Syarah Ziarah Arba’in (Bag. 2)
Penggalan keempat: Orang-orang yang terlibat dalam pembantaian Imam Husain
وَ قـَد تـَوازَرَ عـَلـَيه مَن غـَرَّته الدُنيا؛
Orang-orang yang tertipu oleh dunia saling mengulurkan tangan untuk memeranginya (Imam Husain)
و باعَ حـَظـَّهُ بالاَرذَلِ الاَدنی وشَری اخِرَتـَهُ بالثـَّمَنِ الاَوکـَس؛
Menjual modal yang mereka miliki dengan harga murah lagi rendah dan menukar akhirat mereka dengan harga yang merugikan diri sendiri
و تـَغـَطرَسَ وتـَرَدّی فی هواه؛
Mereka menyombongkan diri dan terjebak dalam hawa nafsu
و اَسخَطَكَ و اَسخَطَ نـَبيكَ؛
Hal itu menyebabkan kemurkaan-Mu dan kemurkaan Nabi-Mu
و اَطاعَ مِن عِبادِكَ اهلَ الشـِّقاق وَ النفاق؛
Mereka mentaati orang-orang yang celaka dan ahli nifak dari hamba-hamba-Mu
و حـَمـَلـَة الاوزارِ المـُستوجبينَ النار؛
Pembawa dosa yang menyebabkan layak masuk neraka
فـَجاهدهُم فيکَ صابراً مُحتـَسـباً؛
Maka Imam Husain berjuang melawan mereka dengan sabar dan penuh perhitungan
حتی سُفـِكَ فی طاعـَتِكَ دمه؛
Hingga darahnya tertumpah karena ketaatan kepada-Mu
وَ استـُبيحَ حَريمَهُ؛
Kehormatannya diinjak-injak
Dalam penggalan ziarah ini, Imam Shadiq a.s. menjelaskan berbagai sifat orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Imam Husain:
- Umar bin Sa’d bin Abi Waqqash adalah salah seorang yang berperan penting dalam tragedi Karbala. Sa’d ayah Umar termasuk orang pertama yang masuk Islam pada tahun-tahun pertama kenabian Rasulullah saw. dan telah merasakan siksaan dan tekanan di jalan agama. Kemenangan invasi ke Iran dan pembangunan Kufah terlaksana di tangannya, akan tetapi ia memiliki kecenderungan yang lebih terhadap dunia. Ia tidak berbaiat kepada Imam Ali pada masa khilafah beliau dan meninggal pada tahun 55 atau 58 H.
Umar bin Sa’d memiliki nama yang tenar karena kepribadian sang ayah, namun ia disebut-sebut sebagai orang yang cinta dunia dan berjiwa pengecut dan menurut beberapa riwayat mendapat kecaman Nabi dan Imam Ali. Oleh karena itulah, sang ayah kecewa terhadapnya sehingga dicegah untuk mendapatkan harta warisan darinya.[1]
Peran Umar bin Sa’d di Karbala sangat vital, karena ia adalah panglima perang yang ditunjuk oleh Ibnu Ziyad. Sebelum Imam Husain memasuki wilayah Karbala, Umar bin Sa’d bersama 4 ribu orang dari Kufah mendapatkan perintah untuk mengambil salah satu kota di Hamedan dan memegang kendali pemerintahan Rey.
- Syimir bin Dzil Jausyan adalah salah seorang panglima lain pada tragedi Karbala. Pada masa khilafah Imam Ali, ia termasuk Syiah dan pengikut beliau. Ia berada dalam pasukan Imam Ali pada perang Shiffin dan ikut perperang melawan Muawiyah dengan menunjukkan keberanian yang luar biasa.[2]
Meski pernah berada dalam kelompok sahabat Imam Ali, namun tidak berakhir dengan khusnul khatimah, karena pada akhirnya ia memilih untuk menjadi musuh Imam Ali dan memihak Bani Umayah karena terperdaya oleh hawa nafsunya.
Itulah beberapa contoh orang-orang yang terlibat dalam pembantaian Imam Husain a.s. yang tergoda karena kecintaan kepada dunia dan kedudukan sehingga berani memerangi putra Nabi saw dan membantainya.
Dalil-dalil naqli dan historis menyebutkan bahwa faktor cinta dunia dan mencari keuntungan pribadi menjadi faktor dan pemeran utama dalam peristiwa Karbala. Penyair Farazdaq berkata, “Pada tahun 60 H., aku bersama ibuku berangkat dari Kufah menuju Makkah untuk melakukan manasik haji. Aku berjumpa dengan Imam Husain a.s. Beliau bertanya kepadaku, “Apakah engkau mengetahui kabar Kufah?”
“قلوب النّاس معك و سيوفهم مع بنی اميّة و… (Hati penduduknya bersama Anda, sementara pedang mereka bersama Bani Umayyah dan…),”[3] jawabku.
