut dengan al-falsafah al-ula dan al-‘ilm al-a’la adalah ilmu yang membahas tentang keadaan-keadaan al-maujud (eksistensi) sebagaimana adanya (bima huwa maujud). Dan tema ilmi ini adalah al-maujud bima huwa maujud. Dan tujuannya ialah:
1-Mengenal pelbagai eksistensi/ujud secara universal
2-Upaya untuk memisahkan pelbagai ujud dari ujud yang tidak hakiki alias palsu/ilusi
3-Mengenal pelbagai sebab yang tinggi dari ujud, khususnya sebab pertama yang berakhir padanya mata rantai pelbagai eksistensi, dan asma-asma husna-Nya dan sifat-sifat-Nya yang agung, yaitu Alah Azza wa Jalla.
Salah satu tema krusial dan dasar dalam filsafat adalah pembahasan tentang wujud/ujud. Menurut kaum filsuf, wujud itu memiliki pemahaman yang bersifat badihi (aksiomatik) atau terbukti dengan sendirinya dan rasional dengan sendirinya, sehingga ia tidak memerlukan dalil dan perantara yang lain untuk membuktikan eksistensinya. Maka, untuk mendeskripsikannya, ia tidak memerlukan hadd (batasan) dan rasm (sifat/karakter) karena yang berusaha dikenalkan (al-mu’arraf) lebih jelas dan lebih nyata daripada yang menggenalkan (al-mu’arrif). Ini takubahnya Anda berusaha mengenalkan bocah (anak kecil) kepada orangtuanya. Tentu ini tindakan percuma yang seperti orang yang berusaha mengarami lautan karena setiap orangtua pasti mengenal nama, sifat dan karenter anaknya dengan baik. Oleh karena itu, ungkapan dan defenisi bahwa al-wujud atau al-maujud bima huwa maujud itu sejatinya hanya sebuah berita yang bisa disampaikan tentang wujud, bukan defenisi yang sesungguhnya.
Tema Utama Filsafat dalam Pandangan Aristoteles
Aristoteles adalah orang yg pertama membahas tentang tema filsafat. Beliau tidak konsisten dalam menggunakan istilah dan ungkapan tema filsafat. Paling tidak beliau memakai empat istilah yang berbeda saat menjelaskan tema filsafat, yaitu:
1-Terkadang yang beliau maksudkan dari tema filsafat adalah hal-hal yang bersifat spiritual atau non-material seperti Tuhan dan akal. Jadi, berdasarkan ungkapan ini maka filsafat adalah ilmu yang membahas masalah-masalah non-fisik alias spiritual, utamanya Tuhan.
2-Kadang-kadang yang beliau pahami dari tema filsafat adalah prinsip utama atau sebab akhir alam yang ia sendiri tidak memiliki sebab.
3-Terkadang tema filsafat yang dikehendakinya adalah Jawahir (subtansi-subtansi dari segala sesuatu). Dan pada hakikatnya tiga nama dan istilah tersebut tidak kontradiktif namun ketiganya bisa disatukan.
Sebab, dalam filsafat Aristoteles Jawahir mujarrad (spiritual) adalah sebab akhir dan setiap kali ia menyebut Jauhar (subtansi) maka pasti yang dimaksudkannya adalah Jauhar mujarrad.
4-Dalam kesempatan lain, Aristotele menjelaskan bahwa tema filsafat adalah maujud Bima huwa maujud. Dan tentu redaksi dan ungkapan ini berbeda dengan un gkapan-ungkapan sebelumnya. Oleh karena itu, filsafat tidak membahas wujud khusus tapi menguraikan wujud secara mutlak. Dengan kata lain, filsafat hanya berurusan dengan wujud, apapun bentuk dan pembagiannya. Sehingga dalam filsafat, wujud dibagi dalam madi (material) dan mujarrad, mungkin dan wajib, mutaharrik (bergerak) dan ghair mutaharrik (tidak bergerak) dan lain sebagainya. Maka dapat disimpulkan bahwa tema filsafat menurut Aristoteles memiliki dua bagian;
1-jawahir mujarrad
2-ujud Bima huwa maujud
Masalah inilah yang kemudian menimbulkan polemik seputar tema filsafat dan selanjutnya melahirkandua teori penting terkait dengan tema filsafat dan berdampak pada singuralitas atau pluralitasnya. Sebagian juru bicara karya-karya Aristoteles seperti Ibn Sina dan mayoritas filsuf Islami berpandangan bahwa tema utama filsafat adalah maujud bima huwa maujud dan tema-tema yang lain secara langsung atau tidak kembali pada tema ini. Untuk membenarkan teori ini, Ibn Sina dalam kitab Syifa’ berargumentasi bahwa karena filsafat adalah ilmu tertinggi dan bertugas untuk menetapkan ilmu-ilmu lainnya dan di sisi lain tidak ada satupun pengetahuan yang temanya tidak ditetapkan oleh dirinya sendiri maka tema filsafat harus bersifat badihi. Karena itu, tema filsafat adalah hal yang bersifat badihi dan maujud bima huwa maujud. Sebab, jawahir mujarrad bukan perkara yang badihi dan perlu pembuktian sehingga ia tidak dapat menjadi tema filsafat.
Sebaliknya, orang-orang seperti Ibn Rusyd dan Qathbuddin Razi meyakini bahwa tema filsafat adalah jawahir mujarrad. Dan argumentasi mereka seperti ini: Aristoteles dalam sebagian ungkapannya menggunakan istilah ini. Dan untuk menanggapi argumentasi Ibn Sina, Ibn Rusyd menjawab: Karena tidak ada ilmu yang lebih tinggi daripada filsafat maka filsafat harus menetapkan temanya sendiri.
Salah satu kritikan yang ditujukan pada argumentasi yang dibangun oleh Ibn Rusdy dan Qathbuddin Razi adalah banyak kajian-kajian dan pembahasan-pembahasan filsafat yang tidak terkait dengan jawahir mujarrad,bahkan masalah utama kitab-kitab filsafat adalah perkara-perkara yang umum.
Muhammad Falsafi