Murtadha Muthahhari: Kritik atas Materialisme Historis (Bagian Ketiga) Muthahhari
Muthahhari pun tidak dapat mengabdi kepada bangsanya lagi. Pada hari rabu, tanggal 2 Mei 1979, negara Iran berkabung. Para penyiar radio dengan suara perlahan mengumumkan syahidnya Muthahhari diiringi pembacaan beberapa petikan dari tulisannya. Beliau pun disemayamkan di rumah sakit. Hingga hari kamis, di tengah-tengah perkabungan luas, jasadnya dibawa ke beberapa tempat untuk dishalatkan. Yang pertama sekali ke Universitas Teheran, lalu ke Qom, untuk kemudian dimakamkan di sebelah makam Syaikh Abdul Karim Ha’iri Yazdi, yang juga tidak jauh dari makam Sayyidah Fathimah Al-Ma’shumah.
Sebuah poster pernah dibuat untuk mengabadikan sosok Muthahhari. Poster itu bergambar seorang yang wajah bercambang dengan kacamata tebal dan lingkaran sorban menyeruak di sela buku tebal dan menara mesjid pada latar belakang, juga ada merpati yang tengah terbang dengan punggung dihiasi sabda Rasulullah SAW; Tinta ‘ulama lebih utama dari pada darah segar Syuhada’.
Meskipun secara fisik telah tiada, namun secara intelektual Muthahhari tetap hidup. Sebab, kini buah fikirnya tetap hidup dalam menghiasi blantika pemikiran Islam Kontemporer. Beberapa karya tulisnya adalah seperti: dalam bahas Persi, Ingris dan Arab, dan sebagian telah diterjamhkan dalam Bahasa Indonesia dari penerbit Mizan di Bandung. Diantara karya Muthahhari itu adalah : Ushul-e Falsafah adalah Struktur Hak-Hak wanita dalam Islam (1966-1967), Manusia dan Nasibnya (1966), Layanan Timbal Balik antara Iran dan Islam (1967), Pertolongan Ghaib dalam Kehidupan Manusia (1969), selain dalam Bahasa persi yang diterjemahkan dalam Bahasa Ingris, antara lain: A Discourse in the Islamic Republic; Al-‘Adl Al-Ilahiy; Al-‘Adl fi Al-Islam; Akhlaq; Allah fi Hayat al-Insan; An Introduction to ‘Ilm Kalam; An Introduction to ‘Irfan; Attitude and Conduct of Prophet Muhammad; The Burning of Library in Iran and Alexandria; The Concept of Islamic Republic (An Analysis of the Revolution in Iran); Al-Dawafi’ Nahw Al Maddiyah; Al-Dhawabit Al-Khuluqiyah li al Suluk al Jins; Durus min Al-Quran, The End of Prophethood; Eternal Life; Extracts from Speeches of Ayatullah Muthahhari; Glimses on Nahj al-Balaghah; Fi Rihab Nahj al-Balaghah; The Goal of Life; Al-Hadaf al-Samiy li al Hayat al-Insan; Happiness; History and Human Evolution; Human Being in the Quran; Ijtihad in the Imamiyah Tradition; Ijtihad fi al Islam; Al Imdad al-Ghaybi; Al-Islam wa Iran; Islam Movement of the Twentieth Century; ‘Isyrun Haditsan; Jihad; Jurisprudence and its Principles; Logic; Al-Malaqat al-Falsafiyah; Man and Faith; Man and His Destiny; Al-Insan wa al-Qadr; Mans Social Evolution; Al-Takamul al-Ijtima’iy li al Insan; Maqalat Islamiyah; The Martyr; Al Syahid Yatahaddats ‘an Al Syahid; Master and Mastership; Wilayah; The Sation of the Master; Al- Waly wal- Wilayah; Al Naby Al Ummy; The Nature of Imam Husein’s Movement; Haqiqah al-Nahdhah al-Huseiniyah; On the Islamic al-Hijab; Mas’alah al-Hijab; Philosophy; Polarization around the character of Ali bin Abi Thalib; Qashash al-Abrar; Religion and the World;, Recpecting Rights and Despising the World; Ihtiram al-Huquq wa Tahqir al-Dunya; Reviving Islamic Ethos; Ihya al-Fikr al-Diniy; Right of Woman in Islam; Huquq al-Mar’ah fi’al Islam; The Role of Ijtihad in Legislation; The Role of Reason in Ijtihad; The Saviour’s Revolution; Al-Mahdiy wa Falsafah al-Tarikh; Sexual Etichs in Islam; Al-Suluk al-Jinsy baina al-Islam wa al-Gharb; Society and History; Social and Historical Change; Al-Mujtama’ wa al Tarikh; Spirit, Matter, and Life; Spiritual Sayings; Al-Tafkir fi al-Tashawwur al-Islami; Al-Takamul al-Ijtima’iy al-Insan; Al-Tahsil, Al-Taqwa, Understanding the Quran; Ushul Falsafah wa Madzhab al-Waqi’iy; The World View of Tawhid; Al Mafhum al-Tawhidiy li al-‘Alam; dan Al-Wahy wa an Nubuwah.
Hal yang perlu di catat atas karya intelektual keulamaan Murthadha Muthahhari tersebut adalah hal itu hanya merupakan sebagian dari karya Muthahhari. Masih banyak karya lain dari tokoh ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam karangan ini karena demikian banyaknya dan luas cakupan temanya. Ini pula membuktikan bahwa meskipun beliau disibukkan oleh perjuangan Revolusi Islam Iran, di samping aktifitas lainnya, namun beliau tetap menyempatkan diri untuk menggoreskan pemikirannya ke dalam sebuah kertas putih. Dari sana pula dapat menjadi pendorong dan contoh para ulama dan cendekiawan di tanah air kita Indonesia yang seringkali jika telah disibukkan dengan urusan pengajian, revolusi fisik, dan ceramah di panggung tidak lagi sempat menulis sehingga menjadi bukti otentik ketika seseorang meninggalkan kita semua secara fisik.
- Jihad Meluruskan Kesesatan Epistemologi Barat
Telah kita singgung bahwa Muthahhari telah memperlihatkan kecenderungan yang kuat pada filsafat sejak dini dalam hidupnya. Tentu saja ketika kita bilang filsafat, yang dimaksud adalah filsafat Islam. Dan ketertarikan Muthahhari terhadap filsafat ternyata bukan hanya sekedar keranjingan pada pemikiran-pemikiran spekulatif, tetapi justru ia melihat filsafat sebagai :senjata ideologi,” yang ampuh untuk menghadapi ide-ide sekular yang tersebar cepat di Iran. Ini tentu mengingatkan kita pada situasi sama yang dihadapi al-Ghazali sepuluh abad yang lalu, ketika ia menemukan filsafat sebagai senjata ampuh ideologi (dalam hal ini agama Islam) untuk menangkal ide-ide filosofis. Bedanya sementara yang dihadapi oleh al-Ghazali adalah ide-ide filosofis para filosof Muslim (falasifah) yang dianggap tidak ortodoks, yang dihadapi Muthahhari adalah ide-ide sekular Barat, khususnya Marxisme. Tapi semangatnya sama. Demikian penting peran filsafat sebagai senjata ideologi, sehingga Muthahhari berusaha menghidupkan kembali tradisi filosofis yang secara aman telah jinak, dan ia percaya filsafat merupakan “prioritas utama dalam skala makna (signifikansi) diantara semua cabang ilmu pengetahuan.
ZULY QODIR