Kemudian Imam Husain memberikan beberapa penjelasan, “انّ النّاس عبيد الدّنيا و الدّين لعقٌ علی السنتهم يحوطونه مادرّت معائشهم فاذا محصوا باالبلاء قلّ الدّيّانون (Sesungguhnya manusia adalah hamba dunia, sedangkan agama dan keberagamaan (ketaatan beragama) hanya sebatas ucapan lidah mereka saja. Mereka menginginkan agama pada saat dibutuhkan sebagai media untuk meraih kehidupan dunia mereka, namun ketika ditimpa ujian dan cobaan maka kaum yang taat beragama sangat sedikit jumlahnya).”[4]
Sepanjang sejarah umat manusia, cinta dunia dan kekuasaan selalau menjadi faktor penyelewengan. Sebagian pelaku pembunuhan Imam Husain a.s. juga ditimpa dengan ujian cinta dunia. Yang dapat disebutkan secara pasti bahwa faktor cinta dunia yang tertanam di hati para pimpinan dan panglima tentara seperti Umar Sa’d, Syimir, dan pelaku-pelaku utama pembantaian (Yazid dan Ibnu Ziyad) memiliki peran yang sangat vital, karena mereka mengetahui kedudukan dan kebenaran Imam Husain secara pasti, namun tetap meyakinkan diri untuk membunuh Imam Husain demi meraih kepentingan duniawi dan kekuasaan.
Amir bin Majma’ Buaidi berkata kepada Imam Husain, “Adapun para pemimpin mereka hanya memperdulikan suap yang diberikan untuk memenuhi kantong-kantong mereka. Oleh karena itu, mereka bersatu menentang Anda.”
Selain para pimpinan, terdapat beberapa orang dari pasukan musuh, meski mengetahui kebenaran dan kemazluman Imam Husain, juga ikut terlibat dalam pembantaian karena tidak ingin melepaskan dunia, istri dan anak-anak mereka. Tentu saja mereka juga masih shalat dan mengucapkan dua kalimat syahadat, namun berbeda dengan keyakinan yang dimiliki, mereka tetap memerangi Imam Husain karena urusan perut dan kekuasaan atau khawatir kehilangan nyawa dan dunia.
Oleh karena itu, perang yang dilakukan oleh pasukan Ibnu Ziyad bukan di jalan akidah atau iman, akan tetapi perang melawan akidah dan diri sendiri; artinya mereka adalah orang-orang yang berperang melawan keyakinan mereka sendiri demi urusan perut. Dengan demikian, mereka lebih hina dari orang-orang kafir yang berperang karena keyakinan mereka sendiri. Aqqad berkata, “Tentang kehinaan pasukan Yazid cukup dikatakan bahwa mereka merasa ketakutan saat berhadapan dengan Imam Husain karena keyakinan terhadap kemuliaan dan kebenaran beliau; namun setelah beliau terbantai dan syahid, mereka mencopoti pakaian beliau dan Ahlulbait sebagai harta rampasan. Bila mereka tidak meyakini agama yang dipeluk oleh Imam Husain dan risalah yang dibawa datuk beliau, perbuatan mereka sungguh sangat hina.”[5]
Apakah mungkin pengikut sejati bersama Ahlulbait dalam damai, namun bersikap acuh tak acuh dalam perang atau bahkan menentang mereka? Apakah mungkin Syiah sejati bersama Ahlulbait dalam perang, namun menentang mereka dalam damai? Tidaklah demikian, karena makna hakiki Syiah adalah pengikut dalam seluruh sisi. Pengikut sejati jiwanya akan selalu bersatu dan bersama dengan imamnya.
Tentunya, pengkhianatan dan tragedi besar ini tidak dapat diformulasikan dengan faktor cinta dunia saja, karena insting memburu keuntungan, sedikit banyak juga menjadi faktor penyelewengan banyak manusia. Namun dalam sebagian perbuatan seperti pembunuhan memiliki faktor keburukan batin, jeratan duniawi, tenggelam dalam hawa nafsu, dan tidak mengenal diri. Aqqad berkata, “Mereka orang-orang yang dirubah menjadi buruk rupa, hati mereka penuh dengan kedengkian terhadap manusia, terutama orang-orang yang berakhlak baik. Oleh karena itu, mereka tumpahkan seluruh kedengkian terhadap Imam Husain dengan permusuhan, meskipun mereka tidak memperoleh imbalan atau balasan apapun.”[6]
Maka dalam tragedi Karbala, dunia telah membutakan mata dan hati Yazid, Ibnu Ziyad, Syimir, Umar Sa’ad dan yang semisal mereka sehingga mereka berani membantai putra Nabi dan anak kesayangan Fatimah dengan penuh kebiadaban. Semoga Allah melaknat orang-orang yang berlaku zalim.
====================================
[1] Rasuli Mahallati, Sayed Hasyim, Zendegani-ya Emam Husain a.s. (Sejarah Kehidupan Imam Husain a.s.), halaman 378.
[2] Tarikh Thabari, jilid 6, halaman 16.
[3] Maqtal Muqarram, halaman 206.
[4] Ali bin Isa Irbili, Kasyf Al-Ghummah, jilid 2, halaman 308.
[5] Muthahhari, Murtadha, Hamose-ye Hoseiny (Semangat Perjuangan Husaini), jilid 3, halaman 145.
[6] Ibid, halaman 49.