Semua Terdapat di Alquran dan Sunnah
Di masa risalah, penjelas tunggal Alquran yang sebagai sumber utama bagi hukum syar’i adalah Rasulullah saw. Penjelasan-penjelasan beliau itu sendiri, pertama: merupakan Sunnah berupa ucapan, perbuatan dan taqrîrnya, yang pada hakikatnya juga merupakan wahyu seperti Alquran. Kedua, sebagai sumber yang kedua bagi hukum syar’i. Ketiga, memuat hukum-hukum yang berlaku untuk selama-lamanya.
Hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah saw adalah hukum Allah yang terkandung di dalam kitab suci-Nya, Alquran. Jika demikian, tiada pilihan lain selain yang telah disyariatkan bagi umatnya (QS: Al Ahzab 36).
Diriwayatkan dari Imam Baqir as: “Datukku Rasulullah saw bersabda, “Hai orang-orang, hukum halal yang telah kutetapkan tetaplah halal sampai kiamat; dan hukum haram yang telah kutetapkan Muhammad tetaplah haram sampai hari kiamat. Bukankah keduanya telah Allah jelaskan di dalam Kitab-Nya dan telah aku jelaskan kepada kalian di dalam Sunnahku dan sirahku.” (Wasail asy-Syiah 18/124)
Zurarah meriwayatkan: “Aku bertanya kepada Abu Abdillah (Imam Shadiq as) tentang halal dan haram. Lalu beliau berkata, “Halal yang telah ditetapkan Muhammad tetaplah halal untuk selamanya sampai hari kiamat. Tidak akan ada yang lainnya dan tidak akan datang (lagi) sesudah itu.” (Ushul al-Kafi 1/57)
Semua Terdapat di dalam Alquran dan Sunnah
Jadi, tiada perubahan bagi syariat Islam. Hukum-hukumnya yang dulu adalah yang kini dan adalah yang nanti sampai kiamat. Karena, Islam adalah agama terakhir, maha sempurna. Syariatnya berlaku untuk semua ruang dan waktu, mencakup semua situasi dan kondisi, dan menjawab semua permasalahan dan tuntutan zaman.
Imam Baqir as berkata: “Sesungguhnya Allah swt tak melewatkan sesuatupun yang menjadi kebutuhan umat manusia, kecuali Dia telah menurunkannya di dalam Kitab-Nya dan telah menjelaskannya kepada Rasul-Nya. Dia telah mengadakan batasan (hukum) bagi tiap-tiap sesuatu, dan dalil yang menunjukkan atasnya, serta menetapkan hukuman bagi yang melampaui batas itu.” (Ushul al-Kafi 1/59, hadis 2)
Beliau juga berkata: “Tiada sesuatu kecuali mengenainya terdapat kitab atau sunnah (baginya).” (hadis 4)
Sam
a’ah bertanya kepada Imam Kazhim as: “Apakah segala sesuatu terdapat di dalam Kitabullah dan Sunnah nabi-Nya, ataukah Anda mengabarkan darinya?”
Beliau menjawab, “Segala sesuatu terdapat di dalam Kitabullah dan Sunnah nabi-Nya.” (hadis 10)
Allah yang menciptakan manusia, Maha mengetahui semua urusan dan kebutuhannya. Tak secuilpun dari segala yang terkait dengan manusia, yang terlewat oleh-Nya, melainkan termuat di dalam Alquran yang disampaikan dan dijelaskan Rasulullah saw kepada umatnya.
Alquran dan Sunnah Memuat Dasar-dasar Hukum
Di samping itu, keduanya memuat dasar-dasar yang mencabang berbagai macam cabang, yang dapat dipetik darinya untuk mengeluarkan apapun yang diperlukan manusia kapanpun dan di manapun. Hal ini telah diisyaratkan oleh para imam Ahlulbait as kepada para pecinta mereka.
Imam Shadiq as berkata: “Sesungguhnya tugas kami adalah menyampaikan dasar-dasar (hukum) kepada kalian. Sedangkan tugas kalian ialah mencabangkannya.” (Wasail asy-Syi’ah 18/hadis 51) Hadis yang serupa juga disampaikan oleh Imam Ridha as. (hadis 52)
Sebagai contoh pelaksanaan tugas itu, bahwa para imam as mengajarkan para sahabat mereka cara mengeluarkan hukum-hukum far’iyah (yang bersifat cabang) dari dasar-dasar atau kaidah-kaidah umum, riwayat di bawah ini:
Hukuman bagi Orang Laki yang Berbuat Keji Terhadap Muslimah
Di hadapkan kepada Mutawakil Abbasi, seorang laki nasrani yang telah berlaku keji terhadap seorang perempuan muslimah. Lalu (ketika) hendak melakukan hukuman terhadapnya, lelaki itu masuk Islam. Yahya bin Aktsam berkata, “Iman menghapus apa yang sudah-sudah!”
Yang lain berpendapat, “Didera tiga kali hukuman!”
Maka Mutawakil menulis surat kepada Imam Hadi as untuk menanyakan itu. Setelah beliau membaca suratnya, imam membalasnya: “Didera sampai mati!”
Fuqaha masa itu menolak keputusan tersebut. Maka dia menulis surat lagi kepada beliau untuk menanyakan sebab (atau dalil)nya. Kemudian Imam membalasnya, (yang isinya:)
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحيمِ. فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنا قالُوا آمَنَّا بِاللهِ وَحْدَهُ وَ كَفَرْنا بِما كُنَّا بِهِ مُشْرِكينَ. فَلَمْ يَكُ يَنْفَعُهُمْ إيمانُهُمْ لَمَّا رَأَوْا بَأْسَنا سُنَّةَ اللهِ الَّتي قَدْ خَلَتْ في عِبادِهِ وَ خَسِرَ هُنالِكَ الْكافِرُونَ
“Dengan nama Allah Yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, “Kami beriman hanya kepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah.” Tetapi iman mereka tidak berguna lagi bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sunah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu merugilah orang-orang yang kafir. (QS: Ghafir 84-85)
Maka Mutawakil perintahkan agar orang itu didera sampai mati. (Manaqib Al Abi Thalib 4/403-405)
Mengusap di Atas Penutup Luka dalam Berwudu
Abdul A’la bertanya kepada Abu Abdillah (Imam Shadiq as): “Saya tergelincir hingga kuku saya terkelupas. Lalu saya bikin balut pada jari saya. Saat berwudu, apa yang harus saya lakukan?”
Diketahui hal ini dan semacamnya dari Kitab Allah Azza wa Jall, Allah swt berfiman (QS: al-Hajj 78): “وَما جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ”; “dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan (kesulitan)”, usaplah di atas balut itu.”
Jadi, Alquran dan Sunnah Nabi serta para imam Ahlulbait as tidak mengabaikan satupun dari hukum-hukum syar’i dan kaidah-kaidah kefikihan serta perkara-perkara yang diperlukan umat di sepanjang masa, kecuali telah jelas hukum dan pensyariatannya.